Friday, March 04, 2005

KONFRONTASI

Bangun pagi seperti biasa pukul tujuh tapi entah kenapa rasanya malas sekali, berdiam diri dibawah selimut sambil menonton berita infotainment adalah kenikmatan yang tiada tara. Namun tugas adalah tetap tugas, kewajiban masih harus terus dilaksanakan jika masih ingin kondite kerja membaik.

Sampai di kantor tercinta seperti biasa belum banyak orang yang datang. Ketemu dengan beberapa orang dan langsung menuju keruangan. Menyalakan komputer, buka ruangan Mr. Ambassador dan setelah itu duduk dengan manis sambil menikmati sarapan sambil membuka - buka berita di internet. I miss Indonesia ..

Tadinya ingin mencari berita seputaran tentang harga BBM yang sudah resmi naik dan menjadi hujatan hampir semua kalangan namun mata tercekat pada satu berita mengenai masalah perbatasan dengan Malaysia. Statement yang dikeluarkan oleh Mr. PERMADI, salah satu anggota dewan yang terhormat: CAPLOK WILAYAH KITA, KONFRONTASI SAJA DENGAN MALAYSIA.

Dalam rangkuman berita tersebut dikatakan bahwa Malaysia telah melanggar batas-batas perairan yang sudah ditentukan oleh hukum internasional. Beliau juga mengatakan bahwa langkah-langkah Malaysia tersebut adalah bentuk dari Neo-Kolonialisme. Beliau bahkan merindukan masa-masa konfrontasi dengan Malaysia dahulu pada masa almarhum Presiden Soekarno masih berkuasa.

Saya jadi teringat beberapa minggu yang lalu saat menghadiri acara peringatan hari nasional Brunei Darussalam di salah satu hotel berbintang di Phnom Penh. Ketika sedang menikmati santap malam [yang jelas-jelas bahwa semua yang disajikan adalah masakan halal], beberapa rekan diplomat dari Singapura menyapa dan kemudian bergabung [it's a standing party]. Setelah mengobrol beberapa saat, salah satu diplomat tersebut mengkonfirmasikan kepada saya apakah benar bahwa kedutaan Indonesia telah pindah. Saya mengatakan iya dan kemudian dia menyampaikan rasa sedihnya, tidak bertetangga lagi. Saya tertawa dan saya bertanya padanya mengenai gedung kedutaan Singapura yang sedang dalam proses pembangunan, kapan kiranya akan selesai. Rekan saya itu menjawab mungkin sekitar akhir tahun depan. Saya bilang lagi padanya bahwa gedungnya yang baru itu bertetangga dengan kedutaan Malaysia sementara saya bertetangga dengan kedutaan Thailand. Rekan saya itu berbisik-bisik mengatakan pada saya bahwa begitu kedutaan Singapura selesai dibangun maka kedutaan Malaysia kemungkinan akan pindah karena mereka juga telah membeli satu bidang tanah luas untuk dibangun sebagai kedutaan milik mereka. Saya terheran-heran, lanjutnya lagi ia mengatakan bahwa sebenarnya ada beberapa that so-called issue yang belum terselesaikan antara dua negara yang menyebabkan mereka menjadi "perang dingin" ..

Dari kejadian di malam resepsi diplomatik tersebut dan kemudian juga berita yang saya baca hari ini lalu saya beranggapan bahwa sesungguhnya Malaysia bukanlah sebuah negara manis seperti yang saya bayangkan selama ini. Ketika selesai shalat Jumat dengan Mr. Van Maghel dan kemudian berbincang-bincang kosong mengenai masalah konfrontasi ini, seperti biasanya Mr. Van Maghel mengeluarkan statement-statement yang tidak kalah menariknya dengan Mr. Permadi -- anggota dewan yang terhormat tersebut.

Mr. Van Maghel mengatakan bahwa sesungguhnya Malaysia adalah negara sombong, yang memang sudah sepatutnya untuk dilakukan konfrontasi [kata ganti halus dari kata perang]. Lebih parahnya lagi, jika sampai terjadi perang, Mr. Van Maghel mengatakan bahwa yang pertama kali akan dia hajar adalah salah satu koleganya di Malaysian Bank Phnom Penh yang menurut dia sombong [sebenarnya dia mengatakan dengan kata arrogant dalam dialek Jawa Magelang yang sangat kental].

Hwaduh ... ternyata bibit konfrontasi menjalar merambat setiap relung jiwa putra-putri Indonesia tanpa terkecuali dan juga merupakan ajang balas dendam dan parahnya dengan budaya hajar langsung tanpa basa-basi pula.

Sementara itu saya yang beberapa minggu lalu baru saja bermalam di Kuala Lumpur hanya termenung dan menatap kosong pajangan Petronas Twin Tower dihadapan saya ini. Kapan yaa bisa ke KL lagi untuk menikmati indahnya modernisasi suatu kota ? Jangan-jangan malah saya tidak bisa kesana lagi.

No comments: