Wednesday, March 02, 2005

BBM, POLITIK, SAM KOK

BBM, POLITIK, SAM KOK

Rasanya baru beberapa waktu yang lalu kita dihinggapi oleh rasa euphoria akan arti demokrasi yang sesungguhnya di tanah air tercinta. 7 tahun sudah berlalu semenjak peristiwa 1998 yang akhirnya menumbangkan that so-called rezim Orde Baru. Dari situlah titik tolak semua aspek kebangsaan Indonesia dimulai, dijalankan dengan sesungguhnya [?] dan dimasukkan dalam kegiatan rutin sehari-hari putra-putri Ibu Pertiwi.

Tadi malam saya habis berbincang-bincang dengan Mr. Ambassador, bicara mengenai apa yang sedang terjadi di tanah air sekarang ini yaitu kenaikan harga BBM yang menjadi topik utama semua media cetak dan elektronik. Banyak sekali pola-pola pemikiran analisis dari beliau yang membuat saya terbuka matanya dan sadar akan apa yang sedang terjadi sesungguhnya which I hope that will not be happening karena kalau sampai pun terjadi, hanya akan membuat statement bahwa sejarah kembali terulang.

Kebijakan pemerintah dalam menaikkan harga BBM dimata saya merupakan satu kebijakan yang sangat kontradiktif dengan yang kemudian akan terjadi di masyarakat. Pemerintah mengharapkan bahwa dengan kenaikan harga BBM, harga-harga bahan pokok tidak naik dan dengan kenaikan harga BBM tersebut maka rakyat kecil [baca: miskin!] akan mendapatkan subsidi dalam berbagai hal dari pemerintah. Nah, silahkan anda bayangkan, benarkah hal ini akan terjadi sesuai dengan skenario yang pemerintah janjikan ? I DOUBT IT dan bahkan tanpa ragu saya katakan BOHONG !!!.

Dalam salah satu statementnya Mr. President mengatakan bahwa beliau siap kehilangan popularitas. Well, what is he thinking actually about himself ? does he think that he is a celebrity who is ready when the bright of his star falls ? or does he think that he is a president of the Republic of Indonesia ? Hari begini masih membicarakan masalah popularitas. Ada sejuta enambelas hal yang lebih penting dari sekedar popularitas. Ada sejuta enambelas hal yang lebih genting dari sekedar popularitas. Ada sejuta enambelas hal yang harus dipikirkan lebih cermat, matang dan cepat dari sekedar popularitas.

Ternyata presiden pilihan rakyat belum tentu akan memikirkan kepentingan rakyat semata. Entah bagaimana perhitungannya sehingga semua hal menjadi complicated dan kemudian menimbulkan satu keputusan bahwa harga BBM harus naik

Adakah permainan Mr. Vice President dibelakang ini semua ?

Coba kita lihat dan kita cermati. Kebanyakan anggota kabinet adalah orang-orangnya Mr. Vice President [orangnya Mr. President so far that I know hanya segelintir saja dan mereka pun bukan orang berpengaruh banyak]. Mr. Vice President sendiri sekarang menjadi ketua umum partainya yang merupakan salah satu partai terbesar di tanah air. Permainan dalam bidang politik adalah hal yang lumrah, seperti riak kecil dalam gelombang besar, sumtimes it means nothing walaupun urusannya adalah nyawa orang.

Nah, seandainya, just seandainya nih, ini adalah permainan Mr. Vice President maka ini merupakan permainan untuk melapangkan jalannya kekursi kepresidenan. Bukan hal yang harus ditutupi lagi bahwa sudah terlihat gejala-gejala tidak kompaknya duet Mr. President and Mr. Vice President. Belum lagi fenomena [which I hope it will not happen again] dimana seorang Presiden digantikan oleh wakilnya, baik itu secara konstitusional maupun tidak.

Betapa dunia politik penuh dengan lika-liku dan intrik-intrik yang secara tidak langsung mendidik kita untuk menjadi seorang kanibal dengan taktik dan strategi ala Sam Kok. Saya jadi ingat perkataan seorang finalis Miss Indonesia ketika ditanya apakah politik itu kotor menurut sudut pandangnya dan dengan manisnya sang finalis bicara dan mengatakan bahwa politik itu adalah seni [aduhh, saya masih sadar ndak yaa waktu mendengar hal itu ?]

Seni ? politic is art, well, jika dilakukan seperti masanya Sam Kok, mungkin bisa dikatakan begitu namun itu pun bukan politik melainkan strategi dan taktik perang. Dari jamannya Julius Caesar, Baginda Raja Hayam Wuruk, Sultan Agung, Panembahan Cakraningrat, politik selalu berlumur dengan darah langsung ataupun tidak langsung.

Ah! I better stop, sudah saatnya jam makan siang dan saya tidak mau kehilangan appetite dengan membicarakan masalah darah dan sebangsanya.

Anyway, lalu jika semua staf diundang makan malam bersama Bapak Dirjen ASEAN yang terhormat dan saya tidak, apakah ini bagian dari proses demokratisasi ?

Biarlah nanti malam saya bisa menikmati kesendirian saya dengan kopi, buku dan Trung Nguyen atau saya menikmati mengatur ulang ruangan kerja tercinta ini :)

No comments: