Wednesday, August 29, 2012

Sejarah, kenangan dan komersialisasi

Masa kecil adalah masa yang terkadang buat sebagian orang adalah masa yang paling indah. Banyak kenangan dan banyak hal yang sekiranya manis untuk diingat.

Masa kecil saya dihabiskan di komplek tentara di Bandung, tempat keluarga kami tinggal karena bapak adalah anggota angkatan darat yang memulai karirnya dari Tentara Pelajar masa perjuangan dulu dan kemudian masuk dalam satu kesatuan bernama Kavaleri dan sampai dengan pensiun dan wafatnya mendedikasikan hidupnya di kesatuannya tersebut.

Saya bukan orang yang popular di kalangan teman-teman masa kecil saya. Saya hanya punya teman beberapa yang sampai sekarang atau katakanlah sampai saya memulai karir saya bisa saya katakan itu teman. Tapi bukan itu yang akan saya bahas sekarang. Yang akan saya bahas sekarang adalah bagaimana tempat tinggal keluarga kami sekarang dan situasinya.

Pada tulisan sebelumnya saya membahas mengenai Lebaran yang baru lalu yang saya habiskan waktunya di tempat saya tinggal pada masa kecil. Ya, saya pulang ke komplek tempat kami tinggal karena ibu saya masih tinggal disitu.

Komplek Kavaleri adalah sebuah komplek ksatryaan pada masanya atau katakanlah markas besar yang jadi satu dengan komplek perumahan para perwira tinggi, perwira menengah, prajurit dan sipil.

Komplek ini memiliki bangunan tua yang bagi saya sebagai pecinta sejarah dan bangunan tua tentunya memiliki nilai historis yang tidak akan pernah terlupakan. Bangunan markas dan seluruh isinya merupakan tempat para tentara bertugas pada jam-jam kantor dan tempat anak-anak bermain pada sore harinya.

Lapangan bola, lapangan basket, lapangan tenis, tempat latihan karate, tempat latihan berkuda, semua ada disitu dan masing-masing anak-anak pada masanya sering bermain di tempat yang menjadi favoritnya.

Kemarin ketika sedang mengobrol dengan beberapa kakak saya, saya mendapatkan kabar bahwa sesungguhnya Markas Besar Pusat Kesenjataan Kavaleri ini telah dibeli oleh sebuah mall yang letaknya tepat didepan komplek Kavaleri tersebut. Menurut kabar berita nantinya komplek ini akan dijadikan lahan perluasan mall tersebut dan juga area parkir.

Terkejut?

Saya tidak hanya terkejut tapi geram. Tapi tentunya saya tidak memiliki kekuasaan apa-apa untuk merubah keputusan itu dan juga membatalkannya. Saya ini hanya orang biasa, anak pensiunan perwira menengah yang secara kebetulan suka sejarah dan  bangunan tua.

Sebegitu murahkah harga sebuah kenangan?

Dulu saya terkejut ketika lokasi Masjid Saladdin yang menjadi masjid kami bersama jika Shalat Jumat ataupun Shalat Tarawih kemudian berubah menjadi McDonald's dan masjid pindah lokasinya ke belakang SMP Kavaleri dengan lokasi lebih kecil :(.

Kemudian berikutnya adalah Gedung Melati yang menjadi kebanggaan saya dan teman-teman masa kecil saat bisa tampil di panggungnya walaupun hanya untuk pertunjukan kabaret 17 Agustus atau memperingati Ulang Tahun Kavaleri berubah fungsi menjadi gereja. Bukan karena gerejanya yaa tapi lebih kepada pihak Kavaleri yang memberikan kontrak kepada pihak gereja selama kabarnya 20 tahun.

Idealisme, kenangan manis, sejarah, bangunan tua, semua nilai itu hilang demi komersialisasi.

Mungkin sekarang tinggal menunggu waktunya ketika bangunan milik Belanda yang dibangun dengan kokoh hilang lenyap tanpa ada sisa dan berganti dengan sebuah bangunan besar berisi toko-toko dan tempat makan. Sejarah tinggal sebuah kata tanpa arti apa-apa lagi.

Monday, August 27, 2012

Lebaran dan Kenangan

Lebaran kemaren saya pulang seperti biasanya, entah kenapa kali ini kayaknya agak lama. Lebaran di hari Sabtu dan hari Selasa saya sudah berada di rumah ibu saya, rumah tempat saya menghabiskan masa kecil saya dari saya lahir hingga lulus SMA.

Rumah ini adalah sebuah rumah dinas tentara tipe H. Sebuah rumah kecil yang acap kali membuat saya berpikir bagaimana dulu saya dan semua kakak saya menghabiskan waktu di rumah ini, kami bertujuh plus bapak dan bunda. Rumah ini efektifnya hanya punya 2 kamar. Hebatnya semua bisa diatur dengan dua tempat tidur bunk bed atau istilahnya tempat tidur tingkat.

Rumah ini tidak mengalami renovasi yang berarti semenjak pertama kalinya orang tua saya pindah ke rumah ini di tahun 1963. Sejak tahun itu sampai sekarang bunda tinggal di rumah ini tanpa pernah sedikit pun pindah rumah. Ketika almarhum bapak dapat jatah rumah dinas di beberapa tempat, bunda selalu menolak ajakan almarhum bapak untuk pindah ke rumah dinas yang didapatnya.

Jadilah rumah ini rumah kenangan bagi kami sekeluarga.

Ketika pulang kemarin untuk berlebaran bersama keluarga, entah kenapa ada sisi sentimentil dan romantisme yang muncul dalam diri saya. Rumah itu hanya tinggal bunda saja yang tinggal. Kami semua kakak beradik sudah tidak lagi tinggal di sana. Ketika malam tiba dan saya duduk di teras kemudian merokok dan menikmati secangkir kopi sambil ngobrol dengan ponakan, saya melihat ke sekeliling area rumah yang terlihat sangat sepi sekarang ini.

Dulu ketika saya masih tinggal di situ sampai dengan saya meninggalkan rumah itu, malam-malam di bulan Ramadhan dan menjelang Lebaran, suasana jalan sangat hingar bingar. Teman-teman kami kakak beradik yang notabene adalah tetangga-tetangga kami datang dari luar kota dan bercengkrama, entah di ujung jalan atau terkadang di depan rumah kami sambil mengobrol ini dan itu. Terkadang di sore hari kami berkumpul di lapangan basket di dalam kompleks sambil menunggu waktu buka puasa.

Kini suasana itu tinggal kenangan, hampir semua teman kami di sana tak lagi ada, bukan karena mereka  meninggal (walaupun ada beberapa yang sudah meninggal) tapi karena mereka sudah pindah dan tak lagi tinggal di rumah dinas itu.

Jalanan begitu lengang, tak ada suara orang mengobrol sedikit pun. Semakin mengarah ke dalam semakin sunyi suasananya. Entah kenapa saya melihat ini sebagai sesuatu yang miris. Kenangan hanyalah tinggal kenangan.

Shalat Ied di lapangan di area perkantoran yang diberi nama Lapangan Apel karena tempat apel pagi para perwira dan prajurit tak lagi seperti dulu. Banyak yang tidak lagi saya kenal. Saya seolah shalat di satu daerah yang baru. Menatap pada area seputar lapangan dimana dulu saya dan teman-teman menghabiskan sore dengan bermain perang-perangan dan petak umpet.

Kembali ke rumah selepas shalat Ied dan saya merasakan kembali suasana yang berbeda. Tak ada lagi kumpulan anak-anak / remaja yang berkeliling dari satu rumah ke rumah lain untuk sekedar mengucapkan selamat hari raya dan bermaaf-maafan.

I guess time  has changed :)