Monday, May 12, 2008

Busway - Sebuah Cerita

Hahahaha, ngga tahu kenapa mendadak belakangan ini saya jadi hobi sekali naik Busway, mungkin karena tuntutan hidup untuk lebih irit tapi disatu sisi pun naik Busway sekarang ini mempunyai kenikmatan tersendiri, seolah memenuhi kebutuhan diri untuk memperhatikan orang sekitar lebih jelas dan lebih dekat lagi kemudian menganalisisnya dan akhirnya menyimpulkan pada satu titik. Halaaaaaaahhhh …

Anyway, tadi malam seusai balik dari First Movie Magazines untuk sedikit urusan, saya kemudian melanjutkan perjalanan saya ke Gunung Sahari. Di Gunung Sahari bertemu dengan Tante saya untuk mengambil titipan dan setelah itu ngobrol meng-update gossip ini dan itu *teuteup* akhirnya saya memutuskan untuk pulang dan memutuskan pula untuk menggunakan busway.

Ini adalah kali ketiga saya menggunakan angkutan Trans Jakarta. Dari Gunung Sahari tepat didepan Hotel Sheraton Media, saya naik busway menuju Senen. Saya tidak mendapat tempat duduk, berdiri agak ditengah dan menghadap ke arah jendela. Tiba-tiba kuping saya yang satu *karena yang satunya saya pakai untuk mendengarkan Wednesday Slow Machine* mendengar pembicaraan:

“Gue udah bilang kita udah nggak ada apa-apa lagi” …
‘Aku tahu, kok kamu sekarang kasar ? jadi sekarang udah lu gue ?’ ..
“Ini terakhir kita ketemu. Gue pikir semua udah selesai”

Itulah pembicaraan dua pria berbusana kantoran di busway dari Gunung Sahari menuju Senen.

Sesampainya di Senen saya bergegas mencari pintu untuk menunggu busway dari Senen menuju Harmoni. Antrian cukup panjang, ketika pintu busway dibuka maka antrian mulai kacau, banyak orang yang sudah tidak memperdulikan lagi masalah antrian dan etika mengantri. Seorang ibu tua dibelakang saya dengan dandanan kantoran dan scarf terlihat cantik *yakin dech waktu mudanya pasti cantik* mengomel:

“Gimana Negara ini mau maju dan disebut bangsa yang beradab, wong ngantri aja ngga bisa”

Bibir ini rasanya ingin ikut serta untuk mengomentari tapi saya tahu diri, saya sudah cukup banyak memberikan nuansa kehebohan tersendiri acap kali naik busway walaupun ini baru kali ketiganya, makanya saya hanya tersenyum, mengangguk tanda setuju kepada Ibu tersebut dan kemudian menggandeng beliau masuk ke busway .

Sesampai di Harmoni, saya kemudian mencari pintu busway menuju Blok M dengan rencana untuk turun di Bank Indonesia, jalan kaki sebentar menuju Sarinah karena busway-nya tidak berhenti di Sarinah. Ketika Busway pertama datang, serombongan orang didepan saya masuk semua, pas bagian saya mau masuk, sang penjaga di pintu bilang untuk masuk ke busway berikutnya. Di sebelah saya seorang anak muda dengan kaos biru dan celana jeans serta tas slempang seolah baru pulang dari kuliah dengan rambut tatanan masa kini, memain-mainkan handphonenya. Saya masih asyik mendengarkan Kiss FM sampai kemudian tanpa disadari ketika saya menoleh, dia pun menoleh dan mata kita saling bertatap *anjeeeeerrr bahasanya …*, dia tersenyum dan saya pun tersenyum, soalnya kata sobat saya Jem, kalau orang baik dengan kita maka kita pun harus baik sama orang tersebut.

“Waah kita paling depan, muda-mudahan dapat tempat duduk. Baru balik, Mas ?”
‘Iya. Kamu juga baru balik ?’
“Iya, Mas, Jakarta panas hari ini. Eh kenalan dulu, saya …”
‘Oh, Hary.’

Pembicaraan basa-basi terus berlanjut, tukeran nomer handphone dan akhirnya dengan sukses keterusan sampai dengan Halte Bunderan HI .. yang tadinya mau turun di Halte Bank Indonesia …

Yuuuukkk Marrriiieee ….

Busway - Another "Oh, he understands"

Awal mulanya karena bangun kesiangan hari ini. Gara-gara klausal berkait dari semua kegiatan selama hari Minggu di Bandung. Balik dari ngemsi acara di Bandung terus pas sampai rumah rasanya kok masih pengen jalan-jalan, alhasil kemudian telpon dan sms-in semua orang ngga ada yang available sampai akhirnya ke BIP untuk minum kopi dan sms-an sama Nda. Dijemput Nda di BIP terus ke rumah dan ngobrol sampai jam setengah lima pagi sambil nonton TV dan ketawa-ketawa diselingi ini dan itulah pokoknya.

Jam setengah enam pagi mandi dan terus siap-siap buat berangkat balik ke Jakarta. Jam setengah tujuh taksi datang, drop Bunda di sekolahan terus udah gitu langsung ke Transporter di Cihampelas. Dari mulai travel berangkat sampai dengan tiba di SCBD, yang mana menghabiskan waktu total tiga jam, beneran itu mah tidur ngga inget apa-apa. Ngantuk pisan. Rasanya belum puas tidur harus segera turun dari kendaraan terus udah gitu langsung menuju kantor sementara buat nebeng ke acara Brunch Pembubaran Panitia Festival Sinema Perancis 2008.

Selesai makan yang mana sangatlah mengenyangkan tentunya, tambah rasa ngantuk itu, kemudian didukung dengan suasana ruangan yang adem dan cuaca hujan yang tampak mengguyur Jakarta. Malamnya karaokean sebentar sama temen-temen Komunitas 80an, udah lama aja ngga ngumpul. Dari situ ngopi bentar di tempat biasa sama Wee terus pulang.

Naaaaahhh, pagi ini yang rencananya mau bangun jam 8, ketika alarm berbunyi maka diri berlalu melanjut mimpi tanpa peduli lagi. Pikiran kan cuman nambah lima belas menit itu adalah hal yang wajar, tapi ternyata nambahnya tiga jam. Jadi begitu lihat jam sudah menunjukkan pukul 11, gubraaaaaaaaaaakkkk .. jungkir balik, masuk kamar mandi, beresin tas *teuteup yaa tas, baju, sepatu kudu matching mau setelat apa pun!* dan langsung siap-siap berangkat.

Tadinya berpikir untuk naik rute biasa, Mikrolet 06 terus di Kampung Melayu ganti dengan 213 dan berhenti di BBD belakang Mandarin itu dan tinggal jalan kaki ke Panarukan. Tapi entah kenapa kok rasanya hari ini ingin sedikit berpetualang *halaaaahhh …. Gaya!* dan kayaknya naik busway kok menyenangkan walaupun mungkin pengalaman pertama sudah cukup dikatakan tidak menyenangkan, well, ngga seluruhnya menyenangkan sich, teuteup aja kan sebagai banci eksis diperhatikan orang se-busway adalah pengalaman yang menyenangkan dan sebuah prestasi .. bhuahahahahahhaha … *sakit jiwa kalo kata Jem*

Pertama naik di Kampung Melayu, memperhatikan jalur busway dengan baik dan benar supaya ngga salah transit dan bisa sampai di tujuan akhir Plaza Indonesia dengan sukses. Suasana Shelter Busway Kampung Melayu sangat hangar bingar, panas dan penuh sesak. Tadinya saya pikir dengan naik busway sekitar jam duabelasan lewat akan sepi ternyata saya salah perkiraan. Penuh sesak, padat dat dat dat.

Busway tiba, saya naik dan kebagian lagi di dekat pintu tapi kali ini tampak suasana aman dan kondusif, saya asyik aja memperhatikan orang-orang seperti biasanya. Yang ribut cuman yang sebelah saya, entah kenapa lelaki itu mengeluh panjang lebar sama istrinya bahwa busway penuh, panas dan bawa anak kecil pun ngga bisa dapat prioritas, .. tentunya secara dia tidak bicara dengan saya maka saya pun hanya melengos dan tidak memberikan komen apa pun, kalau saya tidak melengos saya takut nanti tiba-tiba bibir saya yang tidak terlatih ini mengeluarkan pernyataan ngga penting. Saya cuman berpikir yaa kalo misalnya maksud dan tujuan dia bawa anak kecil untuk dapat prioritas masuk busway dan dapat tempat duduk .. helooooooooooooooooooowwwww!!!! .. dia ngga sadar kalo dia sudah menjual anaknya. Itu namanya eksploitasi anak.

Di Shelter Matraman kemudian saya turun dan berganti naik busway yang menuju Dukuh Atas. Well, perjalanan yang cukup jauh yaa ternyata dari tempat turun sampai ke tempat naik, walaupun ada tempat berjalannya tapi entah kenapa kok ngga bisa *teuteup* disamain dengan Bangkok.Nggak begitu ramai yang hendak naik ke arah Dukuh Atas, so saya berbaur dengan beberapa penumpang lain menunggu busway datang dan pintu dibuka. Sambil menunggu, saya memperhatikan *again* keadaan sekeliling, tampak beberapa anak muda yang dengan dandanan spektakuler sambil menikmati that-so-called iPod menunggu dalam antrian untuk naik busway yang berlawanan arah dengan jurusan yang akan saya naik. Tampak beberapa ibu-ibu sambil merumpi dan asyik dengan bisik-bisiknya sambil lirik kiri kanan dan ada beberapa orang lagi. Tak lama kemudian busway datang, pintu dibuka dan saya naik. Kali ini saya mendapat tempat di tengah dan berdiri. Di sebelah kanan saya ada seorang wanita muda berusia kira-kira empatpuluhan dan dia bersama kawannya yang lagi hamil besar dan terlihat cape. Kalau saja saya lagi duduk, maka tentunya saya akan memberikan tempat duduk saya kepada wanita hamil tersebut dengan sukarela. Teman wanita hamil itu kemudian dengan sopan meminta kepada seorang lelaki yang kurang lebih berusia 45 tahunan gitu dech agar mau bertukar tempat sehingga temannya yang hamil bisa duduk. Tau tidak apa yang dikatakan oleh lelaki setengah tua itu ? Dia tidak mengiyakan pun tidak menidakkan, dia hanya melengos. Dan entah kenapa hati saya menjadi agak *ah hem!* geram. Ceritanya sich mau sok sok jadi hero, saya kemudian bilang pada lelaki setengah tua yang duduk dan tidak melepas back-packnya itu,

Saya:
“Maaf, Pak, mbak ini terlihat cape, kiranya berkenan untuk tukeran tempat ?”

Lelaki Setengah Tua:
“Maksudnya ?”

Begitu dia mengatakan kata “maksudnya”, darah saya agak terpompa sedikit, kok yaa dijaman ini masih aja ada manusia tolol yang tidak mengerti kalimat yang baru saja saya katakan, secara yaaa saya mengatakannya udah dengan bahasa Indonesia yang saya pikir cukup sopan *semoga Om Yus Badudu terkesan*.

Saya:
“Maksudnya begini, Mbak ini lagi hamil dan tampak cape, kalau Bapak tidak keberatan makan kiranya bisa bertukar tempat. Bapak berdiri dan Mbak ini duduk.”

Mbak dan temannya memandang saya dengan muka penuh arti, entah takut ribut dan malu atau muka penuh arti tanda terima kasih.

Bapak:
“Kalau saya tidak mau ? masalah ?”

Naaaahhh .. ini dia nieeeee ….

Saya:
“Ya nggak sich, Pak, ngga salah, hanya aja kok kesannya jadi buta huruf.”

Bapak:
“Maksud anda ?” *tone dia udah mulai naik*

Saya:
“Bapak ngga lihat yaa ?” *saya menunjuk kepada sticker yang ditempel di kaca busway* “disitu tertulis dahulukan wanita hamil, orang cacat, lansia. Nah! Bapak bilang dech sama saya bapak masuk kategori mana ? Wanita hamil ? jelas bukan, wong bapak laki-laki. Orang Cacat ? atau Lansia ? usia bapak sudah sepuh ?” ..

Trust me, whoever with me at that moment pasti pengen menjauh karena entah kenapa saya seolah mendapatkan aura untuk ngoceh terus.

Bapak itu kemudian menatap saya dan saya tatap balik. Ah urusannya nanti kalo saya digebukin yaa sutralah biarin saja, niat saya cuman untuk membantu orang kok, masa Tuhan ngga liat sich ?.

Setelah menatap saya kemudian dia berdiri memberikan kursinya pada Mbak hamil tersebut dan exactly disebelah kuping saya bapak itu bilang: “Merde!”

Bhoooooooooooooooooooooo … naiklah darah ke ubun-ubun!

Saya:
“Excuse Moi *entah ada apa dengan saya dan kata excuse me*, Parlez-vous-francais ? Je parle francais. Je comprend bien ce que vous avez dit! Eh Pak, kalau ngga niat ngasih, nggak apa-apa. Saya bisa minta Mbak ini untuk berdiri dan Bapak duduk lagi disitu. Kalau ngasih yaa ngasih aja, jangan terus bilang “merde!.”

Bapak:
“Pardon” *dengan intonasi Perancis dan dikatakan dengan sebal*

Untungnya yaa Bapak itu hanya mengatakan pardon, coba kalau dia mengatakan “Oh, vous comprenez” … instead of marah-marah saya pasti nyekakak.

Busway terus berjalan dan saya tetap berdiri disebelah Bapak tersebut sampai turun di Landmark dan kemudian berjalan kaki menuju Shelter Dukuh Atas untuk melanjutkan ke destinasi terakhir di Plaza Indonesia.

Dooohh … entah ada apa dengan saya dan busway, padahal saya sudah mulai mencintai busway lhooo, bayangkan dengan hanya Rp. 3.500 saya bisa ganti-ganti bis tiga kali dan pada dasarnya sich cukup nyaman.

Kapan yaa saya dapat pengalaman menarik seperti cerita beberapa teman-teman yang dapat kenalan di busway kemudian menjadi teman atau pacar.

What a great afternoon! Indeed!

Dapat salam dari MERDE!!! …