Monday, September 02, 2013

Moving The House

Teman-teman,

It's time to say good bye to this beloving house after years. Thank you so much BLOGSPOT.

Now you can visit me at: guratanpenadimas.wordpress.com

See you there!

Sunday, September 01, 2013

Kebangkitan Soekarno - Sebuah pengulangan sejarah.

Pemilihan Umum di Indonesia akan dilaksanakan pada tahun 2014. Dalam hitungan bulan, 2014 ini ternyata kurang dari enam bulan lagi. Begitu banyak hal yang telah terjadi dalam perjalanan sejarah kebangsaan negara ini. Begitu banyak air mata ibu pertiwi tertumpah dan masih terus.

Pembangunan berjalan dengan pesat dan cepat, tetapi tentunya kita mengetahui mana yang kota atau pulau yang berkembang dengan pesat dan mana yang tidak. Itu adalah bagian dari peninggalan masa lalu yang justru keterlambatan pengembangan daerah itu bukan dari masa penjajahan Belanda selama 350 tahun, justru terjadi pada masa era rezim Orde Baru, masa dimana bagaimana penghisapan darah manusia oleh manusia itu sendiri.

Hampir dua minggu ke belakang saya seolah diberi sedikit waktu kebebasan untuk bisa kembali menekuni salah satu hobi terbaik saya, membaca. Beberapa buku yang sudah dibeli entah sejak kapan kemudian akhirnya bisa dibuka dari segel plastiknya dan dibaca. Untuk urusan buku saya cukup royal dan konsumtif *beberapa teman baik bilang ngga cuma buku saja saya royal dan konsumtif*

Entah memang sudah jalannya atau memang sudah seperti diatur, buku-buku yang saya baca hampir dari dua minggu kebelakang sampai sekarang ini selalu berkaitan dengan mantan orang nomor satu di negara ini, orang yang memiliki jiwa kenegarawanan yang besar, punya kharisma yang sangat luar biasa dan juga proklamator kemerdekaan negeri carut marut ini. Ir. Soekarno.

Dari rangkaian sejarah perjalanan bangsa ini semenjak dari masa kerajaan dahulu kala sampai dengan peta perpolitikan yang penuh dengan jiwa reformasi yang kebablasan, hal paling menarik yang selalu saya cermati dan ikuti adalah masa-masa kelam di tahun 1965. Sebuah coup d'etat, sebuah perjalanan arus balik, sebuah perubahan dari rezim lama ke rezim baru,. Masa itu entah merupakan justru titik awal atau titik akhir dari perjalanan bangsa ini.

Soekarno adalah satu-satunya presiden RI yang memiliki pemikiran luar biasa dan juga mengetahui dengan pasti langkah yang harus diambil oleh republik muda ini pada waktu itu. Sesuai dengan berjalannya waktu maka semakin lama terlihat bahwa sesungguhnya kemampuan Soekarno memimpin negara ini adalah kemampuan yang mumpuni dan bahkan dapat dikatakan sebagai kemampuan yang luar biasa. Indonesia adalah negara yang berani berteriak dan keluar dari PBB yang pada waktu itu merupakan organisasi negara-negara di dunia yang sangat dihormati. Indonesia mampu menjadi pelopor gerakan non-blok dan mengumpulkan para kepala negara untuk membahas mengenai gerakan non blok. Walaupun sebagai republik muda namun ditangan pemimpinnya, Indonesia dikenal dan disegani.

Tiba-tiba saja belakangan ini sebagaimana disebutkan tadi muncul hal-hal yang berkaitan dengan Soekarno. Apakah ini fenomena yang terjadi karena akan terselenggaranya pemilihan umum pada tahun depan? Wallahualam.

Film Soekarno yang dibesut oleh sutradara ternama Hanung Bramantyo kabarnya akan release pada akhir tahun ini. 2 tahun lalu juga ada rencana pembuatan kisah Soekarno dan 9 orang istrinya. Belum lagi dengar kabar bahwa akan ada yang mem-film-kan The Assasination Soekarno yang mengambil latar belakang peristiwa Tjikini tahun 1957 ketika terjadi ledakan granat saat Presiden Soekarno sedang berkunjung ke sebuah sekolah. Lalu juga ada film yang rencananya akan syuting tentang kehidupan Soekarno selama pembuangannya di jaman penjajahan Belanda di Ende.

Soekarno adalah seorang orator ulung dan juga pemikir hebat. Pidato-pidatonya begitu menggelorakan semangat para pendengarnya dan layak pemimpin bangsa, setiap ucap kata dan perintahnya pasti dituruti oleh rakyatnya.

Ketika kemudian saya membaca semakin banyak buku referensi yang berkaitan dengan sejarah kehidupan Soekarno. Miris rasanya membaca fakta-fakta yang terjadi di hari-hari terakhirnya sebagai mantan orang nomer satu di negeri ini. Perlakuan yang menurut saya tidak manusiawi diperlakukan oleh penguasa.

Hari-hari terakhir presiden kedua negeri ini pun sepertinya nasibnya membayar karma yang telah dilakukan kepada pendahulunya, diasingkan dan dijadikan tahanan rumah dan tertimpa banyak sekali masalah dan hal-hal lain yang berkaitan selama beliau berkuasa. Kalau kata teman baik saya, "karma does exist."

Menjelang pemilihan umum, banyak sekali cara bagi berbagai pihak untuk bisa merebut hati massa pendukung. Akankah di masa kepresidenan berikut sejarah kembali terulang? Indonesia kembali menjadi pembicaraan yang positif di mata dunia seperti pada masa Soekarno?



Saturday, March 30, 2013

RASA - Cemburu dan Laku Munafik



Tampaknya memang semua sudah harus berhenti. Dilematika kehidupan adalah ketika kita ingin menyerah dan tak lagi menuaikan  harapan, ketika itu juga seolah harapan datang dengan percik-percik kecil yang terkadang mengganggu dan akhirnya berhasil membuyarkan niatan awal untuk berhenti dan tak lagi berharap.


Beberapa hari lalu komunikasi yang terjalin terlihat hangat dan menyenangkan. Saya mencoba untuk membuka diri, membuat diri lebih nyaman dan tak lagi perduli dengan gengsi dan tak tahu malu. Bagi saya yang terpenting dan utama adalah kejujuran hati dan tak lagi membohongi diri sendiri atas apa yang dirasa.

Tapi mungkin itu hanya basa-basi karena saya merasa dan melihat bahwa timbal balik dari apa yang saya lakukan ternyata tidak seimbang, tidak setara. Saya berpikir bahwa itu hanya courtesy saja untuk membalas dan menyampaikan kata-kata penyemangat. Track kembali ke semula dan saya pada mulanya ingin jauh bisa lebih memahami dan mengerti benar. Pada mulanya.

Tapi ternyata tidak semudah yang dibayangkan, tidak seperti yang diimpikan. Salah kaprah dan bodohnya adalah saya kembali terjerembab pada satu perasaan yang saya paling ngga suka yaitu cemburu tidak beralasan.

Seseorang pernah bilang pada saya bahwa cemburu itu adalah perbuatan bodoh karena kita melakukan cemburu disebabkan ketidakmampuan kita untuk bisa melakukan apa yang orang lain lakukan untuk orang yang kita suka atau sayang. Saya pikir saya mampu dan bisa berbuat lebih baik dari pada yang orang lain lakukan untuknya tapi itu kan dari kacamata penilaian saya semata bukan dari kacamata umum. Tapi bukankah jika untuk urusan cinta semua menjadi subyektif dan obyektifitas adalah hanya sebuah pilihan?

Saya memutuskan pada akhirnya untuk perlahan menjauh dan berhenti. Saya tidak mau lagi mengalami kesakitan atas sesuatu  yang sesungguhnya tidak perlu merasa sakit. Saya tidak mau lagi merasa capek hati atas sesuatu yang sesungguhnya belum  jelas dan saya tidak mau lagi diperbodoh oleh perasaan dan tingkah laku palsu.

Saya sudah cukup dimanfaatkan selama ini oleh beberapa orang hanya karena mereka tahu bahwa saya punya rasa pada mereka itu. Saya pikir orang-orang seperti itu adalah orang-orang yang justru tidak punya hati nurani dan hidup dalam langkah kemunafikan senantiasa karena mereka tidak pernah berani jujur pada dirinya sendiri. Kesenangan dunia hanya sesaat dan ketenangan batin tidak akan pernah mereka miliki.


Monday, March 25, 2013

CINTA - Dalam sebuah perspektif rasa dan kecewa


Bicara tentang cinta tidak akan pernah ada habisnya. Bicara tentang cinta terkadang membuat kita tersenyum, terkadang membuat kita kemudian terdiam dan merasakan ulu hati seperti ditusuk perlahan-lahan, terkadang juga membuat kita menitikkan air mata dan terkadang membuat kita menyesal mengapa kita melakukan hal bodoh yang sepatutnya tidak kita lakukan.

Sebuah perjalanan cinta seperti layaknya sebuah permainan jaman dulu yang bernama Jailangkung. Datang tidak diundang dan pulang tidak diantar. Karena ketika kita bicara tentang cinta dan perjalanannya, kita bicara tentang jatuh cinta, sebuah kondisi yang kita tidak pernah tahu kapan terjadinya. Namanya juga jatuh, pernahkah kita tahu kapan kita jatuh? Tahu-tahu kita sudah ada dalam kondisi terjatuh dan mencoba untuk bangkit. Ya, bangkit dari keterpurukan kalau memang urusan cinta itu tidak berjalan dengan apa yang kita inginkan atau rencanakan.

Empat bulan belakangan ini saya ada dalam kondisi keterpurukan. Keterpurukan akan cinta. Terkadang ketika sekarang melihat kembali garis perjalanan cinta saya empat bulan belakangan ini saya rasanya menjadi manusia bodoh dan menjadi manusia yang keras hati dan juga keras kepala. Saya telah jatuh cinta pada seseorang yang mungkin tidak akan pernah kesampaian. Ini bukan pertama kalinya saya mengalami hal ini . Ini bukan pertama kalinya saya terpuruk karena seseorang dan ini bukan pertama kalinya saya jatuh hati pada orang yang salah.

Ketika kemudian sekarang memasuki bulan kelima, saya mulai menyadari bahwa saya telah banyak membuang waktu saya untuk sesuatu yang boleh dikatakan tidak menghasilkan seperti yang saya inginkan. Saya mulai menyadari bahwa langkah-langkah yang saya ambil adalah langkah-langkah yang mungkin tidak seharusnya dilakukan. Saya banyak berpikir dan mengkaji semuanya. Ada keinginan untuk menyerah, ada keinginan untuk bisa lebih berjalan maju tanpa harus kembali mengingat apa yang sudah dilakukan.

Niat yang kita miliki terkadang sebegitu kuat tapi tak jarang niat yang kuat kemudian perlahan luntur oleh hal-hal kecil yang seolah membangkitkan semangat lama akan sebuah motivasi yang kita ingin lupakan. Itulah yang terjadi saat ini.

Kekerasan hati memang menolong sedikit banyaknya niatan kita untuk melupakan dan tidak lagi mengingat tapi kemudian kejadian-kejadian datang justru ketika kita tidak ingin lagi terlibat. Lalu seberapa keraskah niatan dan hati kita bisa bertahan?

Saya mungkin termasuk dalam kategori orang yang mudah untuk suka kemudian jatuh cinta pada seseorang, saya sering sekali bertemu dengan orang dan kemudian memiliki pemikiran bahwa orang ini adalah “the one” yang saya inginkan, “the one” yang mungkin akan mengisi hari-hari saya. Sayangnya hal itu selalu gagal, selalu tidak berhasil karena pada akhirnya saya hanya menjadi “teman baik.”


Saya sudah sampai pada satu titik dimana saya tak lagi akan mencari dan mencoba untuk mendapatkan “love of my life” karena apa yang telah saya alami selama lima bulan belakangan ini cukup membuat saya memiliki satu keputusan untuk tidak lagi menyakiti hati sendiri dan mengalami kekecewaan. Agaknya memang belum waktunya atau memang belum ada yang akan datang dan menjadi partner dalam kehidupan percintaan saya.



Sunday, November 04, 2012

Ukuran - Dalam Sebuah Perspektif Klasik

Ini adalah tulisan saya yang kedua yang dimuat di OWN Magazine #3


Beberapa waktu yang lalu ketika lagi (seperti biasa) minum kopi di salah satu mall di Jakarta, saya bertemu dengan teman baik saya yang sudah lama menghilang dari peredaran.  Sekarang ini katanya dia lagi sibuk membenahi diri agar bisa tampil lebih prima di usianya yang tidak muda lagi.  Saya tertawa walaupun saya tahu bahwa apa yang dikatakannya itu benar dilakukan olehnya. Dari situlah obrolan melanjut membahas banyak hal. Saya tergelitik dan tergelak ketika kami berdua membahas mengenai umur, ukuran baju dan celana. Tampaknya ukuran selalu menjadi hal yang terkadang dibilang tidak penting namun sesungguhnya menjadi hal yang penting dan utama. Kontradiksi dua kalimat “Size matters” dan “Size doesn’t matter” akan selalu terus ada.

Teman saya ini saat minum kopi dan mengobrol, membahas tentang cerita cintanya terakhir. Well, reputasi dia yang patah tumbuh hilang berganti tampaknya masih ada sampai dengan sekarang, itu pemikiran saya pada mulanya. Pada mulanya. Ternyata saya salah.

“Umur adalah sebuah ukuran nyata bagi kita, terutama urusan percintaan yaa,” begitu teman saya bilang. Saya hanya mengangguk saja dan menunggu dia meneruskan ceritanya.  Bagi teman saya ini ternyata  faktor umur ternyata mempengaruhi berbagai macam ukuran dalam kehidupan.

Dia bercerita  bahwa faktor usia menjadi satu tolak ukur dalam mengambil pasangan atau pun dalam hal daya tarik. Dia bilang bahwa semakin kita bertambah usia, semakin terlihat lebih dewasa, lebih berwawasan dan lebih bijaksana tentunya dan yang paling utama lebih stabil dalam hal keuangan. Makanya orang-orang yang sudah berusia, katakanlah, diatas 30 tahun, selalu (tidak selalu) mendapatkan pasangan yang lebih muda. Bagi saya ini pemikiran yang sangat relevan, alamiah, atau bahasa kerennya adalah pemikiran heteronormativitas.

Melihat mimik muka saya yang tidak begitu setuju dengan cara berpikirnya walaupun melihat fakta di sekeliling saya bahwa hal ini benar dan ada, dia kemudian terus melanjutkan obrolannya tanpa memberikan kepada saya kesempatan untuk mengemukakan pendapat. Sebagai orang yang sering menjadi “tong sampah” buat orang lain, saya hanya tersenyum dan kemudian mendengarkan kelanjutan dari obrolannya.

Setelah masalah usia yang  menjadi tolak ukur. Teman baik saya ini kemudian melanjutkan dengan membahas masalah kadar cinta. Bagaimana cinta diukur dalam bentuk sebuah hubungan. Baginya tidak berkeberatan untuk menjadi, lagi, katakanlah, penopang hidup, karena menurut dia ukuran cinta itu bisa dibeli dengan mudah. Kali ini saya memotong pembicaraannya. Saya katakan kepada teman saya itu bahwa cinta itu memang bisa dibeli. Tapi ukuran sebuah cinta murni, cinta tulus, cinta yang tanpa pamrih dan ikhlas itu harus datang dari dalam hati. Saya mungkin termasuk orang yang punya pemikiran konservatif jika berhubungan dengan cinta. Saya katakan pada teman baik saya itu bahwa ketika saya ingin menjalin hubungan dengan seseorang dan ada respon yang sama dari orangnya, maka kejujuran, keterbukaan dalam segala hal adalah tolak ukur cinta yang pertama buat saya. Bukan suatu hal yang mudah memang untuk mendapatkan itu tapi dengan konsisten pada jalannya pasti akan didapat pada saatnya nanti. Teman baik saya itu hanya mengangguk-anggukkan kepalanya dan tersenyum.

Lalu teman saya ini bertanya mengenai ukuran cinta bagi saya, tentunya dia bertanya ini setelah dia menganalisa dari omongan saya sepanjang ngobrol dengan dia. Saya bilang pada dia bahwa ukuran dalam sebuah perspektif klasik adalah ketika dua orang yang akan menjalin sebuah hubungan dan membuat semuanya menjadi seimbang. Ukuran cinta menjadi seimbang karena proses pendekatan dan proses “take and give”. Ukuran sayang menjadi seimbang karena proses komunikasi yang berjalan lancar. Pertanyaan teman baik saya kemudian yang membuat saya berpikir apakah saya wajar dalam mengatakan pendapat saya itu? Dia bertanya seberapa banyak orang yang memiliki pemikiran serupa saya. Hal ini yang kemudian membuat saya bertanya kepada beberapa orang secara random, hanya untuk mengetahui apakah masih banyak orang yang berpikiran secara konservatif ala saya atau perspektif sudah bergeser?

Saya kemudian bertanya secara “random” kepada beberapa orang yang saya kenal atau saya baru kenal. Ketika saya bertanya mengenai ukuran dalam hal sebuah hubungan percintaan atau bahasa sekarangnya pacaran, berbagai macam jawaban muncul.

A mengatakan bahwa bagi dia ukuran cinta adalah masalah penampilan. Jika dia bisa mendapatkan seseorang yang diperebutkan oleh orang banyak, itulah ukuran keberhasilannya dalam soal cinta, tanpa memandang hati dan perasaannya yang sesungguhnya apakah dia benar suka atau tidak dengan orang itu.

Sementara B mengatakan bahwa ukuran cinta baginya adalah masalah finansial. Tidak perduli orang itu cakap, tidak perduli orang itu gemuk, tidak perduli orang itu dandan senorak apa pun, sepanjang orang itu bisa memenuhi segala kebutuhannya bagi dia itu sudah cukup.

C saat ditanya mengatakan  bahwa ukuran cinta adalah sebuah ukuran absurd, ukuran abstrak karena baginya sepanjang hatinya nyaman, damai dan tentram tidak masalah. Ketika saya mengatakan bahwa nyaman, damai dan tentram itu masuk dalam klasifikasi ukuran perspektif klasik, dia bilang tidak, karena dia tidak mau berhubungan dengan yang terlalu kaya, tidak mau juga berhubungan dengan yang tidak punya apa-apa tapi disisi lain dia tidak mau berbagi.

And the interview goes on and on, ..

Pada akhirnya saya kemudian menyimpulkan bahwasanya ukuran dalam hal percintaan adalah sebuah hal yang perspektifnya bisa dikatakan relatif. Kadarnya dari masing-masing individu tentunya berbeda dan pandangan akan pengertian ukuran pun ternyata ada dalam berbagai hal.

Tapi yang penting tentunya dari itu semua adalah ukuran ketulusan hati dan keikhlasan dalam menjalankan sebuah hubungan dan menerima pasangan apa adanya. Mungkin terdengar klise tapi itu yang saya dapat dari hasil obrolan dengan teman baik saya dan bertanya secara random pada beberapa orang.

Sekarang tinggal bagaimana kita menyikapi diri kita sendiri akan ukuran itu?

Tuesday, October 02, 2012

Rasa Sayang dan Pilihan


Perbincangan mengenai masalah percintaan tidak akan pernah habis dibahas. Mulai dari jatuh cinta, patah hati, putus-sambung, perselingkuhan, adalah pembahasan yang selalu sedikit banyaknya mencakup di dunia percintaan.

Beberapa hari lalu saya bertemu dengan salah seorang teman baik saya, teman yang sudah saya anggap adik sendiri malah walaupun mungkin dulu pernah ada cerita antara kita dan tidak berlanjut karena satu pihak tidak merespons atas feeling yang sama J , ini bukan curcol tapi cerita sebenarnya.

Pembicaraan umum terjadi ketika saya bertemu dengannya, maklumlah sudah hampir dua atau tiga tahun tidak bertemu dan itu pun dengan kecanggihan teknologi kami masih suka berkomunikasi via social media ataupun alat komunikasi lainnya seperti bbm atau sms. Tapi tentunya rasanya sangat berbeda ketika kita bertemu langsung dan bicara berhadapan, ada fenomena tersendiri.

Tadinya pembicaraan seperti layaknya orang yang sudah lama tidak bertemu berkisar tentang seputaran kehidupan masing-masing dibumbui dengan candaan tentang masa lalu. Lama-lama pembicaraan itu berkisar tentang seputaran dunia cinta.

Sebagai anak muda yang mulai menanjak karirnya dan juga mulai banyak kegiatannya, teman baik saya ini masih punya waktu untuk memikirkan dunia cinta. Dunia yang memang terkadang didamba atau malah dibenci oleh sebagian orang. Dia punya cerita panjang tentang hubungannya dengan seseorang yang notabene saya pun mengenalnya. Putus nyambung adalah bagian dari cerita cintanya dan kedalaman akan makna sayang dan cinta menjadi hal utama dari dirinya yang akhirnya membuat dia tidak bisa terus melanjut atau dalam bahasa pergaulan sering disebut move on.

Apa yang menjadi hal yang membuat dia tidak bisa melanjut ? Adanya harapan bahwa semuanya akan kembali seperti dulu, saat baru jadian, saat semua hal indah tercipta, berbagi dalam suka dan duka, Intensitas pertemuan yang terjadi hampir setiap hari. Percakapan yang terkadang perlu atau tidak perlu. Banyak hal yang membuatnya kemudian merasa masih ada setitik asa untuk bisa kembali bersamanya.

Hidup terlalu indah untuk hanya berhenti pada satu titik. Binar ceria pada mata yang tersenyum acap kali bercerita atau mendengar seseorang menyebut namanya adalah hanya sebagian kecil dari hal besar akan rasa yang masih dimiliki olehnya.

Belum lagi hal-hal kecil yang mungkin menurut kita adalah hal-hal biasa, perhatian-perhatian umum tapi menurutnya adalah sesuatu yang bisa mengembalikan apa yang pernah hilang.

Ada rasa miris mendengar itu semua, miris karena sesungguhnya teman baik saya ini bisa melanjut melangkah dan menyongsong sebuah cinta baru dengan orang baru dan suasana baru. Tapi untuk sementara dia menolak itu dan hanya terus berharap pada satu titik yang dia sendiri sebenarnya tahu bahwa itu tak lagi mungkin dilanjutkan.

Selain rasa miris, saya merasa bahwa ini sepenggal cerita yang bisa membuatnya semangat. Kenapa semangat? Karena setiap kali dia bercerita, dia menjadi orang yang berbeda, menjadi dia yang saya kenal dulu waktu pertama kali saya bertemu.

Hidup memang pilihan dan sebagai individu yang menjalaninya, kita memang punya hak untuk memilih langkah yang kita jalani.

Saya tidak mengatakan bahwa apa yang dilakukannya salah. Sebagai teman baik, saya hanya memberikan pandangan dan pendapat menurut saya karena saya ingin dia mendapatkan yang terbaik dalam kehidupannya, tapi itu juga menjadi hak prerogatif dia untuk menerima pandangan dan pendapat saya.

Bahwa kemudian saya mengatakannya padanya langkah yang dia ambil hanyalah menghambat kesempatan yang datang kepadanya dan mungkin lebih baik serta menghalanginya untuk bisa maju dalam kehidupan percintaannya, itu dia dengar tapi belum tentu juga dia mau menerima sepenuh hatinya dan menjalankannya. Lagi-lagi ini soal hidup adalah sebatas pilihan.

Saya percaya tidak hanya dia saja yang pernah mengalami hal seperti ini, sewajarnya banyak orang yang begitu sayang, begitu cinta dan begitu berkesan saat dia berpacaran sampai kemudian akhirnya ketika hubungan itu harus berakhir, seolah dunia menjadi hancur dan tak lagi ada semangat untuk mencari kehidupan baru. Terdengar klise dan berlebihan memang tapi demikianlah yang terjadi.

Pada akhirnya saya bisa menyimpulkan bahwa rasa sayang itu terkadang melebihi rasa cinta sehingga biasanya long lasting. Seburuk apa pun perilaku mantan pasangan terkadang kita masih memiliki sedikit rasa sayang padanya.

Di akhir obrolan saya bertanya pada teman baik saya itu apa yang sesungguhnya dia rasakan. Rasa sayang atau rasa cinta atau rasa keduanya atau rasa lain?

Teman baik saya itu hanya tersenyum dan berpamitan.