Hari Sabtu ini diawali dengan bangun siang dan terkejut karena ketika melihat jam dinding, waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh kurang dua puluh menit. Secara saya sudah janji untuk mengantar Madame Ambassador ke beberapa tempat yang ingin beliau kunjungi, maka dengan loncat dari tempat tidur saya langsung masuk ke kamar mandi dan membuka keran tanpa melihat dan mengguyur kepala saya dengan air curahan dari shower dengan hasil ... jeritan menggema seantero lantai dua Wisma Indonesia karena air panas yang dengan manisnya mencurah dari shower mengguyur kepala saya !!!
Selesai mandi dan ganti pakaian, saya keluar kamar, bergegas ke dapur dan mengambil sarapan yang sudah disediakan oleh Bude KRT. I was in the middle of my breakfast when Madame Ambassador came to see me. Talked for a while about the route of the day terus segera berlari ke garasi mobil dan minta Chan Tha untuk menyiapkan mobil dipintu depan.
Berkeliling mencari beberapa bahan yang diperlukan and end up with no success at all. Pulang, makan siang then going out again to Sorya to find sum dvds and met with Mr. Kyuuutt, chat for a while dan back to Wisma.
Watch Star Movies .. "The Joy Luck Club" .. kind of a good movie terus siap-siap untuk menemani Mr. Ambassador bekerja.
Terkadang sebagai seorang pekerja yang dituntut untuk berlaku profesional, I may not complaint dan bekerja dengan penuh dedikasi dan ritme yang luar biasa. I can say that I am loyal. Kalaupun dipikir-pikir apa yang didapat belum tentu seimbang dengan apa yang telah dilakukan atau dikerjakan [tidak berarti saya kufur nikmat] tapi saya percaya bahwa semua itu ada hikmahnya walaupun tidak terlihat sekarang tapi nanti kelak dikemudian hari.
I keep thinking why God sends me to work for him and yet I haven't got the answer.
Well, I guess I may not ask a lot more than I myself could answer the question. Be still ..
Saturday, March 26, 2005
Monday, March 21, 2005
GENERASI PENERUS BANGSA
Mungkin saja judul diatas terkesan klise ataupun mungkin terkesan terlalu sok patriot or sok nasionalis, tapi itulah yang saya rasakan selama seminggu kemarin ketika menyaksikan pertandingan sepakbola untuk kelompok umur 13 tahun. Tanpa mereka sadari bahwa mereka sudah menjadi atlet nasional, membawa nama bangsa dan negara kita tercinta. Mereka main dengan penuh semangat dan rasa sportifitas yang tinggi.
Mungkin memang begitu kali rasa yang dirasakan oleh hampir semua orang Indonesia di luar negeri. Rasa cinta dan sayang pada Tanah Air bisa tertuangkan ketika harus membela nama bangsa dan negara di ajang-ajang kompetisi baik itu besar ataupun kecil. Seperti halnya kemarin waktu Rally India - ASEAN 2004, hampir semua peserta rally dari Indonesia menangis dan kami pun larut dalam air mata suka dan semangat ketika bersama - sama menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya ataupun lagu-lagu pemberi semangat seperti Hallo - Hallo Bandung, Sorak-sorak Bergembira, Maju Tak Gentar, Bangun Pemudi Pemuda, hal yang sama terjadi lagi kemarin di stadion Olympic Phnom Penh.
Melihat adik-adik kita yang adalah generasi penerus bangsa dengan memakai seragam merah dan berkalungkan melati merah putih, membuat kita turut bangga bahwasanya mereka semua ini adalah putra-putra daerah [berasal dari berbagai daerah pelosok di Tanah Air] yang mampu berprestasi dan mampu memikul tanggung jawab sebagai wakil bangsa dalam ajang pertandingan internasional.
Photo ini diambil di Wisma Indonesia setelah mengikuti 'Makan Malam Selamat Datang' dengan tuan rumah adalah Duta Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Kamboja dan Ibu Nani Nurrachman Oerip.
Pertandingan demi pertandingan dijalani dengan penuh semangat dan vitalitas yang tinggi walaupun dengan akomodasi sederhana dan uang saku yang boleh dikatakan tidak ada sama sekali namun hal tersebut tidak membuat patah semangat para putra-putra bangsa yang sedang berlaga. Kekalahan diterima dengan penuh lapang dada dan dengan janji untuk bisa berkarya lebih baik lagi di pertandingan berikutnya. Kemenangan diterima dengan rasa syukur dan ucap doa semoga apa yang sudah diraih dapat dipertahankan.
Setelah satu minggu berlaga di lapangan hijau di stadion Olympic [satu-satunya stadion yang paling modern di Kamboja dan pada masa Khmer Merah berkuasa dipakai sebagai tempat eksekusi para keluarga kerajaan], tibalah saat untuk kembali ke Tanah Air, mewartakan berita gembira bahwasanya sebagai putra bangsa yang berlaga membawa nama negara ternyata pulang dengan membawa hasil yang tidak memalukan. Top Scorer pun diraih oleh putra Indonesia.
Sebelum pulang, pada hari Minggu tanggal 20 Maret 2005, kembali Duta Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Kamboja dan Ibu Nani Nurrachman Oerip mengadakan jamuan perpisahan buat tim PSSI Junior ini dengan dihadiri oleh para Home Staf yang terhormat tentunya.
Mungkin saja judul diatas terkesan klise ataupun mungkin terkesan terlalu sok patriot or sok nasionalis, tapi itulah yang saya rasakan selama seminggu kemarin ketika menyaksikan pertandingan sepakbola untuk kelompok umur 13 tahun. Tanpa mereka sadari bahwa mereka sudah menjadi atlet nasional, membawa nama bangsa dan negara kita tercinta. Mereka main dengan penuh semangat dan rasa sportifitas yang tinggi.
Mungkin memang begitu kali rasa yang dirasakan oleh hampir semua orang Indonesia di luar negeri. Rasa cinta dan sayang pada Tanah Air bisa tertuangkan ketika harus membela nama bangsa dan negara di ajang-ajang kompetisi baik itu besar ataupun kecil. Seperti halnya kemarin waktu Rally India - ASEAN 2004, hampir semua peserta rally dari Indonesia menangis dan kami pun larut dalam air mata suka dan semangat ketika bersama - sama menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya ataupun lagu-lagu pemberi semangat seperti Hallo - Hallo Bandung, Sorak-sorak Bergembira, Maju Tak Gentar, Bangun Pemudi Pemuda, hal yang sama terjadi lagi kemarin di stadion Olympic Phnom Penh.
Melihat adik-adik kita yang adalah generasi penerus bangsa dengan memakai seragam merah dan berkalungkan melati merah putih, membuat kita turut bangga bahwasanya mereka semua ini adalah putra-putra daerah [berasal dari berbagai daerah pelosok di Tanah Air] yang mampu berprestasi dan mampu memikul tanggung jawab sebagai wakil bangsa dalam ajang pertandingan internasional.
Photo ini diambil di Wisma Indonesia setelah mengikuti 'Makan Malam Selamat Datang' dengan tuan rumah adalah Duta Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Kamboja dan Ibu Nani Nurrachman Oerip.
Pertandingan demi pertandingan dijalani dengan penuh semangat dan vitalitas yang tinggi walaupun dengan akomodasi sederhana dan uang saku yang boleh dikatakan tidak ada sama sekali namun hal tersebut tidak membuat patah semangat para putra-putra bangsa yang sedang berlaga. Kekalahan diterima dengan penuh lapang dada dan dengan janji untuk bisa berkarya lebih baik lagi di pertandingan berikutnya. Kemenangan diterima dengan rasa syukur dan ucap doa semoga apa yang sudah diraih dapat dipertahankan.
Setelah satu minggu berlaga di lapangan hijau di stadion Olympic [satu-satunya stadion yang paling modern di Kamboja dan pada masa Khmer Merah berkuasa dipakai sebagai tempat eksekusi para keluarga kerajaan], tibalah saat untuk kembali ke Tanah Air, mewartakan berita gembira bahwasanya sebagai putra bangsa yang berlaga membawa nama negara ternyata pulang dengan membawa hasil yang tidak memalukan. Top Scorer pun diraih oleh putra Indonesia.
Sebelum pulang, pada hari Minggu tanggal 20 Maret 2005, kembali Duta Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Kamboja dan Ibu Nani Nurrachman Oerip mengadakan jamuan perpisahan buat tim PSSI Junior ini dengan dihadiri oleh para Home Staf yang terhormat tentunya.
BAHASA
Banyak sekali kemajuan dalam berbahasa yang tentunya terkadang membuat kita terkagum-kagum dengan sejuta enambelas istilah baik itu yang dibuat pada masa lalu ataupun yang dibuat pada masa sekarang.
Perkembangan bahasa yang juga menunjukkan betapa kritisnya suatu bangsa akan perubahan yang terjadi terkadang ditanggapi dengan positif oleh beberapa pihak saja sementara itu banyak pihak yang mungkin protes dengan adanya perkembangan bahasa.
Beberapa waktu lalu dalam salah satu milis yang saya ikuti, saya tertarik membaca pendapat AJIP ROSIDI, salah satu sastrawan terkemuka negeri ini, yang mengatakan bahwa bahasa Inggris ternyata lebih diminati dan dipelajari oleh generasi muda bangsa kita tinimbang bahasa kita sendiri. Bahkan, sudah banyak yang menggunakan istilah ataupun nama untuk toko dan banyak hal lainnya yang diambil dari bahasa Inggris.
Inilah tulisan beliau :
BAHASA INDONESIA, SIAPA PEDULI ?
Ajip Rosidi
Pensiunan dan Tinggal di Desa Pabelan, Magelang
Baru-baru ini saya diundang ke Makassar dan ditempatkan di Imperial Aryaduta Hotel yang terletak di pesisir Losari yang terakhir kali saya ke Makassar [25 tahun yang lalu] masih sepi. Ketika itu hanya ada satu-dua penginapan sederhana dan restoran yang juga sederhana. Bangunan hotel itu tak kalah oleh bangunan hotel-hotel berbintang di kota-kota dunia.
Tapi ada yang mengejutkan saya, ialah ternyata semua keterangan yang tercetak di hotel itu ditulis hanya dalam bahasa Inggris. Memang saya lihat ada wistawan bule juga yang menginap di situ, juga beberapa orang Jepang, tetapi tamu terbanyak adalah orang pribumi. Apakah semua orang pribumi yang menginap di situ hanya bisa berbahasa Inggris dan tidak tahu bahasa nasionalnya, Bahasa Indonesia ?
Baru-baru ini ketika saya diundang makan malam di restoran baru, Atmosfir, di Bandung, saya juga disodori daftar makanan (menu) yang hanya dalam bahasa Inggris padahal yang saya lihat makan di situ kebanyakan peranakan Cina yang mestinya bisa berbahasa Indonesia. Hanya menggunakan bahasa Inggris seperti itu mungkin dilakukan juga oleh hotel-hotel dan restoran-restoran lain yang tak dapat saya periksa satu per satu karena saya jarang menginap di hotel dan makan di restoran mewah.
Tapi mendahulukan bahasa Inggris daripada bahasa Indonesia tidak hanya dilakukan oleh pihak swasta seperti hotel dan restoran. Kalau kita menelepon KBRI Tokyo, maka yang menjawab ialah rekaman berbahasa Inggris, kemudian bahasa Jepata [atau sebaliknya ?] dan baru terakhir bahasa Indonesia. Artinya perwakilan kita di negeri Matahari Terbit itu mendahulukan bahasa asing daripada bahasa nasionalnya. Kemungkinan besar begitu juga di perwakilan-perwakilan kita di negeri lain.
Padahal kedudukan bahasa Indonesia itu jelas dalam UUD 1945, yaitu sebagai bahasa negara. Belum ada keterangan undang-undanga apa yang dimaksud dengan bahasa negara itu. Istilah itu kecuali dalam UUD 1945 tak pernah atau jarang digunakan. Yang sering terdengar digunakan adalah sebutan bahasa nasional, sedang dalam Sumpah Pemuda 1928 istilah yang dipakai ialah bahasa persatuan. Istilah bahasa persatuan dipilih mungkin sehubungan dengan kesadaran para penyusun Sumpah Pemuda itu akan adanya bahasa-bahasa daerah yang hak hidupnya diakui dan kemudian dipahatkan secara hitam atas putih dalam UUD.
Rendah Diri
Pada tahun 1970an, Gubernur Ali Sadikin [saya kira terpengaruh oleh himbauan Pak Amin Singgih yang waktu itu secara tetap mengisi ruangan bahasa Indonesia dalam acara TVRI] mengharuskan toko-toko menggunakan bahasa Indonesia dan dilarang menggunakan bahasa asing. Nama-nama toko, hotel, perusahaan yang tadinya berbahasa Cina, Belanda atau Inggris langsung bertukar.
Tapi sekarang banyak yang sudah kembali mempergunakan bahasa asing lagi. Karena tak ada yang menegur maka kebiasaan itu kian mewabah. Bahkan toko-toko atau perusahaan-perusahaan baru yang nasional dan pribumi pun sekarang berlomba-lomba memakai nama dalam bahasa asing. Keterangan-keterangan yang tercantum di bawah atau di samping namanya pun ditulis dalam bahasa asing. Bahkan iklan-iklan pun ditulis dalam bahasa asing walaupun sasarannya orang pribumi yang pesek juga.
Jelas pemakaian bahasa asing untuk nama dan untuk keterangan dan iklan perusahaan-perusahaan itu bukan karena hendak mencapai konsumen lebih luas seperti seharusnya demikian tujuan iklan, karena dipasarkan di Indonesia niscaya segmen pasar yang diarahnya pun bangsa Indonesia yang pandai berbahasa Indonesia atau berbahasa daerah lainnya daripada bahasa Inggris. Pemakaian bahasa Inggris di situ hanya dipacu oleh rasa rendah diri karena menganggap bahasa Indonesia adalah bahasa kelas dua atau kelas tiga. Bahasa Inggris dianggap lebih tinggi kedudukannya.
Karena adanya anggapan bahwa berbahasa Inggris lebih bergengsi dan lebih aksi. Rasa rendah diri terhadap bahasa Indonesia dan anggapan bahwa kalau bisa cas-cis-cus bahasa asing akan menimbulkan rasa kagum dari para pendengarnya, dipamerkan setiap hari melalui televeisi oleh para pakar kita dalam segala bidang terutama oleh para presenter dan penyiarnya. Kelihatannya kalau berbicara tidak diselengi oleh kalimat-kalimat atau kata-kata bahasa Inggris setiap beberapa kalimat, pembicara khawatir dianggap tidak termasuk kaum intelektual atau tidak internasional.
Sementara itu kita saksikan bahwa para selebriti yang sering muncul di televisi sama sekali tidak menggunakan bahasa nasional. Begitu juga sinetron-sinetron meskipun tidak berlatar-belakangan budaya Betawi seperti si Doel tidak menggunakan bahasa Indonesia. Semua pelaku berbicara dalam bahasa Jakarta. Begitu juga kalau ada artis atau bintang diwawancara mereka selalu berbicara dalam bahasa Jakarta. Kata ganti orang pertama yang mereka pakai adalah gue dan kata ganti keduanya elu. Dan nampaknya hal begitu sekarang sudah dianggap wajar.
Meskipun pemerintah mempuyai Pusat Pembinaan Bahasa Nasional dan Daerah tapi kelihatannya lembaga itu menganggap bahwa sikap merendahkan bahasa Indonesia entah sebagai bahasa nasional entah sebagai bahasa negara adalah wajar-wajar saja. Tak kelihatan usaha yang yang keras dan berencana lembaga yang katanya mau membina bahasa nasional itu menolak gejala yang merendahkan kedudukan bahasa nasional yang harus dibinanya itu apalagi membela jangankan membina bahasa-bahasa daerah, walaupun masih dalam cakupan tugasnya.
Ditinggal Malaysia
Kita menyaksikan kesungguhan orang Malaysia memajukan salah satu bahasa resminya, bahasa Melayu. Mereka mempunyai program untuk mengembangkan pelajaran dan perbukuan dalam bahasa Melayu. Mereka mempunyai Dewan Bahasa dan Pustaka yang polanya mengikuti Balai Pustaka di Indonesia tapi langkahnya jauh meninggalkan lembaga yang dijadikan polanya itu. Mereka mempunyai GAPENA (Gabungan Penulis Nasional) yang setiap tahun mengadakan kegiatan kebahasaan dan kesusasteraan, meskipun organisasi swasta namun selalu mendapat dukungan pemerintah, baik pemerintah kerajaan (federal) maupun pemerintah negara bagian.
Mereka mengembangkan perpustakaan di sekolah-sekolah dan mewajibkan para pelajar membaca buku-buku karya sastera, baik yang klasik maupun yang baru. Sejak tahun 1970-an pemerintah Malaysia mengadakan hadiah sastera tahunan yang dilaksanakan secara ajeg. Sejak tahun 1980-an mereka mengadakan lembaga Sasterawan Negara, yaitu sasterawan yang karya-karyanya dianggap besar jasanya bagi bangsa diangkat sebagai Sasterawan Negara dengan berbagai fasilitas, antaranya buku-bukunya dicetak dalam jumlah yang cukup banyak dan disebarkan ke perpustakaan-perpustakaan sekolah di seluruh kerajaan.
Sejak tahun 1980-an juga mereka menyediakan anggaran untuk menempatkan pengajar bahasa Melayu di universitas asing yang mengajarkan bahasa Melayu, antaranya di Universitas Leiden, negeri Belanda dan di salah sebuah Universitas di Amerika. Mereka juga mengundang para sarjana asing yang meneliti bahasa dan sastera Malaysia sebagai tamu untuk beberapa bulan sampai setahun agar bisa melakukan dan menulis hasil penelitiannya yang kemudian diterbitkan oleh DBP.
Apa yang dilakukan pemerintah Malaysia dengan bahasa Malaysia sebenarnya hanya mengikuti langkah-langkah negara maju yang hendak meluaskan cakrawala pemakaian dan pengaruh bahasanya seperti negara Inggris mengadakan British Council di berbagai negara, negara Jerman mendirikan Goethe Institut, Amerika Serikat membentuk lembaga pengajaran bahasa Inggris - Amerika seperti LIA di Indonesia, negara Belanda membentuk Erasmus Huis, negara Jepang mengadakan The Japan Foundation, dan lain-lain. Bahasa-bahasa yang sudah maju seperti Inggris dan Jepang pun masih dipromosikan oleh pemerintahnya, tetapi pemerintah Indonesia menganggap tak perlu mempromosikan bahasa negaranya, jangankan di luar negeri, di dalam negeri sendiri pun tidak. Jangankan terhadap orang asing, terhadap warga negaranya sendiri pun tidak. Bahasa Indonesia yang dahulu menjadi salah satu kebanggaan bangsa Indonesia karena dapat menyatukan berbagai suku bangsa yang tersebar dalam belasan ribu pulau, sekarang menjadi yatim-piatu yang tak mendapat perhatian dari siapa pun.
Banyak sekali kemajuan dalam berbahasa yang tentunya terkadang membuat kita terkagum-kagum dengan sejuta enambelas istilah baik itu yang dibuat pada masa lalu ataupun yang dibuat pada masa sekarang.
Perkembangan bahasa yang juga menunjukkan betapa kritisnya suatu bangsa akan perubahan yang terjadi terkadang ditanggapi dengan positif oleh beberapa pihak saja sementara itu banyak pihak yang mungkin protes dengan adanya perkembangan bahasa.
Beberapa waktu lalu dalam salah satu milis yang saya ikuti, saya tertarik membaca pendapat AJIP ROSIDI, salah satu sastrawan terkemuka negeri ini, yang mengatakan bahwa bahasa Inggris ternyata lebih diminati dan dipelajari oleh generasi muda bangsa kita tinimbang bahasa kita sendiri. Bahkan, sudah banyak yang menggunakan istilah ataupun nama untuk toko dan banyak hal lainnya yang diambil dari bahasa Inggris.
Inilah tulisan beliau :
BAHASA INDONESIA, SIAPA PEDULI ?
Ajip Rosidi
Pensiunan dan Tinggal di Desa Pabelan, Magelang
Baru-baru ini saya diundang ke Makassar dan ditempatkan di Imperial Aryaduta Hotel yang terletak di pesisir Losari yang terakhir kali saya ke Makassar [25 tahun yang lalu] masih sepi. Ketika itu hanya ada satu-dua penginapan sederhana dan restoran yang juga sederhana. Bangunan hotel itu tak kalah oleh bangunan hotel-hotel berbintang di kota-kota dunia.
Tapi ada yang mengejutkan saya, ialah ternyata semua keterangan yang tercetak di hotel itu ditulis hanya dalam bahasa Inggris. Memang saya lihat ada wistawan bule juga yang menginap di situ, juga beberapa orang Jepang, tetapi tamu terbanyak adalah orang pribumi. Apakah semua orang pribumi yang menginap di situ hanya bisa berbahasa Inggris dan tidak tahu bahasa nasionalnya, Bahasa Indonesia ?
Baru-baru ini ketika saya diundang makan malam di restoran baru, Atmosfir, di Bandung, saya juga disodori daftar makanan (menu) yang hanya dalam bahasa Inggris padahal yang saya lihat makan di situ kebanyakan peranakan Cina yang mestinya bisa berbahasa Indonesia. Hanya menggunakan bahasa Inggris seperti itu mungkin dilakukan juga oleh hotel-hotel dan restoran-restoran lain yang tak dapat saya periksa satu per satu karena saya jarang menginap di hotel dan makan di restoran mewah.
Tapi mendahulukan bahasa Inggris daripada bahasa Indonesia tidak hanya dilakukan oleh pihak swasta seperti hotel dan restoran. Kalau kita menelepon KBRI Tokyo, maka yang menjawab ialah rekaman berbahasa Inggris, kemudian bahasa Jepata [atau sebaliknya ?] dan baru terakhir bahasa Indonesia. Artinya perwakilan kita di negeri Matahari Terbit itu mendahulukan bahasa asing daripada bahasa nasionalnya. Kemungkinan besar begitu juga di perwakilan-perwakilan kita di negeri lain.
Padahal kedudukan bahasa Indonesia itu jelas dalam UUD 1945, yaitu sebagai bahasa negara. Belum ada keterangan undang-undanga apa yang dimaksud dengan bahasa negara itu. Istilah itu kecuali dalam UUD 1945 tak pernah atau jarang digunakan. Yang sering terdengar digunakan adalah sebutan bahasa nasional, sedang dalam Sumpah Pemuda 1928 istilah yang dipakai ialah bahasa persatuan. Istilah bahasa persatuan dipilih mungkin sehubungan dengan kesadaran para penyusun Sumpah Pemuda itu akan adanya bahasa-bahasa daerah yang hak hidupnya diakui dan kemudian dipahatkan secara hitam atas putih dalam UUD.
Rendah Diri
Pada tahun 1970an, Gubernur Ali Sadikin [saya kira terpengaruh oleh himbauan Pak Amin Singgih yang waktu itu secara tetap mengisi ruangan bahasa Indonesia dalam acara TVRI] mengharuskan toko-toko menggunakan bahasa Indonesia dan dilarang menggunakan bahasa asing. Nama-nama toko, hotel, perusahaan yang tadinya berbahasa Cina, Belanda atau Inggris langsung bertukar.
Tapi sekarang banyak yang sudah kembali mempergunakan bahasa asing lagi. Karena tak ada yang menegur maka kebiasaan itu kian mewabah. Bahkan toko-toko atau perusahaan-perusahaan baru yang nasional dan pribumi pun sekarang berlomba-lomba memakai nama dalam bahasa asing. Keterangan-keterangan yang tercantum di bawah atau di samping namanya pun ditulis dalam bahasa asing. Bahkan iklan-iklan pun ditulis dalam bahasa asing walaupun sasarannya orang pribumi yang pesek juga.
Jelas pemakaian bahasa asing untuk nama dan untuk keterangan dan iklan perusahaan-perusahaan itu bukan karena hendak mencapai konsumen lebih luas seperti seharusnya demikian tujuan iklan, karena dipasarkan di Indonesia niscaya segmen pasar yang diarahnya pun bangsa Indonesia yang pandai berbahasa Indonesia atau berbahasa daerah lainnya daripada bahasa Inggris. Pemakaian bahasa Inggris di situ hanya dipacu oleh rasa rendah diri karena menganggap bahasa Indonesia adalah bahasa kelas dua atau kelas tiga. Bahasa Inggris dianggap lebih tinggi kedudukannya.
Karena adanya anggapan bahwa berbahasa Inggris lebih bergengsi dan lebih aksi. Rasa rendah diri terhadap bahasa Indonesia dan anggapan bahwa kalau bisa cas-cis-cus bahasa asing akan menimbulkan rasa kagum dari para pendengarnya, dipamerkan setiap hari melalui televeisi oleh para pakar kita dalam segala bidang terutama oleh para presenter dan penyiarnya. Kelihatannya kalau berbicara tidak diselengi oleh kalimat-kalimat atau kata-kata bahasa Inggris setiap beberapa kalimat, pembicara khawatir dianggap tidak termasuk kaum intelektual atau tidak internasional.
Sementara itu kita saksikan bahwa para selebriti yang sering muncul di televisi sama sekali tidak menggunakan bahasa nasional. Begitu juga sinetron-sinetron meskipun tidak berlatar-belakangan budaya Betawi seperti si Doel tidak menggunakan bahasa Indonesia. Semua pelaku berbicara dalam bahasa Jakarta. Begitu juga kalau ada artis atau bintang diwawancara mereka selalu berbicara dalam bahasa Jakarta. Kata ganti orang pertama yang mereka pakai adalah gue dan kata ganti keduanya elu. Dan nampaknya hal begitu sekarang sudah dianggap wajar.
Meskipun pemerintah mempuyai Pusat Pembinaan Bahasa Nasional dan Daerah tapi kelihatannya lembaga itu menganggap bahwa sikap merendahkan bahasa Indonesia entah sebagai bahasa nasional entah sebagai bahasa negara adalah wajar-wajar saja. Tak kelihatan usaha yang yang keras dan berencana lembaga yang katanya mau membina bahasa nasional itu menolak gejala yang merendahkan kedudukan bahasa nasional yang harus dibinanya itu apalagi membela jangankan membina bahasa-bahasa daerah, walaupun masih dalam cakupan tugasnya.
Ditinggal Malaysia
Kita menyaksikan kesungguhan orang Malaysia memajukan salah satu bahasa resminya, bahasa Melayu. Mereka mempunyai program untuk mengembangkan pelajaran dan perbukuan dalam bahasa Melayu. Mereka mempunyai Dewan Bahasa dan Pustaka yang polanya mengikuti Balai Pustaka di Indonesia tapi langkahnya jauh meninggalkan lembaga yang dijadikan polanya itu. Mereka mempunyai GAPENA (Gabungan Penulis Nasional) yang setiap tahun mengadakan kegiatan kebahasaan dan kesusasteraan, meskipun organisasi swasta namun selalu mendapat dukungan pemerintah, baik pemerintah kerajaan (federal) maupun pemerintah negara bagian.
Mereka mengembangkan perpustakaan di sekolah-sekolah dan mewajibkan para pelajar membaca buku-buku karya sastera, baik yang klasik maupun yang baru. Sejak tahun 1970-an pemerintah Malaysia mengadakan hadiah sastera tahunan yang dilaksanakan secara ajeg. Sejak tahun 1980-an mereka mengadakan lembaga Sasterawan Negara, yaitu sasterawan yang karya-karyanya dianggap besar jasanya bagi bangsa diangkat sebagai Sasterawan Negara dengan berbagai fasilitas, antaranya buku-bukunya dicetak dalam jumlah yang cukup banyak dan disebarkan ke perpustakaan-perpustakaan sekolah di seluruh kerajaan.
Sejak tahun 1980-an juga mereka menyediakan anggaran untuk menempatkan pengajar bahasa Melayu di universitas asing yang mengajarkan bahasa Melayu, antaranya di Universitas Leiden, negeri Belanda dan di salah sebuah Universitas di Amerika. Mereka juga mengundang para sarjana asing yang meneliti bahasa dan sastera Malaysia sebagai tamu untuk beberapa bulan sampai setahun agar bisa melakukan dan menulis hasil penelitiannya yang kemudian diterbitkan oleh DBP.
Apa yang dilakukan pemerintah Malaysia dengan bahasa Malaysia sebenarnya hanya mengikuti langkah-langkah negara maju yang hendak meluaskan cakrawala pemakaian dan pengaruh bahasanya seperti negara Inggris mengadakan British Council di berbagai negara, negara Jerman mendirikan Goethe Institut, Amerika Serikat membentuk lembaga pengajaran bahasa Inggris - Amerika seperti LIA di Indonesia, negara Belanda membentuk Erasmus Huis, negara Jepang mengadakan The Japan Foundation, dan lain-lain. Bahasa-bahasa yang sudah maju seperti Inggris dan Jepang pun masih dipromosikan oleh pemerintahnya, tetapi pemerintah Indonesia menganggap tak perlu mempromosikan bahasa negaranya, jangankan di luar negeri, di dalam negeri sendiri pun tidak. Jangankan terhadap orang asing, terhadap warga negaranya sendiri pun tidak. Bahasa Indonesia yang dahulu menjadi salah satu kebanggaan bangsa Indonesia karena dapat menyatukan berbagai suku bangsa yang tersebar dalam belasan ribu pulau, sekarang menjadi yatim-piatu yang tak mendapat perhatian dari siapa pun.
Saturday, March 19, 2005
Friday, March 18, 2005
SCREENING SCHEDULE
Q! FILM FESTIVAL
JOKJAKARTA, 23 - 26 MARCH 2005
Kafe Via-Via
23 March
19.30 Opening nite, film : dance, dear my daughter, Utopia.
24 March
19.00 Hamam (Italy)
21.00 You'll get over it (France)
25 March
19.00 Made in Indonesia (kumpulan film-film pendek Indonesia)
21.00 Spanish splash short (Spain)
26 March
19.00 Men Maniacs (Germany)
21.00 Fifteen (Singapore)
Galeri Cemeti
26 March
19.00 Close to Leo (France)
27 March
19.00 Days (Italy) - (Closing Film)
Dekat Rumah Cafe
24 March
19.00 Made in Indonesia (Kumpulan film-film pendek Indonesia)
25 March
19.00 Straight Out : Stories from Iceland
26 March
15.00 Diskusi Sejarah Perfilman
Queer Narasumber : John Badalu (Q-Munity), Dede Oetomo (Gaya Nusantara)
Kedai Kebun Forum
24 March
19.00 Asian short (24 hours, Mother, Pangyau, Choice, Angel in Toilet)
21.00 Queer Boys and Girls at the Shinkansen (Japan Short)
25 March
19.00 Queer as Folk (United Kingdom) - Episode 1-8
26 March
19.00 Hamam (Italy)
21.00 You'll get over it (France)
Kafe Via-Via
Jalan Prawirotaman, Jokjakarta
Kedan Kebun Forum
Jalan Tirtodipuran, Jokjakarta
Galeri Cemeti
Jalan Panjaitan, Jokjakarta
Kafe Buku deket Rumah
Jalan Candrakirana Sagan, Jokjakarta
Special Events
Opening Party
23 March
21.00 onwards at Insomnia - Sheraton Hotel
Special Screening:
26 and 27 March at 14.00, 17.00 and 19.00
Admission Rp. 5.000
Film :
IMPIAN KEMARAU (the RAINMAKER)
A new Indonesian film by the first time director Ravi Bharwani is a poetic visual set in Gunung Kidul area in Jokjakarta featuring Clara Sinta and Ria Irawan. The film is in Javanese language with English subtitle.
Synopsis :
In a barren and dry village, 3 people with their personal dreams, interacts with each other. Johan, a meteorologist who is obsessed in creating rain in that location. Asih, a traditional singer, who with her voice, becomes an oasis to Johan and the people living in that harsh location and Asih’s maid who devotes the singer without reservations . In contrast to Johan’s approach to life, the maid’s is more of an observer. Accepting and living through life with whatever that life offers without questions and expectations.
The Rain maker is a film of mood and atmospheres that liberates the audience to experience the illusions that a film offers. To “feel” and not just to ”watch”.
The film screening will be attended by Ravi Bharwani (DIrector), Abduh Azis (Producers), Clara Sinta and Ria Irawan (Actresses).
For the complete info on this film, visit www.rainmaker-id.tk
So, MY FRIENDS, silahkan jika anda berada di seputaran Jokjakarta, datang dan kunjungilah Q! Film Festival 2005 in Jokjakarta.
Teriring Salam dari Phnom Penh,
Hary Carpijanto Saptadi P
Administration and Public Relations
Q-Munity
Q! FILM FESTIVAL
JOKJAKARTA, 23 - 26 MARCH 2005
Kafe Via-Via
23 March
19.30 Opening nite, film : dance, dear my daughter, Utopia.
24 March
19.00 Hamam (Italy)
21.00 You'll get over it (France)
25 March
19.00 Made in Indonesia (kumpulan film-film pendek Indonesia)
21.00 Spanish splash short (Spain)
26 March
19.00 Men Maniacs (Germany)
21.00 Fifteen (Singapore)
Galeri Cemeti
26 March
19.00 Close to Leo (France)
27 March
19.00 Days (Italy) - (Closing Film)
Dekat Rumah Cafe
24 March
19.00 Made in Indonesia (Kumpulan film-film pendek Indonesia)
25 March
19.00 Straight Out : Stories from Iceland
26 March
15.00 Diskusi Sejarah Perfilman
Queer Narasumber : John Badalu (Q-Munity), Dede Oetomo (Gaya Nusantara)
Kedai Kebun Forum
24 March
19.00 Asian short (24 hours, Mother, Pangyau, Choice, Angel in Toilet)
21.00 Queer Boys and Girls at the Shinkansen (Japan Short)
25 March
19.00 Queer as Folk (United Kingdom) - Episode 1-8
26 March
19.00 Hamam (Italy)
21.00 You'll get over it (France)
Kafe Via-Via
Jalan Prawirotaman, Jokjakarta
Kedan Kebun Forum
Jalan Tirtodipuran, Jokjakarta
Galeri Cemeti
Jalan Panjaitan, Jokjakarta
Kafe Buku deket Rumah
Jalan Candrakirana Sagan, Jokjakarta
Special Events
Opening Party
23 March
21.00 onwards at Insomnia - Sheraton Hotel
Special Screening:
26 and 27 March at 14.00, 17.00 and 19.00
Admission Rp. 5.000
Film :
IMPIAN KEMARAU (the RAINMAKER)
A new Indonesian film by the first time director Ravi Bharwani is a poetic visual set in Gunung Kidul area in Jokjakarta featuring Clara Sinta and Ria Irawan. The film is in Javanese language with English subtitle.
Synopsis :
In a barren and dry village, 3 people with their personal dreams, interacts with each other. Johan, a meteorologist who is obsessed in creating rain in that location. Asih, a traditional singer, who with her voice, becomes an oasis to Johan and the people living in that harsh location and Asih’s maid who devotes the singer without reservations . In contrast to Johan’s approach to life, the maid’s is more of an observer. Accepting and living through life with whatever that life offers without questions and expectations.
The Rain maker is a film of mood and atmospheres that liberates the audience to experience the illusions that a film offers. To “feel” and not just to ”watch”.
The film screening will be attended by Ravi Bharwani (DIrector), Abduh Azis (Producers), Clara Sinta and Ria Irawan (Actresses).
For the complete info on this film, visit www.rainmaker-id.tk
So, MY FRIENDS, silahkan jika anda berada di seputaran Jokjakarta, datang dan kunjungilah Q! Film Festival 2005 in Jokjakarta.
Teriring Salam dari Phnom Penh,
Hary Carpijanto Saptadi P
Administration and Public Relations
Q-Munity
Thursday, March 17, 2005
3 MONTHS WISH
Hari ini saya dapat oleh-oleh sebuah dompet kulit warna coklat dari Mr. Attache of Defense yang baru saja kembali dari Hong Kong. Maka berakhirlah tugas sang dompet Khmer yang saya beli beberapa waktu lalu di airport.
Ketika saya memindah-mindahkan surat-surat dan kartu nama yang ada di dompet lama ke dompet baru, tiba-tiba saja secarik kertas putih bertuliskan tinta biru terjatuh didekat kaki saya. Ketika saya memungutnya, saya tersenyum. Disitu tertulis my 3 months wish yang saya tuliskan pada tanggal 22 Desember 2004. Secara saya pernah mengupas tuntas mengenai hal ini diblog beberapa waktu lalu, maka herewith saya tuliskan apa yang menjadi wish saya dalam tiga bulan semenjak Desember tahun yang lalu.
1. Punya income yang lebih supaya bisa menabung lebih banyak dan membereskan semua persoalan finansial.
==> Siapa sih didunia ini yang tidak perlu uang, untuk itulah makanya diperlukan income yang cukup agar bisa memenuhi hak dan kewajiban sebagai seorang manusia dengan uangnya :) .. setelah tiga bulan, Alhamdullilah bahwa saya bisa menabung lebih dari cukup, alias lebih dari biasanya.
2. Punya "teman hidup"yang sangat mencintai saya dan memanjakan dan menjaga saya serta penuh pengertian.
==> Kalau yang ini mungkin agak-agak 'leby' jadinya ya saya sendiri mau mengomentari sudah ketawa dengan muka kayak kepiting rebus. HAHAHAHAHA. That so-called a perfect partner yang everybody dreams of nampaknya. Jadi setelah tiga bulan, it comes up with ... NOTHING ...
3. Berkarier dan berkarya lebih baik lagi sehingga bisa lebih dipercaya dan diandalkan oleh Mr. and Mrs. Ambassador dan rekan kerja lainnya baik home staff ataupun local staff dan juga rekanan kerja lainnya dari luar lingkungan kedutaan besar.
==> Untuk yang ini juga Alhamdullillah semuanya berjalan lancar.
Maka untuk selanjutnya saya akan menuliskan kembali my 3 months wish untuk kemudian saya letakkan di dompet baru saya ini yang kinclong dan datang dari Hong Kong. Mungkin ini berhubungan dengan superstitious tapi percaya atau tidak, mostly it happens ..
Berminat ? silahkan coba .. :)
Hari ini saya dapat oleh-oleh sebuah dompet kulit warna coklat dari Mr. Attache of Defense yang baru saja kembali dari Hong Kong. Maka berakhirlah tugas sang dompet Khmer yang saya beli beberapa waktu lalu di airport.
Ketika saya memindah-mindahkan surat-surat dan kartu nama yang ada di dompet lama ke dompet baru, tiba-tiba saja secarik kertas putih bertuliskan tinta biru terjatuh didekat kaki saya. Ketika saya memungutnya, saya tersenyum. Disitu tertulis my 3 months wish yang saya tuliskan pada tanggal 22 Desember 2004. Secara saya pernah mengupas tuntas mengenai hal ini diblog beberapa waktu lalu, maka herewith saya tuliskan apa yang menjadi wish saya dalam tiga bulan semenjak Desember tahun yang lalu.
1. Punya income yang lebih supaya bisa menabung lebih banyak dan membereskan semua persoalan finansial.
==> Siapa sih didunia ini yang tidak perlu uang, untuk itulah makanya diperlukan income yang cukup agar bisa memenuhi hak dan kewajiban sebagai seorang manusia dengan uangnya :) .. setelah tiga bulan, Alhamdullilah bahwa saya bisa menabung lebih dari cukup, alias lebih dari biasanya.
2. Punya "teman hidup"yang sangat mencintai saya dan memanjakan dan menjaga saya serta penuh pengertian.
==> Kalau yang ini mungkin agak-agak 'leby' jadinya ya saya sendiri mau mengomentari sudah ketawa dengan muka kayak kepiting rebus. HAHAHAHAHA. That so-called a perfect partner yang everybody dreams of nampaknya. Jadi setelah tiga bulan, it comes up with ... NOTHING ...
3. Berkarier dan berkarya lebih baik lagi sehingga bisa lebih dipercaya dan diandalkan oleh Mr. and Mrs. Ambassador dan rekan kerja lainnya baik home staff ataupun local staff dan juga rekanan kerja lainnya dari luar lingkungan kedutaan besar.
==> Untuk yang ini juga Alhamdullillah semuanya berjalan lancar.
Maka untuk selanjutnya saya akan menuliskan kembali my 3 months wish untuk kemudian saya letakkan di dompet baru saya ini yang kinclong dan datang dari Hong Kong. Mungkin ini berhubungan dengan superstitious tapi percaya atau tidak, mostly it happens ..
Berminat ? silahkan coba .. :)
TEMAN
Kalau ditanya apa yang dicari sesungguhnya dengan spending time ke tempat yang bisa dikatakan sebagai tempat clubbing, saya mungkin akan menjawab dengan jujur bahwa saya membutuhkan seorang teman, dimana pengertian teman disini adalah teman dalam tanda kutip. Lalu apa sebegitu perlunya kebutuhan berteman dalam tanda kutip itu ?
Kalau ditanya lagi apakah kurang teman di Phnom Penh sini, saya akan menjawab bahwa saya punya temans, teman yang boleh dikatakan bisa diandalkan dalam beberapa hal tertentu dan tidak secara umum. Temans kantor dan bukan teman main karena secara jujur cara bermain saya tentunya tidak sesuai dengan mereka-mereka. I am still single and free while most of them are married atau bergaya main yang ortodoks.
Seperti tadi malam misalnya, saya tidak berusaha menampik tawaran hati untuk pergi having coffee sumwhere near the riverside. So then setelah pulang dan ganti baju, saya kembali menyusuri pinggiran sungai Mekong dengan my beloved Blacky. Sampai kemudian sampailah di Salt Lounge. Sebenarnya lounge yang satu ini sangat sempit, small place tapi punya ambience yang menyenangkan dan sumhow membuat orang menjadi nyaman dan feel at home aja. I was there for about an hour, selama satu jam itu banyak sekali yang terjadi, banyak sekali yang mengajak berkenalan once they know that I am not a Cambodian. Yang membuat saya tersenyum adalah; dari perkenalan tersebut, ada yang mengajak jalan-jalan menyusuri sungai, ada yang mengajak main ke rumahnya [main dalam tanda kutip], ada yang menawari untuk menemani selama satu malam dengan bayaran tertentu, ada yang mengajak untuk clubbing ke salah satu tempat clubbing di Phnom Penh .. pokoknya beragam.
Saya tentunya [dengan wajah manis tersenyum dan polos] menampik semua tawaran itu. Bukan saya munafik saya tidak mau tapi tentunya dengan segala konsekuensi dan risiko yang harus saya ambil, maka saya harus berhati-hati dalam menjalani aturan mainnya.
Setelah cukup puas di lounge tersebut maka saya memutuskan untuk pulang, which honestly speaking, dalam pikiran saya adalah pulang. Tapi kemudian entah kenapa saya ingin sekali mengunjungi Heart of Darkness [which biasanya saya berkunjung kesana itu pada hari Jumat dan Sabtu saja], sesampai di HoD, I met with couple of people that I met before in SoL. Yang saya lakukan adalah sebatas mengobrol saja, tidak lebih dan tidak kurang. Cukup lama diam di HoD dan kemudian ketika waktu menunjukkan pukul dua kurang seperempat dinihari, maka saya memutuskan untuk pulang.
Sesampai dirumah, saat badan telah dibaringkan dengan nyaman dan AC kamar sudah dinyalakan, dalam perjalanan ke pulau Kapuk saya sempat berpikir dan bertanya pada diri sendiri, apa yang sudah saya dapatkan selama hampir tiga jam terakhir ini ? Did I finally meet up sumone ? did I truly need sumone at this moment ? Did I actually only look for sex ?
Saya hanya mampu menghela napas panjang dan kemudian terlelap sambil diiringi oleh American Idol ...
Kalau ditanya apa yang dicari sesungguhnya dengan spending time ke tempat yang bisa dikatakan sebagai tempat clubbing, saya mungkin akan menjawab dengan jujur bahwa saya membutuhkan seorang teman, dimana pengertian teman disini adalah teman dalam tanda kutip. Lalu apa sebegitu perlunya kebutuhan berteman dalam tanda kutip itu ?
Kalau ditanya lagi apakah kurang teman di Phnom Penh sini, saya akan menjawab bahwa saya punya temans, teman yang boleh dikatakan bisa diandalkan dalam beberapa hal tertentu dan tidak secara umum. Temans kantor dan bukan teman main karena secara jujur cara bermain saya tentunya tidak sesuai dengan mereka-mereka. I am still single and free while most of them are married atau bergaya main yang ortodoks.
Seperti tadi malam misalnya, saya tidak berusaha menampik tawaran hati untuk pergi having coffee sumwhere near the riverside. So then setelah pulang dan ganti baju, saya kembali menyusuri pinggiran sungai Mekong dengan my beloved Blacky. Sampai kemudian sampailah di Salt Lounge. Sebenarnya lounge yang satu ini sangat sempit, small place tapi punya ambience yang menyenangkan dan sumhow membuat orang menjadi nyaman dan feel at home aja. I was there for about an hour, selama satu jam itu banyak sekali yang terjadi, banyak sekali yang mengajak berkenalan once they know that I am not a Cambodian. Yang membuat saya tersenyum adalah; dari perkenalan tersebut, ada yang mengajak jalan-jalan menyusuri sungai, ada yang mengajak main ke rumahnya [main dalam tanda kutip], ada yang menawari untuk menemani selama satu malam dengan bayaran tertentu, ada yang mengajak untuk clubbing ke salah satu tempat clubbing di Phnom Penh .. pokoknya beragam.
Saya tentunya [dengan wajah manis tersenyum dan polos] menampik semua tawaran itu. Bukan saya munafik saya tidak mau tapi tentunya dengan segala konsekuensi dan risiko yang harus saya ambil, maka saya harus berhati-hati dalam menjalani aturan mainnya.
Setelah cukup puas di lounge tersebut maka saya memutuskan untuk pulang, which honestly speaking, dalam pikiran saya adalah pulang. Tapi kemudian entah kenapa saya ingin sekali mengunjungi Heart of Darkness [which biasanya saya berkunjung kesana itu pada hari Jumat dan Sabtu saja], sesampai di HoD, I met with couple of people that I met before in SoL. Yang saya lakukan adalah sebatas mengobrol saja, tidak lebih dan tidak kurang. Cukup lama diam di HoD dan kemudian ketika waktu menunjukkan pukul dua kurang seperempat dinihari, maka saya memutuskan untuk pulang.
Sesampai dirumah, saat badan telah dibaringkan dengan nyaman dan AC kamar sudah dinyalakan, dalam perjalanan ke pulau Kapuk saya sempat berpikir dan bertanya pada diri sendiri, apa yang sudah saya dapatkan selama hampir tiga jam terakhir ini ? Did I finally meet up sumone ? did I truly need sumone at this moment ? Did I actually only look for sex ?
Saya hanya mampu menghela napas panjang dan kemudian terlelap sambil diiringi oleh American Idol ...
Wednesday, March 16, 2005
COURTESY CALL
Sudah semenjak seminggu yang lalu, one of my colleague; DUC, menelpon dan mengatakan bahwa his new Ambassador will pay a courtesy call to my Mr. Ambassador. Saya sudah menginformasikan hal ini dan menetapkan tanggalnya yaitu hari ini, Rabu, 16 Maret 2005, pukul 15.30 waktu setempat.
Waktu hari Senin yang lalu PS. DUC [all the colleagues disini selalu memakai istilah PS didepan nama kita masing-masing; maksudnya adalah Personal Secretary, ceritanya mau menyaingi gelar H.E. = His Excellency .. hahahaha :D] menghubungi saya kembali dan mengatakan bahwa his Madame Ambassador akan ikut pula dalam courtesy call tersebut. So then I informed Madame Ambassador pun bahwa beliau diharapkan pula kehadirannya untuk mendampingi Mr. Ambassador menerima courtesy call dari Ambassador-nya PS. DUC.
Pagi ini saya terima telpon dari PS. DUC yang mengatakan bahwa dia ingin memindahkan waktu pertemuan ke pukul 17.00 karena pada pukul 16.00 his Ambassador masih ada pertemuan di Royal Palace. I said okay, I have no problem dengan hal tersebut, sampai kemudian ketika habis makan siang, saya mendapat telepon lagi dari PS. DUC dan dia mengatakan bahwa jika memungkinkan courtesy call dipindah jamnya pukul 15.00. HAH ??? .. does he have any idea bagaimana mood orang yang akan ditemui dengan jadwal yang tidak steady, dengan jadwal yang berubah-ubah especially level-annya Mr. Ambassador. I definitely dengan gaya sedikit judes [lhaa émang judes sich, wong dibilangnya aja Mr. Jutek oleh seseorang karena suka ndak balas sms katanya ... ya kan ? .. hihihihi] mengatakan pada PS. DUC :
Me : "DUC, if your Ambassador cannot make it today at 5 pm. I think it will be better for us to postpone the meeting till further notice. Say .. sumtimes around next week ?"
DUC : "Hary, please understand, I am just afraid that the meeting in Royal Palace will take more than 5 o'clock."
Me : "But you've been changing three times already. What do you expect me to say to my Ambassador ? I am just avoiding any bad thing happens. You know very well that this little dear so-called Courtesy Call even only 15 minutes meeting but involve a lot of things especially the protocol thing."
DUC: "Hary, please don't get angry. I will try my best to be in your Embassy at 5 this afternoon."
Me: "You better, otherwise see you next week."
Lalu pada pukul dua tigapuluh menit siang hari, PS. DUC kembali menelpon saya dan mengatakan bahwa meeting tetap akan diadakan pada pukul 17.00. Maka saya dengan berseri-seri pun mengatakan terima kasih kepadanya.
Tepat pukul 17.00, His Excellency Mr. Ambassador Extraordinary and Plenipotentiary of Socialist Republic of Vietnam and Madame Nguyen Chien Thang memasuki ruang Indonesia dan diterima oleh His Excellency Mr. Ambassador Extraordinary and Plenipotentiary of the Republic of Indonesia and Madame Nani Nurrachman Oerip.
Sudah semenjak seminggu yang lalu, one of my colleague; DUC, menelpon dan mengatakan bahwa his new Ambassador will pay a courtesy call to my Mr. Ambassador. Saya sudah menginformasikan hal ini dan menetapkan tanggalnya yaitu hari ini, Rabu, 16 Maret 2005, pukul 15.30 waktu setempat.
Waktu hari Senin yang lalu PS. DUC [all the colleagues disini selalu memakai istilah PS didepan nama kita masing-masing; maksudnya adalah Personal Secretary, ceritanya mau menyaingi gelar H.E. = His Excellency .. hahahaha :D] menghubungi saya kembali dan mengatakan bahwa his Madame Ambassador akan ikut pula dalam courtesy call tersebut. So then I informed Madame Ambassador pun bahwa beliau diharapkan pula kehadirannya untuk mendampingi Mr. Ambassador menerima courtesy call dari Ambassador-nya PS. DUC.
Pagi ini saya terima telpon dari PS. DUC yang mengatakan bahwa dia ingin memindahkan waktu pertemuan ke pukul 17.00 karena pada pukul 16.00 his Ambassador masih ada pertemuan di Royal Palace. I said okay, I have no problem dengan hal tersebut, sampai kemudian ketika habis makan siang, saya mendapat telepon lagi dari PS. DUC dan dia mengatakan bahwa jika memungkinkan courtesy call dipindah jamnya pukul 15.00. HAH ??? .. does he have any idea bagaimana mood orang yang akan ditemui dengan jadwal yang tidak steady, dengan jadwal yang berubah-ubah especially level-annya Mr. Ambassador. I definitely dengan gaya sedikit judes [lhaa émang judes sich, wong dibilangnya aja Mr. Jutek oleh seseorang karena suka ndak balas sms katanya ... ya kan ? .. hihihihi] mengatakan pada PS. DUC :
Me : "DUC, if your Ambassador cannot make it today at 5 pm. I think it will be better for us to postpone the meeting till further notice. Say .. sumtimes around next week ?"
DUC : "Hary, please understand, I am just afraid that the meeting in Royal Palace will take more than 5 o'clock."
Me : "But you've been changing three times already. What do you expect me to say to my Ambassador ? I am just avoiding any bad thing happens. You know very well that this little dear so-called Courtesy Call even only 15 minutes meeting but involve a lot of things especially the protocol thing."
DUC: "Hary, please don't get angry. I will try my best to be in your Embassy at 5 this afternoon."
Me: "You better, otherwise see you next week."
Lalu pada pukul dua tigapuluh menit siang hari, PS. DUC kembali menelpon saya dan mengatakan bahwa meeting tetap akan diadakan pada pukul 17.00. Maka saya dengan berseri-seri pun mengatakan terima kasih kepadanya.
Tepat pukul 17.00, His Excellency Mr. Ambassador Extraordinary and Plenipotentiary of Socialist Republic of Vietnam and Madame Nguyen Chien Thang memasuki ruang Indonesia dan diterima oleh His Excellency Mr. Ambassador Extraordinary and Plenipotentiary of the Republic of Indonesia and Madame Nani Nurrachman Oerip.
Friday, March 11, 2005
JALAN
Mr. Ambassador hari ini berangkat menuju Siem Reap meninjau proyek ITASA di Angkor Wat. Sebagai salah satu negara yang juga memiliki candi yang masuk dalam kategori harta dunia, Indonesia ikut pula berpartisipasi dalam proses pelestarian candi Angkor which for sure this temples are much much better than Indonesia's temple. Saya tidak mengecilkan arti sesungguhnya dari eksistensi candi di Indonesia, saya hanya terkagum-kagum dengan koordinasi, kedisiplinan dan cara bangsa Kamboja menjaga dan melestarikan peninggalan sejarahnya.
Pagi ini diisi dengan sedikit keributan kecil. Buat sebagian orang it's not a big deal tapi buat saya pribadi, it's a big deal. Ceritanya begini :
Pagi ini saya bangun sedikit telat sekitar jam setengah sembilan, maklumlah hari libur dan juga Mr. Ambassador sedang bepergian keluar kota. Saya berencana untuk ke kantor sebentar mengurus undangan dinner hari Minggu malam dan saya berencana untuk berangkat sekitar pukul sembilan pagi.
Ketika saya membuka pintu untuk menuju ruang setrika sekaligus merangkap ruang pakaian, saya berpapasan dengan Madame Butler. Beliau bilang bahwa beliau mau ke laundry sekalian belanja dan sudah meminta mobil dari Mr. Aich-one, she told me bahwa Mr. Aich-one sudah memberi Sulaeman untuk mendampingi Madame Butler. I said fine. So then I took a bath dan merapihkan diri. Setelah itu saya turun kebawah.
Sesampai dibawah, I found no car. I mean karena Chan Tha harus mengantar Mr. Ambassador ke Siem Reap so then sebagai gantinya Ismael diminta untuk stand by sebagai supirnya Madame Ambassador. Dan yang terjadi adalah tidak ada mobil sama sekali. Van yang harusnya dipakai untuk Madame Ambassador ternyata dipakai belanja oleh Madame Butler. I was so upset dan angry knowing that.
Bukan masalah penggunaan mobilnya tapi caranya. Madame Butler sudah request satu mobil kepada Mr. Aich-one dan Mr. Aich-one sudah memberi, lalu kenapa harus memakai mobil dan supir yang diperuntukkan bagi Madame Ambassador ? luckily bahwa Madame Ambassador tidak ada rencana dadakan pukul 9, seandainya ada ? lalu bagaimana ?
Anyway, hari ini diisi dengan menemani Madame Ambassador melakukan serangkaian kegiatan. Pertama adalah pukul sepuluh pagi menuju KBRI yang tentunya untuk beliau merupakan kunjungan pertamanya di gedung baru nan megah ini. Madame Ambassador didampingi oleh Madame Gallery. Banyak yang dibicarakan diantara mereka berdua terutama mengenai tata letak dan tata atur barang-barang yang ada dan barang-barang yang kemungkinan akan diminta untuk diadakan. Secara gambaran walaupun tidak detail namun sudah tampak seperti apa terlihatnya nanti ruang tamu Mr. Ambassador.
"Har, kamu nyaman kerja ditempat terbuka seperti ini ? tempat yang jadi lalu lalangnya orang ?" .. kira-kira begitulah pertanyaan Madame Ambassador pada saya.
"Masalahnya, Bu, sudah tidak ada ruangan lagi disini dan satu-satunya ruangan yang bisa dibuat untuk saya sehingga saya bisa memantau dan menyaring siapa-siapa yang mau masuk ke ruang Bapak, hanya tempat ini" ..
"Iya saya mengerti tapi alangkah lebih baiknya jika kamu ada disatu ruangan. Posisi kamu adalah posisi vital dimana banyak sekali dokumen confidential dan hal-hal yang berbau rahasia yang kamu pegang, belum lagi pembicaraan-pembicaraan di telpon. Belum lagi .. ini amit-amit yaa .. misalnya ada barang hilang. Kepada siapa kamu mau bertanya ? karena ruangan kamu adalah jalan umum orang-orang" ..
"Lalu harus bagaimana ? kalau saya jadi satu dengan staf Politik, saya pikir ruangannya tidak akan cukup. Ibu bisa lihat sendiri sekarang kondisi ruangan staf Politik."
I opened pintu ruangan Mr. Jack Busro and Mr. Ith Vuthy .. dan Madame Ambassador and Madame Gallery tercengang melihat tata letak dan atur ruangan kedua orang tersebut, belum lagi ditambah dengan .. ehm ... semerbaknya ruangan yang agak - agak strange ..
Selama ini saya bekerja diruangan didepan ruang Mr. Ambassador dan berusaha untuk menikmati apa adanya walaupun saya tahu bahwa saya tidak mempunyai privacy sama sekali, bayangkan saja bahwa semua orang bisa tahu saya browse kemana saja atau saya sedang melakukan apa dengan komputer saya. Semua orang bisa mendengar dengan siapa saya berbicara di telpon. Secara lebih mendalam saya tahu bahwasanya posisi saya duduk adalah posisi riskan namun saya harus belajar untuk bisa mengantisipasi semuanya dan bisa meredam semuanya. Kalaupun Madame Ambassador sudah mengatakan kepada Mr. Ambassador bahwa saya akan pindah ketempat staf Politik dan staf Politik akan pindah kebawah, pada saatnya nanti waktu aplikasinya, I don't know what will happen, honestly speaking. Bukannya apa-apa, sekarang saja hanya gara-gara masalah pintu kamar tamu dan pintu toilet plus tangga, sudah membuat heboh satu Kamboja Raya, apalagi kalau sampai saya punya satu ruangan sendiri dan ruang tersebut adalah ruang yang cukup luas. Ngga tahu kenapa tapi tampaknya SIRIKISASI begitu merajalela di Kedutaan tercinta ini apalagi jika terkait dengan urusan Sekretaris Pribadi Duta Besar ...
Pembahasan mengenai tata letak dan tata atur ruangan berjalan cukup lama antara Madame Ambassador dan Madame Gallery, saya hanya mengikuti sesekali, secara saya sibuk dengan ruangan saya sendiri dan juga memberi makan ikan-ikan di kolam.
Dari Kedutaan, saya dan Madame Ambassador kembali ke Wisma Duta, drop Madame Ambassador dan setelah itu saya mengantarkan Madame Gallery to her house. From her house, saya segera kembali ke Wisma karena Meneer Van Maghel sudah akan menjemput saya untuk shalat Jumat di Toul Tom Pong.
Selesai shalat Jumat saya seperti biasa makan siang kediamannya Meneer Van Maghel. Dari situ saya jalan-jalan berkeliling Phnom Penh mencari beberapa barang yang dibutuhkan oleh saya pribadi.
Setelah itu saya kembali ke Wisma dan menonton DVD sampai waktunya dijemput oleh Mr. Aich-one untuk makan malam bersama dengan Meneer Van Maghel dan Mr. Jack Busro.
Mr. Ambassador hari ini berangkat menuju Siem Reap meninjau proyek ITASA di Angkor Wat. Sebagai salah satu negara yang juga memiliki candi yang masuk dalam kategori harta dunia, Indonesia ikut pula berpartisipasi dalam proses pelestarian candi Angkor which for sure this temples are much much better than Indonesia's temple. Saya tidak mengecilkan arti sesungguhnya dari eksistensi candi di Indonesia, saya hanya terkagum-kagum dengan koordinasi, kedisiplinan dan cara bangsa Kamboja menjaga dan melestarikan peninggalan sejarahnya.
Pagi ini diisi dengan sedikit keributan kecil. Buat sebagian orang it's not a big deal tapi buat saya pribadi, it's a big deal. Ceritanya begini :
Pagi ini saya bangun sedikit telat sekitar jam setengah sembilan, maklumlah hari libur dan juga Mr. Ambassador sedang bepergian keluar kota. Saya berencana untuk ke kantor sebentar mengurus undangan dinner hari Minggu malam dan saya berencana untuk berangkat sekitar pukul sembilan pagi.
Ketika saya membuka pintu untuk menuju ruang setrika sekaligus merangkap ruang pakaian, saya berpapasan dengan Madame Butler. Beliau bilang bahwa beliau mau ke laundry sekalian belanja dan sudah meminta mobil dari Mr. Aich-one, she told me bahwa Mr. Aich-one sudah memberi Sulaeman untuk mendampingi Madame Butler. I said fine. So then I took a bath dan merapihkan diri. Setelah itu saya turun kebawah.
Sesampai dibawah, I found no car. I mean karena Chan Tha harus mengantar Mr. Ambassador ke Siem Reap so then sebagai gantinya Ismael diminta untuk stand by sebagai supirnya Madame Ambassador. Dan yang terjadi adalah tidak ada mobil sama sekali. Van yang harusnya dipakai untuk Madame Ambassador ternyata dipakai belanja oleh Madame Butler. I was so upset dan angry knowing that.
Bukan masalah penggunaan mobilnya tapi caranya. Madame Butler sudah request satu mobil kepada Mr. Aich-one dan Mr. Aich-one sudah memberi, lalu kenapa harus memakai mobil dan supir yang diperuntukkan bagi Madame Ambassador ? luckily bahwa Madame Ambassador tidak ada rencana dadakan pukul 9, seandainya ada ? lalu bagaimana ?
Anyway, hari ini diisi dengan menemani Madame Ambassador melakukan serangkaian kegiatan. Pertama adalah pukul sepuluh pagi menuju KBRI yang tentunya untuk beliau merupakan kunjungan pertamanya di gedung baru nan megah ini. Madame Ambassador didampingi oleh Madame Gallery. Banyak yang dibicarakan diantara mereka berdua terutama mengenai tata letak dan tata atur barang-barang yang ada dan barang-barang yang kemungkinan akan diminta untuk diadakan. Secara gambaran walaupun tidak detail namun sudah tampak seperti apa terlihatnya nanti ruang tamu Mr. Ambassador.
"Har, kamu nyaman kerja ditempat terbuka seperti ini ? tempat yang jadi lalu lalangnya orang ?" .. kira-kira begitulah pertanyaan Madame Ambassador pada saya.
"Masalahnya, Bu, sudah tidak ada ruangan lagi disini dan satu-satunya ruangan yang bisa dibuat untuk saya sehingga saya bisa memantau dan menyaring siapa-siapa yang mau masuk ke ruang Bapak, hanya tempat ini" ..
"Iya saya mengerti tapi alangkah lebih baiknya jika kamu ada disatu ruangan. Posisi kamu adalah posisi vital dimana banyak sekali dokumen confidential dan hal-hal yang berbau rahasia yang kamu pegang, belum lagi pembicaraan-pembicaraan di telpon. Belum lagi .. ini amit-amit yaa .. misalnya ada barang hilang. Kepada siapa kamu mau bertanya ? karena ruangan kamu adalah jalan umum orang-orang" ..
"Lalu harus bagaimana ? kalau saya jadi satu dengan staf Politik, saya pikir ruangannya tidak akan cukup. Ibu bisa lihat sendiri sekarang kondisi ruangan staf Politik."
I opened pintu ruangan Mr. Jack Busro and Mr. Ith Vuthy .. dan Madame Ambassador and Madame Gallery tercengang melihat tata letak dan atur ruangan kedua orang tersebut, belum lagi ditambah dengan .. ehm ... semerbaknya ruangan yang agak - agak strange ..
Selama ini saya bekerja diruangan didepan ruang Mr. Ambassador dan berusaha untuk menikmati apa adanya walaupun saya tahu bahwa saya tidak mempunyai privacy sama sekali, bayangkan saja bahwa semua orang bisa tahu saya browse kemana saja atau saya sedang melakukan apa dengan komputer saya. Semua orang bisa mendengar dengan siapa saya berbicara di telpon. Secara lebih mendalam saya tahu bahwasanya posisi saya duduk adalah posisi riskan namun saya harus belajar untuk bisa mengantisipasi semuanya dan bisa meredam semuanya. Kalaupun Madame Ambassador sudah mengatakan kepada Mr. Ambassador bahwa saya akan pindah ketempat staf Politik dan staf Politik akan pindah kebawah, pada saatnya nanti waktu aplikasinya, I don't know what will happen, honestly speaking. Bukannya apa-apa, sekarang saja hanya gara-gara masalah pintu kamar tamu dan pintu toilet plus tangga, sudah membuat heboh satu Kamboja Raya, apalagi kalau sampai saya punya satu ruangan sendiri dan ruang tersebut adalah ruang yang cukup luas. Ngga tahu kenapa tapi tampaknya SIRIKISASI begitu merajalela di Kedutaan tercinta ini apalagi jika terkait dengan urusan Sekretaris Pribadi Duta Besar ...
Pembahasan mengenai tata letak dan tata atur ruangan berjalan cukup lama antara Madame Ambassador dan Madame Gallery, saya hanya mengikuti sesekali, secara saya sibuk dengan ruangan saya sendiri dan juga memberi makan ikan-ikan di kolam.
Dari Kedutaan, saya dan Madame Ambassador kembali ke Wisma Duta, drop Madame Ambassador dan setelah itu saya mengantarkan Madame Gallery to her house. From her house, saya segera kembali ke Wisma karena Meneer Van Maghel sudah akan menjemput saya untuk shalat Jumat di Toul Tom Pong.
Selesai shalat Jumat saya seperti biasa makan siang kediamannya Meneer Van Maghel. Dari situ saya jalan-jalan berkeliling Phnom Penh mencari beberapa barang yang dibutuhkan oleh saya pribadi.
Setelah itu saya kembali ke Wisma dan menonton DVD sampai waktunya dijemput oleh Mr. Aich-one untuk makan malam bersama dengan Meneer Van Maghel dan Mr. Jack Busro.
Thursday, March 10, 2005
JEMPUT, JALAN, JANJI
Hari ini tanggal 10 Maret. Seperti yang sudah dikatakan baik melalui sms ataupun telpon bahwa Madame Ambassador hari ini akan tiba sore hari setelah berdiam di tanah air selama kurang lebih tiga bulan. Tidak ada yang istimewa, hanya saja saya merasa hari ini merupakan hari yang dinanti-nanti dengan sabar dan kini saatnya untuk kembali menarik napas panjang pertanda kelegaan hati.
Terus terang saja sejak Madame Ambassador kembali ke tanah air dalam rangka periksa kesehatan beliau, saya hanya menanamkan satu perasaan pasrah selama menjalani pekerjaan dan tugas yang dibebankan oleh negara kepada saya. Bukan saya mengeluh ataupun tidak menyukai apa yang saya kerjakan tapi ini semua kembali kepada masalah lumrah, normal dan sewajarnya.
Tadinya saya pikir saya akan menentang semua kebijakan mengenai kerja sampai larut malam ataupun sampai dengan pagi-pagi tapi kemudian saya menemukan satu strategi dimana akhirnya saya bisa mengakomodir kekesalan hati saya dengan hal-hal yang kiranya menyenangkan hati dan selalu berpikir jika saya menggunakan fasilitas yang tersedia, saya memang berhak untuk mendapatkannya mengingat segala yang telah saya lakukan selama ini.
Pesawat tiba tepat pada waktunya karena biasanya dari Singapore ke Phnom Penh selalu kosong, tidak sepenuh dari Phnom Penh ke Singapore. Madame Ambassador keluar dari pesawat dan saya bersama Mr. Aich-one segera menyambut beliau. She looks so fresh and terlihat kalem dan seperti biasa penuh senyum. Saya dan beliau segera menuju ke CMD 34 - 002 dan meluncur ke Wisma Duta.
Dalam perjalanan saya hanya meng-update beberapa hal yang beliau tanyakan, kami tidak bicara banyak mengenai pekerjaan ataupun kendala-kendala yang dihadapi, kami lebih banyak bicara bertukar kabar mengenai apa yang telah terjadi setelah terakhir kita bertemu di Jakarta awal Februari tahun ini.
Malam ini adalah malam libur karena besok hari Jumat merupakan hari raya Nyepi bagi umat Hindu dan seperti biasa karena kalendar Indonesia merupakan tanggal merah maka Kedutaan pun secara resmi diliburkan [padahal kan baru libur kemarin hari Selasa].
Mulailah kembali tugas saya mengurus Mr and Madame Ambassador. Malam sebelum tidur, saya menanyakan beliau mengenai jadwal perjalanan beliau besok hendak kemana. Setelah berpikir sejenak, beliau memutuskan untuk pergi ke beberapa tempat dan akan mulai jalan sekitar pukul 10 pagi.
Beliau pun berkata bahwa beliau ingin bercerita mengenai satu hal which for me I've already known what the topic would be but saya memegang janji untuk tidak berkata apa-apa sampai dengan saatnya tiba.
I keep that promisse for a time being.
Hari ini tanggal 10 Maret. Seperti yang sudah dikatakan baik melalui sms ataupun telpon bahwa Madame Ambassador hari ini akan tiba sore hari setelah berdiam di tanah air selama kurang lebih tiga bulan. Tidak ada yang istimewa, hanya saja saya merasa hari ini merupakan hari yang dinanti-nanti dengan sabar dan kini saatnya untuk kembali menarik napas panjang pertanda kelegaan hati.
Terus terang saja sejak Madame Ambassador kembali ke tanah air dalam rangka periksa kesehatan beliau, saya hanya menanamkan satu perasaan pasrah selama menjalani pekerjaan dan tugas yang dibebankan oleh negara kepada saya. Bukan saya mengeluh ataupun tidak menyukai apa yang saya kerjakan tapi ini semua kembali kepada masalah lumrah, normal dan sewajarnya.
Tadinya saya pikir saya akan menentang semua kebijakan mengenai kerja sampai larut malam ataupun sampai dengan pagi-pagi tapi kemudian saya menemukan satu strategi dimana akhirnya saya bisa mengakomodir kekesalan hati saya dengan hal-hal yang kiranya menyenangkan hati dan selalu berpikir jika saya menggunakan fasilitas yang tersedia, saya memang berhak untuk mendapatkannya mengingat segala yang telah saya lakukan selama ini.
Pesawat tiba tepat pada waktunya karena biasanya dari Singapore ke Phnom Penh selalu kosong, tidak sepenuh dari Phnom Penh ke Singapore. Madame Ambassador keluar dari pesawat dan saya bersama Mr. Aich-one segera menyambut beliau. She looks so fresh and terlihat kalem dan seperti biasa penuh senyum. Saya dan beliau segera menuju ke CMD 34 - 002 dan meluncur ke Wisma Duta.
Dalam perjalanan saya hanya meng-update beberapa hal yang beliau tanyakan, kami tidak bicara banyak mengenai pekerjaan ataupun kendala-kendala yang dihadapi, kami lebih banyak bicara bertukar kabar mengenai apa yang telah terjadi setelah terakhir kita bertemu di Jakarta awal Februari tahun ini.
Malam ini adalah malam libur karena besok hari Jumat merupakan hari raya Nyepi bagi umat Hindu dan seperti biasa karena kalendar Indonesia merupakan tanggal merah maka Kedutaan pun secara resmi diliburkan [padahal kan baru libur kemarin hari Selasa].
Mulailah kembali tugas saya mengurus Mr and Madame Ambassador. Malam sebelum tidur, saya menanyakan beliau mengenai jadwal perjalanan beliau besok hendak kemana. Setelah berpikir sejenak, beliau memutuskan untuk pergi ke beberapa tempat dan akan mulai jalan sekitar pukul 10 pagi.
Beliau pun berkata bahwa beliau ingin bercerita mengenai satu hal which for me I've already known what the topic would be but saya memegang janji untuk tidak berkata apa-apa sampai dengan saatnya tiba.
I keep that promisse for a time being.
Wednesday, March 09, 2005
VISA, PINTU, MAKAN SIANG
Tadi malam susah sekali untuk bisa tidur. Setelah bekerja hampir seharian dan dalam rangka libur pula. Tapi mostly the most important adalah menikmati kehidupan itu sendiri sehingga ketika kita menjalankan sesuatu yang tidak seharusnya [seperti libur tapi harus bekerja], kita dapat menjalaninya dengan hati terang, tenang dan senang.
Seperti juga pagi ini ketika ketenangan saya dalam menyambut pagi dengan ritual mendengarkan musik-musik lembut terusik oleh bunyi telpon tangan saya yang berdering berulang-ulang. Salah satu Home Staff yang menelpon ternyata, Mr. Economic Counsellor mengatakan bahwa Excellency HOR Namhong, the Minister of Foreign Affair baru saja menghubungi beliau dari Singapura dan mengatakan bahwa beliau tidak diperkenankan masuk ke Indonesia dan meminta Mr. Ambassador untuk menelpon beliau.
GUBRAAAKKSSS ... !!! ..
That's not a good sign. Maka dengan berat hati namun mengucap Bismillah, saya menelpon Mr. Ambassador kemudian mem-brief beliau dengan kasus yang sedang terjadi. I pass all the messages including nomor telpon H.E. Mr. Minister.
Dan dimulailah kesibukan hari ini. I did not enjoy the music at all karena tiba-tiba saja suasana kedutaan yang biasanya aman, damai, tentram dan sentosa tiba-tiba berubah menjadi tense dan segala sesuatunya dilakukan tanpa senyum. Dooohhh ... another day in paradise :p
Belum selesai urusan visa, tiba-tiba saja urusan pintu kembali mencuat ke permukaan. Nampaknya semua orang tidak ambil pusing dengan peraturan yang dikeluarkan oleh Mr. Ambassadornya sendiri. I was so angry, buat saya pribadi berarti hal tersebut adalah indikasi dari tidak menaruh hormatnya para orang-orang yang protes tersebut kepada Mr. Ambassador. Mulai dari pintu toilet ruang tamu, pintu masuk ruang tamu, pintu tangga Mr. Ambassador sampai dengan pintu keluar dari ruang saya menuju ruang tamu, menjadi satu permasalahan dengan masing orang yang berbeda.
Dan kejadian pagi ini ditutup dengan telatnya jam makan siang. Biasanya paling lambat pukul satu Mr. Ambassador sudah meninggalkan tempat namun tampaknya hari ini menjadi berbeda karena terusnya orang yang dipanggil bergiliran datang ke ruang beliau, so beliau baru saja pulang pukul dua siang untuk makan siang.
Sementara saya ? .. menikmati nasi goreng that supposed to eat on Breakfast. What can I do ? *sigh* .. memang sudah menjadi konsekuensinya namun buat saya dan saya menerima hal tersebut dengan baik. What do you expect more ?
Tadi malam susah sekali untuk bisa tidur. Setelah bekerja hampir seharian dan dalam rangka libur pula. Tapi mostly the most important adalah menikmati kehidupan itu sendiri sehingga ketika kita menjalankan sesuatu yang tidak seharusnya [seperti libur tapi harus bekerja], kita dapat menjalaninya dengan hati terang, tenang dan senang.
Seperti juga pagi ini ketika ketenangan saya dalam menyambut pagi dengan ritual mendengarkan musik-musik lembut terusik oleh bunyi telpon tangan saya yang berdering berulang-ulang. Salah satu Home Staff yang menelpon ternyata, Mr. Economic Counsellor mengatakan bahwa Excellency HOR Namhong, the Minister of Foreign Affair baru saja menghubungi beliau dari Singapura dan mengatakan bahwa beliau tidak diperkenankan masuk ke Indonesia dan meminta Mr. Ambassador untuk menelpon beliau.
GUBRAAAKKSSS ... !!! ..
That's not a good sign. Maka dengan berat hati namun mengucap Bismillah, saya menelpon Mr. Ambassador kemudian mem-brief beliau dengan kasus yang sedang terjadi. I pass all the messages including nomor telpon H.E. Mr. Minister.
Dan dimulailah kesibukan hari ini. I did not enjoy the music at all karena tiba-tiba saja suasana kedutaan yang biasanya aman, damai, tentram dan sentosa tiba-tiba berubah menjadi tense dan segala sesuatunya dilakukan tanpa senyum. Dooohhh ... another day in paradise :p
Belum selesai urusan visa, tiba-tiba saja urusan pintu kembali mencuat ke permukaan. Nampaknya semua orang tidak ambil pusing dengan peraturan yang dikeluarkan oleh Mr. Ambassadornya sendiri. I was so angry, buat saya pribadi berarti hal tersebut adalah indikasi dari tidak menaruh hormatnya para orang-orang yang protes tersebut kepada Mr. Ambassador. Mulai dari pintu toilet ruang tamu, pintu masuk ruang tamu, pintu tangga Mr. Ambassador sampai dengan pintu keluar dari ruang saya menuju ruang tamu, menjadi satu permasalahan dengan masing orang yang berbeda.
Dan kejadian pagi ini ditutup dengan telatnya jam makan siang. Biasanya paling lambat pukul satu Mr. Ambassador sudah meninggalkan tempat namun tampaknya hari ini menjadi berbeda karena terusnya orang yang dipanggil bergiliran datang ke ruang beliau, so beliau baru saja pulang pukul dua siang untuk makan siang.
Sementara saya ? .. menikmati nasi goreng that supposed to eat on Breakfast. What can I do ? *sigh* .. memang sudah menjadi konsekuensinya namun buat saya dan saya menerima hal tersebut dengan baik. What do you expect more ?
Monday, March 07, 2005
MOBIL BARU, GANYANG, GELORA
Sudah dari hari Minggu siang pukul satu saya di kantor dan hanya pulang tadi pagi pukul delapan untuk tiduran sebentar, jam sepuluh lewat Bude Kundarti sudah membangunkan, saya minta ekstra waktu lagi sekitar setengah jam and alhasil pukul setengah duabelas siang saya baru ada di kantor lagi.
Perjalanan dari Wisma menuju kantor yang biasanya ditempuh dalam waktu kurang dari tujuh menit, tadi saya tempuh dengan waktu kurang lebih sepuluh menit. Tentunya hal itu dilakukan tidak tanpa alasan. Mr. Aich-one menjemput saya dengan kendaraan barunya. Mobil baru Camry which tahunnya tahun berapa saya tidak tahu [maklumlah pengetahuan saya tentang mobil nol besar]. Camry hitam dan saya bisa lihat tatapan serta perasaan bangganya akan mobil tersebut walaupun mobil tersebut adalah mobil second hand tapi nyamannya tidak kalah dengan mobil baru.
Perjuangan dan kesabarannya dalam meniti titian untuk mendapatkan mobil tersebut patut diacungi jempol. Saya kagum dengan keuletan dan kegesitannya. Mr. Aich-one adalah salah satu orang andalan kedutaan, terlebih lagi dia adalah Protocol Officer yang punya kenalan hampir satu Kamboja Raya ini. Wherever we go with him, there's always somebody said hi dan menanyakan kabarnya.
Sebelas tahun hidupnya dihabiskan disini dan dia sudah menjadi bagian dari masyarakat sini, bahkan he's married with a Cambodian girl. Seorang putri Kamboja yang cantik, mungil dan dokter gigi pula.
Tanpa terasa perjalanan sepuluh menit terlalui dan sampailah saya dikantor tercinta ini. Kembali mendedikasikan hidup untuk negara tercinta Indonesia Raya yang sedang menangis saat ini.
Begitu sampai di meja seperti biasa saya menyalakan komputer dan mencari berita seputar tanah air dan kembali saya membelalakkan mata menatap kalimat-kalimat GANYANG MALAYSIA ..
Seperti kembali ke pelajaran sejarah masa SMP dan SMA, kembali mengingat peristiwa Konfrontasi dengan Malaysia, kembali mengingat gugurnya dua orang KKO yang diterjunkan di perbatasan, kembali mengingat istilah GANYANG, satu istilah yang sudah lama sekali tidak pernah terdengar dan dipakai semenjak peristiwa Konfrontasi dengan Malaysia dan peristiwa September 1965. Saya tidak bisa membaca berita dengan fokus, entah mengapa, yang ada selalu teringat kata-kata .. GANYANG KABIR .. GANYANG KABIR ... yang diteriakkan oleh para gerwan dan gerwani pada subuh 1 Oktober 1965 di Lubang Buaya.
Ada perasaan menggelora dalam dada saat membayangkan bahwa Indonesia akan kembali berperang. Akankah ini terjadi ? tidak cukupkah derita bangsa tercinta dalam menghadapi hidup kesehariannya ? Tsunami, longsor, BBM naik, masalah perbatasan dengan Malaysia, ... bertubi-tubi mendera dinamika hidup negara Indonesia tercinta.
Akankah bangsa kita mampu bangkit dan terus maju ? meninggalkan keterbelakangan, kebodohan, euphoria reformasi dan sebangsanya ? .. I wish. Dollar sudah naik lagi menjadi sembilan ribu tiga ratus", kebutuhan bahan pokok sudah menanjak sedikit demi sedikit, tarif angkot sedang diperjuangkan naik. Lalu bagaimana dengan implementasi subsidi BBM yang dialihkan ? well, as I said .. I doubt it or even it's all lie.
Menangislah Ibu Pertiwi, tumpahkanlah cucur air mata siksa batinmu, untuk anak negeri yang sedang berjuang, meraih arti kemerdekaan yang sesungguhnya .. menangislah Ibu ..
Sudah dari hari Minggu siang pukul satu saya di kantor dan hanya pulang tadi pagi pukul delapan untuk tiduran sebentar, jam sepuluh lewat Bude Kundarti sudah membangunkan, saya minta ekstra waktu lagi sekitar setengah jam and alhasil pukul setengah duabelas siang saya baru ada di kantor lagi.
Perjalanan dari Wisma menuju kantor yang biasanya ditempuh dalam waktu kurang dari tujuh menit, tadi saya tempuh dengan waktu kurang lebih sepuluh menit. Tentunya hal itu dilakukan tidak tanpa alasan. Mr. Aich-one menjemput saya dengan kendaraan barunya. Mobil baru Camry which tahunnya tahun berapa saya tidak tahu [maklumlah pengetahuan saya tentang mobil nol besar]. Camry hitam dan saya bisa lihat tatapan serta perasaan bangganya akan mobil tersebut walaupun mobil tersebut adalah mobil second hand tapi nyamannya tidak kalah dengan mobil baru.
Perjuangan dan kesabarannya dalam meniti titian untuk mendapatkan mobil tersebut patut diacungi jempol. Saya kagum dengan keuletan dan kegesitannya. Mr. Aich-one adalah salah satu orang andalan kedutaan, terlebih lagi dia adalah Protocol Officer yang punya kenalan hampir satu Kamboja Raya ini. Wherever we go with him, there's always somebody said hi dan menanyakan kabarnya.
Sebelas tahun hidupnya dihabiskan disini dan dia sudah menjadi bagian dari masyarakat sini, bahkan he's married with a Cambodian girl. Seorang putri Kamboja yang cantik, mungil dan dokter gigi pula.
Tanpa terasa perjalanan sepuluh menit terlalui dan sampailah saya dikantor tercinta ini. Kembali mendedikasikan hidup untuk negara tercinta Indonesia Raya yang sedang menangis saat ini.
Begitu sampai di meja seperti biasa saya menyalakan komputer dan mencari berita seputar tanah air dan kembali saya membelalakkan mata menatap kalimat-kalimat GANYANG MALAYSIA ..
Seperti kembali ke pelajaran sejarah masa SMP dan SMA, kembali mengingat peristiwa Konfrontasi dengan Malaysia, kembali mengingat gugurnya dua orang KKO yang diterjunkan di perbatasan, kembali mengingat istilah GANYANG, satu istilah yang sudah lama sekali tidak pernah terdengar dan dipakai semenjak peristiwa Konfrontasi dengan Malaysia dan peristiwa September 1965. Saya tidak bisa membaca berita dengan fokus, entah mengapa, yang ada selalu teringat kata-kata .. GANYANG KABIR .. GANYANG KABIR ... yang diteriakkan oleh para gerwan dan gerwani pada subuh 1 Oktober 1965 di Lubang Buaya.
Ada perasaan menggelora dalam dada saat membayangkan bahwa Indonesia akan kembali berperang. Akankah ini terjadi ? tidak cukupkah derita bangsa tercinta dalam menghadapi hidup kesehariannya ? Tsunami, longsor, BBM naik, masalah perbatasan dengan Malaysia, ... bertubi-tubi mendera dinamika hidup negara Indonesia tercinta.
Akankah bangsa kita mampu bangkit dan terus maju ? meninggalkan keterbelakangan, kebodohan, euphoria reformasi dan sebangsanya ? .. I wish. Dollar sudah naik lagi menjadi sembilan ribu tiga ratus", kebutuhan bahan pokok sudah menanjak sedikit demi sedikit, tarif angkot sedang diperjuangkan naik. Lalu bagaimana dengan implementasi subsidi BBM yang dialihkan ? well, as I said .. I doubt it or even it's all lie.
Menangislah Ibu Pertiwi, tumpahkanlah cucur air mata siksa batinmu, untuk anak negeri yang sedang berjuang, meraih arti kemerdekaan yang sesungguhnya .. menangislah Ibu ..
Saturday, March 05, 2005
KAWINAN
Yang paling malas menghadiri di Phnom Penh ini adalah pesta pernikahan, namun dikarenakan hidup sebagai orang asing dinegeri orang maka demi menjaga nama bangsa dan negara serta martabat sebagai orang yang bekerja di kedutaan Indonesia maka acap kali mendapat undangan pernikahan rasanya ingin punya seribu enambelas alasan untuk menghindar.
Memang masalahnya apa sih sampai sebegitunya acap kali mendapat undangan pernikahan lalu malas untuk hadir atau minimal datang setor muka sekedar salaman dengan pengantinnya atau pihak orang tua yang mengundang ?
Pertama, di Phnom Penh ini setiap kali kita menghadiri pesta pernikahan maka amplop yang dipakai untuk memberi uang sebagai tanda terima kasih adalah amplop undangan yang jelas-jelas tertera nama kita sebesar alaihum gambreng.
Bayangkan misalnya kita memasukkan lima dollar kedalam amplop tersebut lalu ketika amplop itu dibuka maka akan terlihat jelas nama kita plus uang lima dollar yang kita beri so then the whole world will see that. Begitu mengetahui hal seperti itu, saya menyiasatinya dengan mengganti amplop undangan itu dengan amplop kosong lalu dengan perasaan tenang mendatangi pesta pernikahan, setelah sampai ditempat pesta, amplop saya berikan kepada pengantin [memang begitu tata caranya disini] dan begitu tahu saya memberikan amplop dengan amplop putih, sang pengantin dengan tenangnya menulis nama saya di amplop putih tersebut. GUBRAAAAKKKSSS .... !!!! oh .. me and my sok-you know syndrome ..
Hal kedua yang membuat saya malas adalah, dalam satu pesta pernikahan, maka setiap tamu dipersilahkan untuk menduduki meja-meja yang telah disediakan [meja bundar seperti kalau mau sitting dinner]. Pertama kali saya datang ke pesta pernikahan, saya datang bersama Bude Kundarti, the butler of Wisma Duta. Kami berdua duduk dengan manis dan rapi menanti dengan sabar hidangan tersaji dihadapan kami. Setelah menunggu hampir lebih dari tigapuluh menit, kami mulai gelisah, hidangan tak tersaji sementara meja-meja disamping kita sudah mulai makan. Wah, apakah karena kami orang asing lalu karena makanan yang dimasak tidak halal maka kemudian untuk mereka didahulukan sementara kami dimasak dahulu ? atau mungkin mereka menyediakan menu khusus untuk kami. Begitu banyak pertanyaan dan lagi-lagi karena kami adalah orang Indonesia dan parahnya lagi adalah orang Jawa, maka kami memutuskan untuk tidak bertanya dan terus menunggu.
Satu persatu-persatu rekans lokal staff berdatangan dan terakhir adalah Mr. Keukun dan Mr. Jack Busro. Begitu seluruh isi meja penuh maka mulailah makanan keluar satu demi satu hingga menu dessert yang terakhir. Lalu saya bertanya kepada Chan Tha dan dia mengatakan bahwa adat istiadat di Cambodia adalah seperti itu, dalam artian jika kita menghadiri resepsi pernikahan dan kemudian kita didudukkan dalam satu meja, makanan tidak akan dihidangkan jika jumlah orang dalam satu meja itu belum mencapai sepuluh orang. Again, GUBRAAAKKSS .. !!!! ... pantesan saja saya harus menunggu hampir satu setengah jam sampai dengan hidangan disajikan semenjak saya duduk dimeja tersebut.
Akan halnya dengan Mr. Ambassador, mengingat kesibukan beliau maka biasanya beliau meminta saya untuk datang menghadiri acara pernikahan jika beliau mendapat undangan dan beliau tidak dapat hadir. Inilah hal ketiga yang membuat saya malas. Pertama masalah amplop, kedua masalah tempat duduk dan ketiga wakil mewakilkan. Namun karena hal tersebut merupakan salah satu dari bagian tugas saya untuk menggantikan beliau maka mau tidak mau saya harus berangkat.
Seperti halnya siang ini. Saya pribadi diundang untuk hadir pada satu acara pernikahan. Mr. Ambassador pun diundang. Karena pertimbangan satu dan lain hal, saya tidak memberikan undangan tersebut untuk Mr. Ambassador, bukan apa-apa, it's a matter of menjaga image beliau walaupun mungkin nantinya ada kemungkinan beliau akan tahu. Masalahnya mengapa saya tidak memberitahukan undangan tersebut adalah karena yang mengundang adalah salah satu tokoh masyarakat Indonesia di Phnom Penh namun saja bukan putra-putri mereka yang menikah namun pembantu rumah tangga mereka yang menikah.
Seandainya saya memberitahukan undangan tersebut kepada Mr. Ambassador, lalu apa yang akan saya katakan kepada beliau jika kemudian beliau bertanya siapakah ini yang menikah ?
Haruskah dengan polosnya saya mengatakan .. "Pembantunya Tuan dan Nyonya Camintel, Sir" ... goosshhh, saya sama sekali tidak mendapatkan bayangan tersebut.
Maka saya pun tadi berangkat ke pesta pernikahan tersebut yang diselenggarakan di salah satu cafe Indonesian food di Phnom Penh -- Bali Cafe dan bentuk penyajian yang buffet membuat saya tersenyum dan segera menghilangkan sejuta enam belas ragu untuk menghadiri pesta pernikahan.
Yang paling malas menghadiri di Phnom Penh ini adalah pesta pernikahan, namun dikarenakan hidup sebagai orang asing dinegeri orang maka demi menjaga nama bangsa dan negara serta martabat sebagai orang yang bekerja di kedutaan Indonesia maka acap kali mendapat undangan pernikahan rasanya ingin punya seribu enambelas alasan untuk menghindar.
Memang masalahnya apa sih sampai sebegitunya acap kali mendapat undangan pernikahan lalu malas untuk hadir atau minimal datang setor muka sekedar salaman dengan pengantinnya atau pihak orang tua yang mengundang ?
Pertama, di Phnom Penh ini setiap kali kita menghadiri pesta pernikahan maka amplop yang dipakai untuk memberi uang sebagai tanda terima kasih adalah amplop undangan yang jelas-jelas tertera nama kita sebesar alaihum gambreng.
Bayangkan misalnya kita memasukkan lima dollar kedalam amplop tersebut lalu ketika amplop itu dibuka maka akan terlihat jelas nama kita plus uang lima dollar yang kita beri so then the whole world will see that. Begitu mengetahui hal seperti itu, saya menyiasatinya dengan mengganti amplop undangan itu dengan amplop kosong lalu dengan perasaan tenang mendatangi pesta pernikahan, setelah sampai ditempat pesta, amplop saya berikan kepada pengantin [memang begitu tata caranya disini] dan begitu tahu saya memberikan amplop dengan amplop putih, sang pengantin dengan tenangnya menulis nama saya di amplop putih tersebut. GUBRAAAAKKKSSS .... !!!! oh .. me and my sok-you know syndrome ..
Hal kedua yang membuat saya malas adalah, dalam satu pesta pernikahan, maka setiap tamu dipersilahkan untuk menduduki meja-meja yang telah disediakan [meja bundar seperti kalau mau sitting dinner]. Pertama kali saya datang ke pesta pernikahan, saya datang bersama Bude Kundarti, the butler of Wisma Duta. Kami berdua duduk dengan manis dan rapi menanti dengan sabar hidangan tersaji dihadapan kami. Setelah menunggu hampir lebih dari tigapuluh menit, kami mulai gelisah, hidangan tak tersaji sementara meja-meja disamping kita sudah mulai makan. Wah, apakah karena kami orang asing lalu karena makanan yang dimasak tidak halal maka kemudian untuk mereka didahulukan sementara kami dimasak dahulu ? atau mungkin mereka menyediakan menu khusus untuk kami. Begitu banyak pertanyaan dan lagi-lagi karena kami adalah orang Indonesia dan parahnya lagi adalah orang Jawa, maka kami memutuskan untuk tidak bertanya dan terus menunggu.
Satu persatu-persatu rekans lokal staff berdatangan dan terakhir adalah Mr. Keukun dan Mr. Jack Busro. Begitu seluruh isi meja penuh maka mulailah makanan keluar satu demi satu hingga menu dessert yang terakhir. Lalu saya bertanya kepada Chan Tha dan dia mengatakan bahwa adat istiadat di Cambodia adalah seperti itu, dalam artian jika kita menghadiri resepsi pernikahan dan kemudian kita didudukkan dalam satu meja, makanan tidak akan dihidangkan jika jumlah orang dalam satu meja itu belum mencapai sepuluh orang. Again, GUBRAAAKKSS .. !!!! ... pantesan saja saya harus menunggu hampir satu setengah jam sampai dengan hidangan disajikan semenjak saya duduk dimeja tersebut.
Akan halnya dengan Mr. Ambassador, mengingat kesibukan beliau maka biasanya beliau meminta saya untuk datang menghadiri acara pernikahan jika beliau mendapat undangan dan beliau tidak dapat hadir. Inilah hal ketiga yang membuat saya malas. Pertama masalah amplop, kedua masalah tempat duduk dan ketiga wakil mewakilkan. Namun karena hal tersebut merupakan salah satu dari bagian tugas saya untuk menggantikan beliau maka mau tidak mau saya harus berangkat.
Seperti halnya siang ini. Saya pribadi diundang untuk hadir pada satu acara pernikahan. Mr. Ambassador pun diundang. Karena pertimbangan satu dan lain hal, saya tidak memberikan undangan tersebut untuk Mr. Ambassador, bukan apa-apa, it's a matter of menjaga image beliau walaupun mungkin nantinya ada kemungkinan beliau akan tahu. Masalahnya mengapa saya tidak memberitahukan undangan tersebut adalah karena yang mengundang adalah salah satu tokoh masyarakat Indonesia di Phnom Penh namun saja bukan putra-putri mereka yang menikah namun pembantu rumah tangga mereka yang menikah.
Seandainya saya memberitahukan undangan tersebut kepada Mr. Ambassador, lalu apa yang akan saya katakan kepada beliau jika kemudian beliau bertanya siapakah ini yang menikah ?
Haruskah dengan polosnya saya mengatakan .. "Pembantunya Tuan dan Nyonya Camintel, Sir" ... goosshhh, saya sama sekali tidak mendapatkan bayangan tersebut.
Maka saya pun tadi berangkat ke pesta pernikahan tersebut yang diselenggarakan di salah satu cafe Indonesian food di Phnom Penh -- Bali Cafe dan bentuk penyajian yang buffet membuat saya tersenyum dan segera menghilangkan sejuta enam belas ragu untuk menghadiri pesta pernikahan.
Friday, March 04, 2005
KONFRONTASI
Bangun pagi seperti biasa pukul tujuh tapi entah kenapa rasanya malas sekali, berdiam diri dibawah selimut sambil menonton berita infotainment adalah kenikmatan yang tiada tara. Namun tugas adalah tetap tugas, kewajiban masih harus terus dilaksanakan jika masih ingin kondite kerja membaik.
Sampai di kantor tercinta seperti biasa belum banyak orang yang datang. Ketemu dengan beberapa orang dan langsung menuju keruangan. Menyalakan komputer, buka ruangan Mr. Ambassador dan setelah itu duduk dengan manis sambil menikmati sarapan sambil membuka - buka berita di internet. I miss Indonesia ..
Tadinya ingin mencari berita seputaran tentang harga BBM yang sudah resmi naik dan menjadi hujatan hampir semua kalangan namun mata tercekat pada satu berita mengenai masalah perbatasan dengan Malaysia. Statement yang dikeluarkan oleh Mr. PERMADI, salah satu anggota dewan yang terhormat: CAPLOK WILAYAH KITA, KONFRONTASI SAJA DENGAN MALAYSIA.
Dalam rangkuman berita tersebut dikatakan bahwa Malaysia telah melanggar batas-batas perairan yang sudah ditentukan oleh hukum internasional. Beliau juga mengatakan bahwa langkah-langkah Malaysia tersebut adalah bentuk dari Neo-Kolonialisme. Beliau bahkan merindukan masa-masa konfrontasi dengan Malaysia dahulu pada masa almarhum Presiden Soekarno masih berkuasa.
Saya jadi teringat beberapa minggu yang lalu saat menghadiri acara peringatan hari nasional Brunei Darussalam di salah satu hotel berbintang di Phnom Penh. Ketika sedang menikmati santap malam [yang jelas-jelas bahwa semua yang disajikan adalah masakan halal], beberapa rekan diplomat dari Singapura menyapa dan kemudian bergabung [it's a standing party]. Setelah mengobrol beberapa saat, salah satu diplomat tersebut mengkonfirmasikan kepada saya apakah benar bahwa kedutaan Indonesia telah pindah. Saya mengatakan iya dan kemudian dia menyampaikan rasa sedihnya, tidak bertetangga lagi. Saya tertawa dan saya bertanya padanya mengenai gedung kedutaan Singapura yang sedang dalam proses pembangunan, kapan kiranya akan selesai. Rekan saya itu menjawab mungkin sekitar akhir tahun depan. Saya bilang lagi padanya bahwa gedungnya yang baru itu bertetangga dengan kedutaan Malaysia sementara saya bertetangga dengan kedutaan Thailand. Rekan saya itu berbisik-bisik mengatakan pada saya bahwa begitu kedutaan Singapura selesai dibangun maka kedutaan Malaysia kemungkinan akan pindah karena mereka juga telah membeli satu bidang tanah luas untuk dibangun sebagai kedutaan milik mereka. Saya terheran-heran, lanjutnya lagi ia mengatakan bahwa sebenarnya ada beberapa that so-called issue yang belum terselesaikan antara dua negara yang menyebabkan mereka menjadi "perang dingin" ..
Dari kejadian di malam resepsi diplomatik tersebut dan kemudian juga berita yang saya baca hari ini lalu saya beranggapan bahwa sesungguhnya Malaysia bukanlah sebuah negara manis seperti yang saya bayangkan selama ini. Ketika selesai shalat Jumat dengan Mr. Van Maghel dan kemudian berbincang-bincang kosong mengenai masalah konfrontasi ini, seperti biasanya Mr. Van Maghel mengeluarkan statement-statement yang tidak kalah menariknya dengan Mr. Permadi -- anggota dewan yang terhormat tersebut.
Mr. Van Maghel mengatakan bahwa sesungguhnya Malaysia adalah negara sombong, yang memang sudah sepatutnya untuk dilakukan konfrontasi [kata ganti halus dari kata perang]. Lebih parahnya lagi, jika sampai terjadi perang, Mr. Van Maghel mengatakan bahwa yang pertama kali akan dia hajar adalah salah satu koleganya di Malaysian Bank Phnom Penh yang menurut dia sombong [sebenarnya dia mengatakan dengan kata arrogant dalam dialek Jawa Magelang yang sangat kental].
Hwaduh ... ternyata bibit konfrontasi menjalar merambat setiap relung jiwa putra-putri Indonesia tanpa terkecuali dan juga merupakan ajang balas dendam dan parahnya dengan budaya hajar langsung tanpa basa-basi pula.
Sementara itu saya yang beberapa minggu lalu baru saja bermalam di Kuala Lumpur hanya termenung dan menatap kosong pajangan Petronas Twin Tower dihadapan saya ini. Kapan yaa bisa ke KL lagi untuk menikmati indahnya modernisasi suatu kota ? Jangan-jangan malah saya tidak bisa kesana lagi.
Bangun pagi seperti biasa pukul tujuh tapi entah kenapa rasanya malas sekali, berdiam diri dibawah selimut sambil menonton berita infotainment adalah kenikmatan yang tiada tara. Namun tugas adalah tetap tugas, kewajiban masih harus terus dilaksanakan jika masih ingin kondite kerja membaik.
Sampai di kantor tercinta seperti biasa belum banyak orang yang datang. Ketemu dengan beberapa orang dan langsung menuju keruangan. Menyalakan komputer, buka ruangan Mr. Ambassador dan setelah itu duduk dengan manis sambil menikmati sarapan sambil membuka - buka berita di internet. I miss Indonesia ..
Tadinya ingin mencari berita seputaran tentang harga BBM yang sudah resmi naik dan menjadi hujatan hampir semua kalangan namun mata tercekat pada satu berita mengenai masalah perbatasan dengan Malaysia. Statement yang dikeluarkan oleh Mr. PERMADI, salah satu anggota dewan yang terhormat: CAPLOK WILAYAH KITA, KONFRONTASI SAJA DENGAN MALAYSIA.
Dalam rangkuman berita tersebut dikatakan bahwa Malaysia telah melanggar batas-batas perairan yang sudah ditentukan oleh hukum internasional. Beliau juga mengatakan bahwa langkah-langkah Malaysia tersebut adalah bentuk dari Neo-Kolonialisme. Beliau bahkan merindukan masa-masa konfrontasi dengan Malaysia dahulu pada masa almarhum Presiden Soekarno masih berkuasa.
Saya jadi teringat beberapa minggu yang lalu saat menghadiri acara peringatan hari nasional Brunei Darussalam di salah satu hotel berbintang di Phnom Penh. Ketika sedang menikmati santap malam [yang jelas-jelas bahwa semua yang disajikan adalah masakan halal], beberapa rekan diplomat dari Singapura menyapa dan kemudian bergabung [it's a standing party]. Setelah mengobrol beberapa saat, salah satu diplomat tersebut mengkonfirmasikan kepada saya apakah benar bahwa kedutaan Indonesia telah pindah. Saya mengatakan iya dan kemudian dia menyampaikan rasa sedihnya, tidak bertetangga lagi. Saya tertawa dan saya bertanya padanya mengenai gedung kedutaan Singapura yang sedang dalam proses pembangunan, kapan kiranya akan selesai. Rekan saya itu menjawab mungkin sekitar akhir tahun depan. Saya bilang lagi padanya bahwa gedungnya yang baru itu bertetangga dengan kedutaan Malaysia sementara saya bertetangga dengan kedutaan Thailand. Rekan saya itu berbisik-bisik mengatakan pada saya bahwa begitu kedutaan Singapura selesai dibangun maka kedutaan Malaysia kemungkinan akan pindah karena mereka juga telah membeli satu bidang tanah luas untuk dibangun sebagai kedutaan milik mereka. Saya terheran-heran, lanjutnya lagi ia mengatakan bahwa sebenarnya ada beberapa that so-called issue yang belum terselesaikan antara dua negara yang menyebabkan mereka menjadi "perang dingin" ..
Dari kejadian di malam resepsi diplomatik tersebut dan kemudian juga berita yang saya baca hari ini lalu saya beranggapan bahwa sesungguhnya Malaysia bukanlah sebuah negara manis seperti yang saya bayangkan selama ini. Ketika selesai shalat Jumat dengan Mr. Van Maghel dan kemudian berbincang-bincang kosong mengenai masalah konfrontasi ini, seperti biasanya Mr. Van Maghel mengeluarkan statement-statement yang tidak kalah menariknya dengan Mr. Permadi -- anggota dewan yang terhormat tersebut.
Mr. Van Maghel mengatakan bahwa sesungguhnya Malaysia adalah negara sombong, yang memang sudah sepatutnya untuk dilakukan konfrontasi [kata ganti halus dari kata perang]. Lebih parahnya lagi, jika sampai terjadi perang, Mr. Van Maghel mengatakan bahwa yang pertama kali akan dia hajar adalah salah satu koleganya di Malaysian Bank Phnom Penh yang menurut dia sombong [sebenarnya dia mengatakan dengan kata arrogant dalam dialek Jawa Magelang yang sangat kental].
Hwaduh ... ternyata bibit konfrontasi menjalar merambat setiap relung jiwa putra-putri Indonesia tanpa terkecuali dan juga merupakan ajang balas dendam dan parahnya dengan budaya hajar langsung tanpa basa-basi pula.
Sementara itu saya yang beberapa minggu lalu baru saja bermalam di Kuala Lumpur hanya termenung dan menatap kosong pajangan Petronas Twin Tower dihadapan saya ini. Kapan yaa bisa ke KL lagi untuk menikmati indahnya modernisasi suatu kota ? Jangan-jangan malah saya tidak bisa kesana lagi.
Thursday, March 03, 2005
"so you will pick me up on Saturday ?"
'yes'
"what time ?"
'afternoon will be fine, I think'
"okay .. I'll see you"
smile .. walk away
two hours later, the phone rings ...
"halo ?"
'yes, dear .. '
"I am going home. It's five o'clock"
'okay. I am still here'
"what time you go home ?"
'don't know yet'
"let me know when you arrive home. see you tomorrow morning"
'ok'
tuuuuuuuutttt .. tuuuttttt ....
'yes'
"what time ?"
'afternoon will be fine, I think'
"okay .. I'll see you"
smile .. walk away
two hours later, the phone rings ...
"halo ?"
'yes, dear .. '
"I am going home. It's five o'clock"
'okay. I am still here'
"what time you go home ?"
'don't know yet'
"let me know when you arrive home. see you tomorrow morning"
'ok'
tuuuuuuuutttt .. tuuuttttt ....
Wednesday, March 02, 2005
Suatu tragedi adalah pergumulan nasib yang tidak dapat dimenangkan. Tragedi tidak akan pernah berlalu karena peristiwanya selalu diingat, tetap ada hikmah yang dapat ditemukan dari perspektif waktu yang tepat. "Rasa sakit dan penderitaan seseorang tidak dapat diperbandingkan apalagi dipertukarkan dengan penderitaan orang lain, tetapi hanya dapat ditemukan maknanya jika yang mengalami dapat memberi arti demikian bagi hidupnya,"
DR. Nani Indraratnawati Nurrachman - Sutojo
DR. Nani Indraratnawati Nurrachman - Sutojo
BBM, POLITIK, SAM KOK
BBM, POLITIK, SAM KOK
Rasanya baru beberapa waktu yang lalu kita dihinggapi oleh rasa euphoria akan arti demokrasi yang sesungguhnya di tanah air tercinta. 7 tahun sudah berlalu semenjak peristiwa 1998 yang akhirnya menumbangkan that so-called rezim Orde Baru. Dari situlah titik tolak semua aspek kebangsaan Indonesia dimulai, dijalankan dengan sesungguhnya [?] dan dimasukkan dalam kegiatan rutin sehari-hari putra-putri Ibu Pertiwi.
Tadi malam saya habis berbincang-bincang dengan Mr. Ambassador, bicara mengenai apa yang sedang terjadi di tanah air sekarang ini yaitu kenaikan harga BBM yang menjadi topik utama semua media cetak dan elektronik. Banyak sekali pola-pola pemikiran analisis dari beliau yang membuat saya terbuka matanya dan sadar akan apa yang sedang terjadi sesungguhnya which I hope that will not be happening karena kalau sampai pun terjadi, hanya akan membuat statement bahwa sejarah kembali terulang.
Kebijakan pemerintah dalam menaikkan harga BBM dimata saya merupakan satu kebijakan yang sangat kontradiktif dengan yang kemudian akan terjadi di masyarakat. Pemerintah mengharapkan bahwa dengan kenaikan harga BBM, harga-harga bahan pokok tidak naik dan dengan kenaikan harga BBM tersebut maka rakyat kecil [baca: miskin!] akan mendapatkan subsidi dalam berbagai hal dari pemerintah. Nah, silahkan anda bayangkan, benarkah hal ini akan terjadi sesuai dengan skenario yang pemerintah janjikan ? I DOUBT IT dan bahkan tanpa ragu saya katakan BOHONG !!!.
Dalam salah satu statementnya Mr. President mengatakan bahwa beliau siap kehilangan popularitas. Well, what is he thinking actually about himself ? does he think that he is a celebrity who is ready when the bright of his star falls ? or does he think that he is a president of the Republic of Indonesia ? Hari begini masih membicarakan masalah popularitas. Ada sejuta enambelas hal yang lebih penting dari sekedar popularitas. Ada sejuta enambelas hal yang lebih genting dari sekedar popularitas. Ada sejuta enambelas hal yang harus dipikirkan lebih cermat, matang dan cepat dari sekedar popularitas.
Ternyata presiden pilihan rakyat belum tentu akan memikirkan kepentingan rakyat semata. Entah bagaimana perhitungannya sehingga semua hal menjadi complicated dan kemudian menimbulkan satu keputusan bahwa harga BBM harus naik
Adakah permainan Mr. Vice President dibelakang ini semua ?
Coba kita lihat dan kita cermati. Kebanyakan anggota kabinet adalah orang-orangnya Mr. Vice President [orangnya Mr. President so far that I know hanya segelintir saja dan mereka pun bukan orang berpengaruh banyak]. Mr. Vice President sendiri sekarang menjadi ketua umum partainya yang merupakan salah satu partai terbesar di tanah air. Permainan dalam bidang politik adalah hal yang lumrah, seperti riak kecil dalam gelombang besar, sumtimes it means nothing walaupun urusannya adalah nyawa orang.
Nah, seandainya, just seandainya nih, ini adalah permainan Mr. Vice President maka ini merupakan permainan untuk melapangkan jalannya kekursi kepresidenan. Bukan hal yang harus ditutupi lagi bahwa sudah terlihat gejala-gejala tidak kompaknya duet Mr. President and Mr. Vice President. Belum lagi fenomena [which I hope it will not happen again] dimana seorang Presiden digantikan oleh wakilnya, baik itu secara konstitusional maupun tidak.
Betapa dunia politik penuh dengan lika-liku dan intrik-intrik yang secara tidak langsung mendidik kita untuk menjadi seorang kanibal dengan taktik dan strategi ala Sam Kok. Saya jadi ingat perkataan seorang finalis Miss Indonesia ketika ditanya apakah politik itu kotor menurut sudut pandangnya dan dengan manisnya sang finalis bicara dan mengatakan bahwa politik itu adalah seni [aduhh, saya masih sadar ndak yaa waktu mendengar hal itu ?]
Seni ? politic is art, well, jika dilakukan seperti masanya Sam Kok, mungkin bisa dikatakan begitu namun itu pun bukan politik melainkan strategi dan taktik perang. Dari jamannya Julius Caesar, Baginda Raja Hayam Wuruk, Sultan Agung, Panembahan Cakraningrat, politik selalu berlumur dengan darah langsung ataupun tidak langsung.
Ah! I better stop, sudah saatnya jam makan siang dan saya tidak mau kehilangan appetite dengan membicarakan masalah darah dan sebangsanya.
Anyway, lalu jika semua staf diundang makan malam bersama Bapak Dirjen ASEAN yang terhormat dan saya tidak, apakah ini bagian dari proses demokratisasi ?
Biarlah nanti malam saya bisa menikmati kesendirian saya dengan kopi, buku dan Trung Nguyen atau saya menikmati mengatur ulang ruangan kerja tercinta ini :)
Rasanya baru beberapa waktu yang lalu kita dihinggapi oleh rasa euphoria akan arti demokrasi yang sesungguhnya di tanah air tercinta. 7 tahun sudah berlalu semenjak peristiwa 1998 yang akhirnya menumbangkan that so-called rezim Orde Baru. Dari situlah titik tolak semua aspek kebangsaan Indonesia dimulai, dijalankan dengan sesungguhnya [?] dan dimasukkan dalam kegiatan rutin sehari-hari putra-putri Ibu Pertiwi.
Tadi malam saya habis berbincang-bincang dengan Mr. Ambassador, bicara mengenai apa yang sedang terjadi di tanah air sekarang ini yaitu kenaikan harga BBM yang menjadi topik utama semua media cetak dan elektronik. Banyak sekali pola-pola pemikiran analisis dari beliau yang membuat saya terbuka matanya dan sadar akan apa yang sedang terjadi sesungguhnya which I hope that will not be happening karena kalau sampai pun terjadi, hanya akan membuat statement bahwa sejarah kembali terulang.
Kebijakan pemerintah dalam menaikkan harga BBM dimata saya merupakan satu kebijakan yang sangat kontradiktif dengan yang kemudian akan terjadi di masyarakat. Pemerintah mengharapkan bahwa dengan kenaikan harga BBM, harga-harga bahan pokok tidak naik dan dengan kenaikan harga BBM tersebut maka rakyat kecil [baca: miskin!] akan mendapatkan subsidi dalam berbagai hal dari pemerintah. Nah, silahkan anda bayangkan, benarkah hal ini akan terjadi sesuai dengan skenario yang pemerintah janjikan ? I DOUBT IT dan bahkan tanpa ragu saya katakan BOHONG !!!.
Dalam salah satu statementnya Mr. President mengatakan bahwa beliau siap kehilangan popularitas. Well, what is he thinking actually about himself ? does he think that he is a celebrity who is ready when the bright of his star falls ? or does he think that he is a president of the Republic of Indonesia ? Hari begini masih membicarakan masalah popularitas. Ada sejuta enambelas hal yang lebih penting dari sekedar popularitas. Ada sejuta enambelas hal yang lebih genting dari sekedar popularitas. Ada sejuta enambelas hal yang harus dipikirkan lebih cermat, matang dan cepat dari sekedar popularitas.
Ternyata presiden pilihan rakyat belum tentu akan memikirkan kepentingan rakyat semata. Entah bagaimana perhitungannya sehingga semua hal menjadi complicated dan kemudian menimbulkan satu keputusan bahwa harga BBM harus naik
Adakah permainan Mr. Vice President dibelakang ini semua ?
Coba kita lihat dan kita cermati. Kebanyakan anggota kabinet adalah orang-orangnya Mr. Vice President [orangnya Mr. President so far that I know hanya segelintir saja dan mereka pun bukan orang berpengaruh banyak]. Mr. Vice President sendiri sekarang menjadi ketua umum partainya yang merupakan salah satu partai terbesar di tanah air. Permainan dalam bidang politik adalah hal yang lumrah, seperti riak kecil dalam gelombang besar, sumtimes it means nothing walaupun urusannya adalah nyawa orang.
Nah, seandainya, just seandainya nih, ini adalah permainan Mr. Vice President maka ini merupakan permainan untuk melapangkan jalannya kekursi kepresidenan. Bukan hal yang harus ditutupi lagi bahwa sudah terlihat gejala-gejala tidak kompaknya duet Mr. President and Mr. Vice President. Belum lagi fenomena [which I hope it will not happen again] dimana seorang Presiden digantikan oleh wakilnya, baik itu secara konstitusional maupun tidak.
Betapa dunia politik penuh dengan lika-liku dan intrik-intrik yang secara tidak langsung mendidik kita untuk menjadi seorang kanibal dengan taktik dan strategi ala Sam Kok. Saya jadi ingat perkataan seorang finalis Miss Indonesia ketika ditanya apakah politik itu kotor menurut sudut pandangnya dan dengan manisnya sang finalis bicara dan mengatakan bahwa politik itu adalah seni [aduhh, saya masih sadar ndak yaa waktu mendengar hal itu ?]
Seni ? politic is art, well, jika dilakukan seperti masanya Sam Kok, mungkin bisa dikatakan begitu namun itu pun bukan politik melainkan strategi dan taktik perang. Dari jamannya Julius Caesar, Baginda Raja Hayam Wuruk, Sultan Agung, Panembahan Cakraningrat, politik selalu berlumur dengan darah langsung ataupun tidak langsung.
Ah! I better stop, sudah saatnya jam makan siang dan saya tidak mau kehilangan appetite dengan membicarakan masalah darah dan sebangsanya.
Anyway, lalu jika semua staf diundang makan malam bersama Bapak Dirjen ASEAN yang terhormat dan saya tidak, apakah ini bagian dari proses demokratisasi ?
Biarlah nanti malam saya bisa menikmati kesendirian saya dengan kopi, buku dan Trung Nguyen atau saya menikmati mengatur ulang ruangan kerja tercinta ini :)
Tuesday, March 01, 2005
MARET, MOTOR, MAKAN
MARET MOTOR, MAKAN
MARET. Tanpa terasa bulan ini sudah memasuki bulan ketiga di tahun 2005. Waktu berlalu begitu cepat dan seolah tidak menyisakan ruang untuk berkarya lebih baik dan berikhtiar lebih keras. Sudah memasuki bulan ke-enam saya berada di Phnom Penh dan sebalnya saya masih belum merasakan satu perubahan yang significant dalam dinamika kehidupan saya.
Saya merasa bahwa perjalanan masih jauh, masih berat dan masih memerlukan banyak support untuk mencapai satu kehidupan yang berkecukupan lahir batin, sandang, pangan dan papan dan sampai saat ini saya masih membumbungkan sejuta asa untuk meraih kehidupan yang lebih baik sehingga pada saat paripurna nanti semua akan sesuai dengan apa yang diharapkan dan diinginkan. Saya percaya bahwa Yang Maha Kuasa sudah mempunyai rencana sendiri bagi saya umat-Nya dan percaya sepenuhnya bahwa apa yang diberikan oleh-Nya adalah yang terbaik bagi umat-Nya.
Mungkin cuaca mendung pagi ini [dan hujan yang tak kunjung turun] membuat saya terdiam dan banyak berpikir sehingga muncullah sejuta nuansa berpikir yang seolah tak henti bertanya apakah hikmah dari semua perjalanan yang telah saya lakukan selama ini ? adakah kebaikan yang telah saya lakukan semenjak enam purnama berlalu ? adakah kekurangan yang harus saya benahi semenjak 180 hari berlalu ?
Saya masih berpikir dan berpikir ...
MOTOR. Dan ketika tadi pagi saya tiba di kedutaan tercinta ini, sang polisi penjaga dengan berat hati mengatakan bahwa parkir motor sudah tidak diperkenankan ditempat teduh seperti biasanya, sudah harus pindah kedekat parkiran mobil [yang jelas-jelas para mobil Home Staf yang terhormat ini memiliki garasi sendiri-sendiri] yang kalau sore hari panasnya sang mentari begitu membakar langsung ke tubuh legam motor saya tersebut.
Tapi lagi-lagi karena mendung mudah-mudahan saja sang motor saya tersebut tidak akan terasa kepanasan hari ini.
MAKAN. Tadi pagi seperti biasa pula ketika buka komputer, sebelum mulai bekerja, maka saya membuka internet. Pertama mencari berita tentang tanah air. Kedua men-check personal email dan friendster dan selepas itu barulah mencheck blog beberapa teman yang saya hobi sekali membaca cerita didalamnya.
Salah satu blog yang saya baca pagi ini adalah milik Prabowo. Terus terang cerita terakhir yang dia tulis di blognya tersebut membuat saya terkejut. Sebegitu banyakkah makanan yang dihabiskan setelah melakukan treadmil dan sebangsanya ?
Saya jadi berpikir mengenai sarapan saya tiap pagi.
2 tangkap roti isi nutella
1 tangkap roti isi telur mata sapi
1 mug kopi panas
1 gelas besar orange juice
.. dan ...
Saya tidak melakukan treadmil untuk balancing .... NO WONDER now my stomach becomes bigger and bigger ... HAHAHAHA. Tapi [nah yang ini adalah defend mechanism yang jalan] ruang kerja saya terletak dilantai dua dan setiap hari saya harus memakai tangga untuk naik turun, belum lagi jika ada kawat sandi yang harus saya berikan kepada Atasé Komunikasi, ruang kerja beliau terletak di Gedung C dan di lantai 3 pula yang mengharuskan saya untuk berjalan dan naik turun tangga. Kalau dihitung-hitung mungkin kurang lebih kadarnya sama dengan treadmil yang dilakukan oleh Mas Prabowo.
Hmmm .. mungkin nampaknya mulai bulan MARET ini, saya harus lebih banyak berpanas ria seperti MOTOR saya tersebut agar kadar lemak dalam tubuh saya berkurang banyak dan tentunya saya harus mengurangi jatah MAKAN saya.
MARET. Tanpa terasa bulan ini sudah memasuki bulan ketiga di tahun 2005. Waktu berlalu begitu cepat dan seolah tidak menyisakan ruang untuk berkarya lebih baik dan berikhtiar lebih keras. Sudah memasuki bulan ke-enam saya berada di Phnom Penh dan sebalnya saya masih belum merasakan satu perubahan yang significant dalam dinamika kehidupan saya.
Saya merasa bahwa perjalanan masih jauh, masih berat dan masih memerlukan banyak support untuk mencapai satu kehidupan yang berkecukupan lahir batin, sandang, pangan dan papan dan sampai saat ini saya masih membumbungkan sejuta asa untuk meraih kehidupan yang lebih baik sehingga pada saat paripurna nanti semua akan sesuai dengan apa yang diharapkan dan diinginkan. Saya percaya bahwa Yang Maha Kuasa sudah mempunyai rencana sendiri bagi saya umat-Nya dan percaya sepenuhnya bahwa apa yang diberikan oleh-Nya adalah yang terbaik bagi umat-Nya.
Mungkin cuaca mendung pagi ini [dan hujan yang tak kunjung turun] membuat saya terdiam dan banyak berpikir sehingga muncullah sejuta nuansa berpikir yang seolah tak henti bertanya apakah hikmah dari semua perjalanan yang telah saya lakukan selama ini ? adakah kebaikan yang telah saya lakukan semenjak enam purnama berlalu ? adakah kekurangan yang harus saya benahi semenjak 180 hari berlalu ?
Saya masih berpikir dan berpikir ...
MOTOR. Dan ketika tadi pagi saya tiba di kedutaan tercinta ini, sang polisi penjaga dengan berat hati mengatakan bahwa parkir motor sudah tidak diperkenankan ditempat teduh seperti biasanya, sudah harus pindah kedekat parkiran mobil [yang jelas-jelas para mobil Home Staf yang terhormat ini memiliki garasi sendiri-sendiri] yang kalau sore hari panasnya sang mentari begitu membakar langsung ke tubuh legam motor saya tersebut.
Tapi lagi-lagi karena mendung mudah-mudahan saja sang motor saya tersebut tidak akan terasa kepanasan hari ini.
MAKAN. Tadi pagi seperti biasa pula ketika buka komputer, sebelum mulai bekerja, maka saya membuka internet. Pertama mencari berita tentang tanah air. Kedua men-check personal email dan friendster dan selepas itu barulah mencheck blog beberapa teman yang saya hobi sekali membaca cerita didalamnya.
Salah satu blog yang saya baca pagi ini adalah milik Prabowo. Terus terang cerita terakhir yang dia tulis di blognya tersebut membuat saya terkejut. Sebegitu banyakkah makanan yang dihabiskan setelah melakukan treadmil dan sebangsanya ?
Saya jadi berpikir mengenai sarapan saya tiap pagi.
2 tangkap roti isi nutella
1 tangkap roti isi telur mata sapi
1 mug kopi panas
1 gelas besar orange juice
.. dan ...
Saya tidak melakukan treadmil untuk balancing .... NO WONDER now my stomach becomes bigger and bigger ... HAHAHAHA. Tapi [nah yang ini adalah defend mechanism yang jalan] ruang kerja saya terletak dilantai dua dan setiap hari saya harus memakai tangga untuk naik turun, belum lagi jika ada kawat sandi yang harus saya berikan kepada Atasé Komunikasi, ruang kerja beliau terletak di Gedung C dan di lantai 3 pula yang mengharuskan saya untuk berjalan dan naik turun tangga. Kalau dihitung-hitung mungkin kurang lebih kadarnya sama dengan treadmil yang dilakukan oleh Mas Prabowo.
Hmmm .. mungkin nampaknya mulai bulan MARET ini, saya harus lebih banyak berpanas ria seperti MOTOR saya tersebut agar kadar lemak dalam tubuh saya berkurang banyak dan tentunya saya harus mengurangi jatah MAKAN saya.
Subscribe to:
Posts (Atom)