Tuesday, May 31, 2005

SEBUAH PERJALANAN NAPAK TILAS

Mungkin ada benarnya bahwa perjalanan napak tilas bisa membangkitkan kembali jiwa yang telah lelah atau mungkin bisa membawa kembali satu memori masa lalu yang memang menurut individu-individu yang bersangkutan memiliki satu nilai tertentu dalam khazanah kehidupannya.

Tahun 1973 ketika Perang Vietnam terjadi, almarhum Bapak saya merupakan salah satu anggota Pasukan Perdamaian PBB yang dikenal dengan nama Garuda IV. Sebuah pasukan yang dikirimkan oleh Pemerintah Indonesia dalam rangka turut berpartisipasi menjaga ketertiban dunia dan perdamaian abadi di muka bumi ini.

Exactly 32 tahun kemudian, saya putra bungsunya menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di Saigon atau sekarang lebih dikenal dengan nama Ho Chi Minh City. Ada satu perasaan yang sulit untuk digambarkan ketika pertama kali pesawat landing di Ho Chi Minh International Airport. Dalam hati saya hanya berkata, “Pak, janjinya sudah ta tepati. Aku di Saigon sekarang”. Perkataan saya tersebut adalah menjawab pembicaraan almarhum Bapak saya beberapa saat sebelum beliau wafat 3 tahun yang lalu. “Sesok mben kalo sudah punya uang, kamu datang ke Saigon yaa terus ceritain sama Bapak, seperti apa Saigon yang sekarang.” … Kata Bunda, Bapak dulu menyimpan semua barang-barangnya sewaktu bertugas di Garuda IV supaya bisa bercerita pada anak dan cucunya tentang masa bertugasnya di Saigon.

Ketika menyusuri jalan-jalan di kota, saya melihat perbedaan-perbedaan yang menyolok antara Phnom Penh dan Ho Chi Minh. Saya tidak tahu apakah karena Ho Chi Minh cenderung lebih modern dikarenakan sedikit banyaknya Amerika pernah mampir dikota ini dan menduduki kota ini untuk waktu yang cukup lama atau memang keadaannya sudah sedemikian maju (kata teman saya, untuk ukuran sebuah kota di negara komunis, perkembangan yang terjadi di Ho Chi Minh adalah sangat maju dan pesat).

Seperti hampir semua negara-negara Indo China yang pernah diduduki oleh Perancis, maka bangunan-bangunan tuanya bergaya klasik Perancis dan semua ditata, dijaga serta dirawat dengan baik. Beda sekali dengan keadaan di Indonesia, dimana penghancuran Gedung Tua / Stasiun Tua dihalalkan demi dibangunnya tempat-tempat komersil. Taman-taman dijaga kebersihannya dan penggunaannya pun benar-benar merupakan tempat duduk-duduk sambil mengobrol atau menikmati sejuknya semilir angin dari pohon-pohon tua yang ada dan semerbak bunga yang ditanam disekitarnya.

Entah mungkin karena dipengaruhi oleh cerita atau mungkin juga halusinasi sendiri, saya merasakan hawa komunis yang sangat kuat. Hampir kemana mata menuju, kita selalu bisa melihat bendera Vietnam berkibar (dasar merah dan bergambar bintang warna kuning satu tepat ditengah). Ditengah-tengah negara beraliran komunis, demokrasi masih berjalan, terbukti dengan adanya US Dollar sebagai alat pembayaran yang sah selain Doung Vietnam. Kotanya cenderung rapi tampak bersahaja. Kendaraan terutama motor tampak menguasai jalanan especially sore hari menjelang malam. Kehidupan malam pun tampaknya lebih hidup dibandingkan dengan Phnom Penh. Terlihat dengan permainan lampu-lampu yang menyoroti hampir semua gedung-gedung tua. Lalu lalu lintas yang tertib dan lampu-lampu taman yang menyinari keindahan malam sehingga membuat suasana kota Ho Chi Minh semakin tampak elok untuk dilihat. Menelusuri bagian kota tua dari Saigon ini pun tampak terlihat nuansa yang berbeda namun tetap kita masih bisa merasakan keindahan, keteraturan dan ketertiban.

Sudah nonton film “The Lover” ? film yang bercerita tentang seorang pria Vietnam berusia 32 tahun yang jatuh cinta dengan seorang wanita Perancis berumur 17 tahun namun dikarenakan perbedaan budaya akhirnya kisah kasih kedua orang itu harus kandas. Film tersebut mengambil setting di Saigon dan sekitarnya. Beberapa tempat yang di shooting di film tersebut masih ada sampai sekarang. Hal ini merupakan satu bukti lagi betapa bangsa-bangsa Indo China begitu menghormati masa lalunya sehingga mereka sangat concern dengan semua peninggalan-peninggalan masa lalunya, tampak disadari benar bahwa semua itu jika dipelihara dengan baik dapat mendatangkan keuntungan.

Gereja Kathedral merupakan tempat-tempat yang masih dijamin keasliannya. Dibangun antara tahun 1877 dan 1833, dinamakan Notre Dame Cathedral. Suasana di pasar pun terlihat lebih dinamis, baik itu di Binh Tay Market yang dibangun pada tahun 1928 ataupun di Ben Thanh Market yang dibangun pada tahun 1914 dan dikenal dikalangan bangsa Perancis sebagai Halles Centrales. Ho Chi Minh telah mampu membuktikan bahwa dibawah naungan komunis pun masih bisa berjalan dengan moderat dan maju. Dibanding dengan Hanoi (Ibukota Vietnam), sangatlah jauh perbedaannya, hal ini terlihat dengan banyaknya orang Hanoi yang datang ke Ho Chi Minh untuk berbelanja dan makan ayam goreng (di Ho Chi Minh sudah ada Kentucky Fried Chicken; ooohhh .. I feel in heaven makan di Kentucky after more than 9 months ngga pernah lagi nyentuh fast food dari franchise. Di Hanoi Kentucky belum ada).

Sayangnya perjalanan yang saya lakukan sangat singkat sehingga tidak memiliki kesempatan untuk pergi menengok Cu Chi Tunnel, sebuah terowongan bawah tanah dengan panjang 250 km, yang konon dulu menyambungkan antara Vietnam Selatan dan Vietnam Utara, yang konon pula tentara Amerika tidak ada yang berani masuk ke dalam terowongan itu. Namun perjalanan yang saya lakukan ini pun sudah mampu membuat saya tersenyum dan mata saya berkaca-kaca ketika meliwati depan Reunification Hall atau yang dulu dikenal sebagai Independence Palace yang mana pada tanggal 30 April 1975 gerbang depannya ditabrak oleh tank Vietnam Utara dan merupakan tanda berakhirnya Perang Vietnam. My late father used to tell me about that story and when I passed in front of that palace, I did remember him.

Well, memang bukan khusus datang untuk napak tilas tetapi karena memang ada satu tugas yang harus dilakukan di Ho Chi Minh, walaupun hanya dalam waktu yang singkat, saya sudah bersyukur bahwa at least dari 7 putra – putrinya, ada satu yang bisa menginjakkan kakinya di tempat almarhum Bapak bertugas dulu.

That nite at Saigon, I slept so well and I felt that my father looked at me and smiled J

3 comments:

Anonymous said...

your dad would in deed smile at you. anak tentara toh, hehe... jadi pengen ke sana. untuk sementara, paling bisa ngebayangin saigon dari dengerin cdnya miss saigon, hehe... err... oleh2 dong;).

rio

anastasianani said...

bagus bagus bagus...

temen gue bilang saigon tuh bagus banget..

Anonymous said...

gileeee gw jadi pengen plesiran ke saigon...

b