Monday, January 03, 2005

SABAR DAN DIALOG

Sabar itu subur. Itu yang sering sekali dilontarkan oleh orang-orang tua jaman dulu yang hidup pada masa kolonialisme masih berlangsung di bumi pertiwi ini. Benarkah sabar itu subur ? hakikat sebenarnya dari kalimat tersebut apa sih ? sabar dalam menghadapi apa ? konteksnya harus jelas dan spesifik. Sabar dalam menghadapi cobaan ? atau sabar dalam menghadapi sikap seseorang atau perintah ataupun perkataan seseorang ? atau sabar dalam hal apa ?

AH, yang namanya manusia selalu saja memperhitungkan semuanya dengan keuntungan-keuntungan semata, profit. Semua yang kasat mata, nyata, bisa disentuh, digunakan dan bisa diraih dalam jangka waktu tertentu. Jarang sekali kita mau memperhitungkan efek samping kebaikan dari ini semua, dalam hal ini adalah sabar. Kalau saja kita mau sabar dalam menghadapi cobaan, kesuburan akan datang kelak ketika masa cobaan itu habis karena pada saat cobaan itu datang, sesungguhnya Tuhan sedang mencoba mengajak kita berdialog dengan-Nya. Mampukah kita menjawab dialog itu atau kita malah bertindak lagaknya sebagai orang tolol semata dan hanya bisa berkeluh-kesah ? cara kita menghadapi apa yang dinamakan cobaan dan musibah yang diberikan oleh-Nya adalah cara kita berdialog dengan-Nya sesungguhnya.

Gambaran sekilasnya yang saya tahu sesuai dengan logika saya yang pas-pasan ini, jika kita hendak berdialog dengan Tuhan, bukakan pintu hati dan nurani kita setulus-tulusnya, seikhlas-ikhlasnya maka kita akan berdialog dengan sangat bebas tanpa ada satu penghalang pun. Sejuta enambelas pertanyaan disampaikan pada-Nya maka jawaban pun akan disampaikan kepada kita oleh-Nya, hanya satu yang mendasari perbedaan antara Dia dan manusia adalah acara bagaimana Dia menjawab pertanyaan-pertanyaan kita.

Nah, yang paling miris adalah jika kita sebagai makhluk ciptaan-Nya mau berdialog dengan sesama kita, kita malah lebih jumawa dari yang menciptakan kita. mau berdialog saja perlu adanya satu tutur bahasa santun yang dibuat-buat [bahasa Indonesia berandai-andai atau bahasa tingkat tinggi yang sangat terkesan tidak tulus], sikap tubuh yang harus perlu diperhatikan dengan baik dan seksama, baju yang pantas, wangi-wangian yang mahal .. wooh sejuta aturan lainnya yang tak pernah habis.

Sementara itu tanpa kita sadar ketika kita menghadap Sang Pencipta dan mau berdialog dengan-Nya, kita hanya pakai kaos oblong, sarung, tutup kepala yang disebut peci dan sejadah, padahal harusnya kita bisa berpakaian lebih baik daripada itu. Jadi sebenarnya yang Tuhan itu yang mana ?

Kalau saja semua orang didunia ini menganut paham Jawa bahwa sabar itu subur, waah pastinya dunia ini tentram karena semua bersikap nerimo, apa adanya.

Wah pembicaraan saya ngelantur lagi. Mana korelasinya antara dialog dan sabar ?

eh .., better sop now.

No comments: