NASIONALISME, RASA RINDU dan GUNDAH GULANA
NASIONALISME
Beberapa waktu yang lalu kita baru saja memperingati Hari Kebangkitan Nasional tanggal 20 Mei. Setiap tahunnya hari tersebut diperingati dengan upacara bendera lalu pastinya dalam rangkaian acara tersebut ada acara aubade atau menyanyikan lagu-lagu wajib nasional.
Tahun ini seperti juga tahun-tahun sebelumnya, di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Phnom Penh, Kamboja, HARKITNAS diperingati dengan upacara dan dipimpin oleh Inspektur Upacara; Duta Besar Republik Indonesia Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Indonesia untuk Kerajaan Kamboja (panjang amat yaak titlenya ... :p).
Seperti juga pada acara-acara di KBRI, saya selalu kebagian jatah sebagai MC, entah buat acara resmi atau tidak resmi dan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Pada acara memperingati Hari Kebangkitan Nasional yang baru lalu itu, setelah upacara baru rasa haru menyelimuti dada dan ingin meledak serta menangis. Gara-garanya simple aja kok.
Sebelum acara dimulai, mereka semua men-test semua peralatan sound system dan juga CD-CD yang akan dipergunakan (untuk lagu kebangsaan biasanya dinyanyikan oleh peserta upacara dengan iringan orchestra dari CD; untuk mengheningkan cipta pun demikian), tadinya saya masih ngobrol kiri-kanan, berhaha-hihi dan juga bercanda-canda dengan yang lain. Ketika mereka mencoba lagu kebangsaan, tiba-tiba saja bulu kuduk saya berdiri dan keinginan untuk melihat tanah air mendadak menggelegak memenuhi semua rongga pernapasan, mata mendadak terasa panas dan bicara pun terbata-bata. Syndroma apakah ini ? .. waktu saya baru datang tahun lalu, tidak lama setelah saya tiba kemudian ada Rally India - ASEAN, ketika delegasi Indonesia datang, semua asyik bernyanyi-nyanyi dari mulai Rayuan Pulau Kelapa sampai Bandung Lautan Api dan sebagian dari supporter dan peserta Rally menangis, saat itu saya masih baru sehingga saya tidak merasakan apa yang disebut dengan syndroma rindu tanah air.
Saat upacara Harkitnas dimulai, saya membacakan susunan acara satu demi satu, saat menyanyikan lagu Indonesia Raya, saya tanpa terasa meneteskan air mata. Ya, saya kangen dengan Tanah Air, saya rindu dengan Tanah Air, begitu banyak yang dikatakan oleh orang saat berada di luar negeri dan benar adanya. Senyaman-nyamannya dinegeri orang, lebih nyaman dinegeri sendiri ...
Kalau dikatakan apakah saya ini termasuk orang dengan kategori rasa nasionalismenya yang tinggi, mungkin juga, ya memang saya cinta dengan Tanah Air, saya adalah pecinta batik sejati, hampir dalam setiap acara di Kedutaan ataupun undangan dari kedutaan lain, saya selalu memakai sarung batik Indonesia ...
tanah airku tidak kulupakan
kan terkenang selama hidupku
biar pun saya pergi jauh
tidak hilang dari kalbu
tanahku yang kucintai
engkau kuhargai
walaupun banyak negeri kujalani
kan masyhur permai dikata orang
tetapi kampung dan rumahku
disanalah kurasa senang
tanahku yang ku tak kulupakan
engkau kubanggakan
RASA RINDU
Hari Sabtu setelah melakukan beberapa kegiatan membantu Tante Dubes dalam ASEAN Woman Circle's Bazaar 2005, saya pulang ke Wisma dan segera mandi air hangat supaya badan kembali segar, maklumlah namanya juga long weekend tentunya waktu tak boleh disia-siakan. Malam itu saya sudah membuat janji dengan beberapa anggota MasyIndo untuk ketemuan dan minum kopi sambil mendengarkan live music.
Setelah selesai mandi dan ganti baju lalu saya duduk ditempat tidur sambil mainan remote TV, kemudian terlihat secara sepintas Konser Eliminasi AFI, saya terpaku sejenak. Tadinya tidak niat untuk menonton, saya ingin membaca buku sambil menunggu waktu berangkat bertemu dengan rekan-rekan yang lain. Alhasil saya benar-benar terpaku didepan TV.
Boleh katakan saya norak, kampungan, cengeng, sentimentil, ngga mutu dan lain sebagainya. Tapi saya punya alasan tersendiri dengan nonton AFI sampai dengan selesai konser malam itu. Ada satu kerinduan menyeruak dalam diri ketika nonton konser AFI tersebut, kerinduan ketika AFI masih baru satu dan dua lalu dulu suka sekali setiap malam minggu berdua dengan bunda sambil berbekal pisang goreng buatan bunda serta kopi, kami berdua nonton konser AFI di TV, ada saja yang dikomentari dan biasanya kami sibuk menebak siapa kiranya yang dieliminasi pada malam itu. I miss that time so much.
Beberapa teman saya malah mengatakan secara langsung hari begini saya masih nonton AFI padahal sudah banyak orang yang tidak suka dengan AFI. Well, cobalah anda berdiri di posisi saya, dimana anda tinggal di negeri orang dan kebutuhan akan mendengarkan musik tanah air ataupun lagu-lagu berbahasa ibu sebegitu menggebunya sementara fasilitas hanya sedikit. Maka semua pertunjukkan musik pun akan dihalalkan. Saya tidak menentang dangdut, hanya tidak suka, tapi semenjak pindah ke tanah pohon Lontar ini, saya menyukai dangdut. Bahwa dangdut adalah music of the world, it's true.
Itulah kenapa hari Sabtu kemarin saya ikut menitikkan air mata saat pengumuman eliminasi diumumkan, bukan apa-apa, bukan karena sang kontestan yang keluar, what I remember adalah tawa senang Bunda saat tebakan beliau tepat siapa yang harus keluar dan besok sorenya I should treat her a cup of cappuccinno. Rasa rindu menggelegak dan tak terbendungkan. Saya tidak malu mengakui bahwa ya saya menangis dan dengan tangisan itu justru saya merasa dada saya menjadi lebih ringan :)
GUNDAH GULANA
Tadi malam saya mencoba untuk tidur cepat namun strategi yang dipakai salah, alhasil pada pukul sepuluh malam lewat saya terbangun dan tidak bisa tidur lagi !!!!. Kegelisahan merajalela, baca salah, nonton dvd salah, merokok salah, minum kopi salah, semua salah, even sms-an pun salah.
Gundah gulana tanpa sebab akhirnya datang bertandang, mendadak diri panik memikirkan banyak hal yang belum dikerjakan (padahal semua itu sudah terencana dan belum memasuki masa pengerjaan saja). Rasa-rasanya tadi malam itu saya ingin segera berlari ke kantor dan melakukan ini dan itu.
Ketenangan agak mereda setelah tiba-tiba saya merasa harus ke toilet. Lalu dengan leganya duduklah saya disinggasana kerajaan di toilet dan hasilnya ... rasa gundah semua itu hilang. Oh ternyata oh ... saya hanya ingin puppen saja .... hihihihi ....
1 comment:
I can relate to that feeling. Missing home and all the colours it has. We're in the same boat, Har.
Post a Comment