Thursday, June 30, 2005
courant jadoel "passar baroe"
Pada hari minggoe tengari kira poekoel 11 tanggal 8 ini boelan, koesir dos-a-dos dengan moewatannja 3 toewan-toewan jang dateng dari seblah ilir, sampe depan gedongnja toean advocaat Klein, soedah toebroek dan giling toekang ajer, jang lagi memikoel ajer, kena tergiling kakinja doea-doea sampe kelenger dan sasoedahnja tergiling itoe dos-a-dos lantas terbalik bersama-sama moewatannja dan dos-a-dos nja roesak, dan itoe waktoe djoega orang gardoe dari gang Chaulan soedah serahken itoe koesir dos-a-dos pada toean schout Passar Baroe dan toekang ajer di bawa di roemah sakit Stadverband, walla hoealam apa kedjadiannja.
courant jadoel "poelo onrust"
Kapal api jang biasa djalan boelak balik dari Betawi ka Poelo Onrust, moelain dari 1e Januari 1888 brangkatnja dari Boom-ketjil di Betawi kasana ditetapkan sahari-hari pada djam poekoel 7.30 menit pagi.
Friday, June 17, 2005
KINGDOM OF CAMBODIA
Nation Religion King
THE ROYAL GOVERNMENT
Ministry of Interior
PRESS RELEASE
On 16 June 2005 at 09.30 am, there was an unfortunate incident occured at the British International Kindergarten in the city of Siem Reap. There were 4 Cambodians males with one hand gun threatened body guards, 5 teachers and 20 pupils and demanded ransom of US$ 1,000, one van with 12 seats and guns. After 5 hours of negotiation, the Cambodian authorities sent US$ 30,000 and one van with 12 seats to the kidnappers.
Unfortunately, the kidnappers refused the offer of the Cambodian authorities and demanded new deals and conditions. At 14.30 hours in the same day, the Cambodian authorities were informed that the kidnappers had no means to harm the hostages and refused to negotiate peacefully. Therefore, the Cambodian authorities decided to prepare strategic moves to liberate the hostages.
At 15.00 hours, the Cambodian authorities fully controlled the situation in the school compound and safely liberated the rest of all hostages and arrested all 4 criminals and one hand gun.
The Ministry of Interior was very sorry for the loss of a young Canadian girl, who was killed by the criminals in order to threaten the authorities. In the meantime, the criminals wounded one of officers.
The Royal Government and the Ministry of Interior of Cambodia would like to extend their deepest condolences to the parents of the young victim and are ready to assist and provide close cooperation to the Embassy of Canada in Phnom Penh to address the matter.
At the same time, the Royal Government and the Ministry of Interior also would like to extend their highest admiration to the National Police officer, who was injured on duty and wished him fast recovery.
The Ministry of Interior would like to extend its profound appreciation to the National Police forces and local authorities, who undertook joint mission of liberation of hostages under the leadership of the Commissioner General of National Police.
The Ministry of Interior would like to urge to all educational institutions, public establishments, hotels, restaurants, private security companies to enhance their security measures in providing safety to their schools, clients, tourists and in cooperating closely with the competent authorities and local authorities.
Phnom Penh, 16 June 2005
Demikianlah siaran pers yang dikeluarkan oleh Kementerian Dalam Negeri pemerintah Kerajaan Kamboja. Dalam hal ini pula, ada 2 orang anak Indonesia pada sekolah tersebut diatas pada saat kejadian penyanderaan, yang Alhamdulillah sekarang ini mereka berdua dalam keadaan sehat wal-afiat sekarang ini.
LIBUR TELAH TIBA
KEDUTAAN BESAR REPUBLIK INDONESIA
PHNOM PENH
PENGUMUMAN
No. 046/TU/VI/2005
TENTANG :
Libur “Birthday of Her Majesty the Queen of Cambodia”
Merujuk SK Kepala Perwakilan RI No. 035 / TU / XII / 2004, tentang Penetapan Hari LIbur Resmi Tahun 2005 pada KBRI Phnom Penh. Dengan hormat diberitahukan kepada seluruh Staff KBRI – Phnom Penh, bahwa pada hari Sabtu, tanggal 18 Juni 2005 adalah hari besar “Birthday of Her Majesty the Queen of Cambodia”, oleh karena tanggal 18 Juni jatuh pada hari Sabtu, sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka hari besar dimaksud dipindahkan menjadi sampai dengan tanggal 20 Juni 2005, sehubungan dengan hal tersebut, Kantor KBRI – Phnom Penh secara resmi diliburkan.
Demikian disampaikan, atas perhatiannya diucapkan terima kasih.
Phnom Penh, 17 Juni 2005
B.P.K.R.T
PHNOM PENH
PENGUMUMAN
No. 046/TU/VI/2005
TENTANG :
Libur “Birthday of Her Majesty the Queen of Cambodia”
Merujuk SK Kepala Perwakilan RI No. 035 / TU / XII / 2004, tentang Penetapan Hari LIbur Resmi Tahun 2005 pada KBRI Phnom Penh. Dengan hormat diberitahukan kepada seluruh Staff KBRI – Phnom Penh, bahwa pada hari Sabtu, tanggal 18 Juni 2005 adalah hari besar “Birthday of Her Majesty the Queen of Cambodia”, oleh karena tanggal 18 Juni jatuh pada hari Sabtu, sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka hari besar dimaksud dipindahkan menjadi sampai dengan tanggal 20 Juni 2005, sehubungan dengan hal tersebut, Kantor KBRI – Phnom Penh secara resmi diliburkan.
Demikian disampaikan, atas perhatiannya diucapkan terima kasih.
Phnom Penh, 17 Juni 2005
B.P.K.R.T
akhirnya ... libur yang kutunggu-tunggu sudah tiba ...
Bangkok here I come ..... :D :D :D ...
Sebenarnya kasusnya ngga jauh dari Bowo, teman-teman yang lain pada pulang hari Selasa malam karena mereka sudah bisa cuti so then mereka mengambil cuti satu hari, naaahhh .. saya kan belum setahun jadi tentunya tidak akan bisa cuti. Berhubung ngga bisa cari alasan (lebih tepatnya takut untuk ngomong minta ijin satu hari) so then I go back on Monday evening ...
Anyway, yang terpenting tetap bisa jalan ke Bangkok dan menikmati surga dunia .. eh ... hihihihi ... :D :D :D
Wednesday, June 15, 2005
Sebenarnya ini semua dilandasi oleh sebuah email yang dikirim oleh salah seorang sahabat saya di Jakarta. Begini isi emailnya :
Judul dari email tersebut adalah MENCINTAI ITU KEPUTUSAN.
Lalu entah kenapa tiba-tiba kemarin saya ingin membahas atau mungkin ingin mengupas sedikit mengenai kalimat diatas tersebut so I reply the email to all seperti ini :
Itulah sebabnya dibutuhkan satu kesabaran, satu jiwa yang besar , satu pengertian mendalam untuk menerima pasangan kita masing-masing dengan istilah SATU PAKET … apa pun yang ada dalam dirinya kita harus bisa menerimanya dengan keikhlasan yang sesungguhnya …
Terkadang sebagai manusia biasa kita lupa bahwa mencintai berarti juga menanggung semua risiko atas apa yang telah diputuskan. It’s the consequencesnya so jika kita tulus mencintai maka kita tidak akan merasakan beban dalam menjalaninya ..
Tapi ini hanya sebuah ulasan yang tak jelas saja .. yang jelas dalam proses mencintai dan dicintai, sepasang manusia selalu tampak bahagia ..
Ah, sudahlah, lebih baik berhenti, saya tidak pernah bisa benar jika meracau tentang cinta !
Buat para sahabatku : sekedar renungan apakah sebenarnya kita sungguh2 saling mencintai? Ini tulisan dari seorang yang sangat gue puja tulisan2 indahnya.. .mudah2an pemujaan ini tidak salah arah (lagi), mudah2an orang yang gue puja ini betul2 seindah tulisannya, seindah tuturnya, seindah perbuatannya...
salam,
-d-
salam,
-d-
Judul dari email tersebut adalah MENCINTAI ITU KEPUTUSAN.
Lalu entah kenapa tiba-tiba kemarin saya ingin membahas atau mungkin ingin mengupas sedikit mengenai kalimat diatas tersebut so I reply the email to all seperti ini :
Itulah sebabnya dibutuhkan satu kesabaran, satu jiwa yang besar , satu pengertian mendalam untuk menerima pasangan kita masing-masing dengan istilah SATU PAKET … apa pun yang ada dalam dirinya kita harus bisa menerimanya dengan keikhlasan yang sesungguhnya …
Terkadang sebagai manusia biasa kita lupa bahwa mencintai berarti juga menanggung semua risiko atas apa yang telah diputuskan. It’s the consequencesnya so jika kita tulus mencintai maka kita tidak akan merasakan beban dalam menjalaninya ..
Tapi ini hanya sebuah ulasan yang tak jelas saja .. yang jelas dalam proses mencintai dan dicintai, sepasang manusia selalu tampak bahagia ..
Ah, sudahlah, lebih baik berhenti, saya tidak pernah bisa benar jika meracau tentang cinta !
Tuesday, June 14, 2005
TAHUKAH ANDA ?
Lukisan ini dibuat oleh Henk Ngantung, kira-kira tahun 1943. Bung Karno meletakkannya diberanda rumahnya di Pegangsaan Timur no.56. Menurut Jusuf Ronodipuro, lukisan ini punya kekuatan magis karena berkali-kali menyelamatkan penghuni rumah dari perbuatan jahat tentara Belanda. Pada pojok kanan atas ada 3 buah lubang peluru yang ditembakkan pada saat peringatan 1 tahun kemerdekaan dimana telah gugur seorang anggota pandu Indonesia. Pada tahun 1946-1947 pernah dibawa keliling Jawa untuk dipertunjukkan. Inilah benda mati yang menyaksikan Proklamasi tanggal 17 Agustus 1945. Diperkirakan lukisan ini tidak diketahui keberadaannya atau mungkin disimpan dalam koleksi lukisan Bung Karno di Bogor ?.
TAHUKAH ANDA ?
Dasima dan Kisah Para Nyai
Terletak sekitar 10 km dari pasar Parung, daerah Ciseeng di Kabupaten Bogor berkembang pesat. Belasan tahun lalu jalan menuju Ciseeng sebagian masih tanah dan rusak berat. Kini sejumlah perusahaan real estate membangun perumahan di sana. Sementara pesantren Al-Mukhlisini pimpinan KH Zainal Abidin yang memiliki ribuan santri kini sudah membesar dengan membangun perguruan tinggi. Di kawasan ini juga terdapat pemandian air panas yang belum dikelola baik. Berbelok ke arah kanan dari Ciseeng dari Parung, terdapat desa Kuripan, setelah naik ojek sekitar dua kilometer.
Diriwayatkan di desa yang berhawa sejuk inilah lahir dan dibesarkan gadis cantik bernama Dasima. Kemudian untuk mencari penghidupan yang lebih baik, ia mengadu nasib ke desa Curug, Tangerang. Sulit dibayangkan bagaimana Dasima mencapai Curug dari desa terpencil dan belum ada jalan macam sekarang ini. Yang pasti, Dasima kemudian bekerja pada seorang Inggris kaya raya, Edward Williams, yang merupakan orang kepercayaan Raffles. Karena tergoda gadis desa yang bahenol ini, William memeliharanya sebagai nyai atawa gundik, tanpa dinikahi.
Kisah Dasima selanjutnya memilukan hati. Menurut versi G Francis (1896), sekalipun Dasima diberlakukan baik oleh tuannya, tapi ia mengalah pada guna-guna dan meninggalkan suami serta putrinya yang masih kecil bernama Nancy. Ia lantas menjadi istri kedua Samiun, tukang sado dari Kwitang. Tapi, sebenarnya bukan karena guna-guna Dasima meninggalkan tuan dan putrinya, tapi setelah diinsafkan bahwa hidup tanpa nikah adalah dosa besar. Akhirnya nyai dari Kuripan ini mati dibunuh Bang Puase atas perintah istri pertama Samiun, Hayati yang gila ceki (permainan judi Cina). Mayatnya dilemparkan ke kali Ciliwung dari Jembatan Kwitang, dekat toko buku Gunung Agung dan Hotel Aryaduta sekarang. Sedangkan, tempat kediaman William, pada peristiwa dua abad lalu itu diperkirakan terletak di samping gedung Pertamina dan Dirjen Perhubungan Laut di Medan Merdeka Timur. Kisah Nyai Dasima ini telah beberapa kali diangkat ke layar film dan sinetron serta diterjemahkan dalam berbagai bahasa.
Kisah nyai-nyai yang berlangsung pada dua abad lalu ini menjadi jamak karena orang Belanda dan Cina yang tiba di Batavia saat itu sering tanpa disertai istri. Mereka mengawini wanita pribumi atau mengambil nyai (gundik), terutama dari kalangan budak. Sebetulnya, pergundikan yang merupakan tradisi masyarakat kolonial Portugis sangat dibenci Gubernur Jenderal JP Coen. Tapi, hal itu terjadi karena penduduk Batavia sebagian besar pria. Coen ingin menjadikan Batavia sebagai kota Belanda yang murni. Untuk itu ia berkali-kali minta agar banyak wanita Belanda termasuk para gadis yatim piatu untuk dikirim ke Batavia, tapi tidak berhasil. Kecuali kepada para pegawai tinggi yang diizinkan membawa istri dan anak-anak, Heren 17 (Dewan Tertinggi VOC) melarang mengirim wanita Belanda ke Asia.
Orang-orang Eropa yang mengawini wanita pribumi cendrung kehilangan ciri-ciri Eropa tertentu dan mengambil berbagai gaya hidup pribumi. Mereka inilah yang sampai tahun 1950-an disebut Indo Belanda. Mereka sendiri oleh kaum Belanda totok diberlakukan sebagai orang Eropa kelas II, bahkan kelas III dan IV. Tidak heran banyak warga Belanda yang setelah mengawini wanita pribumi akan lebih memilih untuk tetap hidup di Indonesia setelah masa jabatannya habis. Apalagi pada masa VOC mereka tidak disediakan tiket untuk pulang.
Sejak JP Coen menaklukan Jayakarta (1619), ia memang memerlukan banyak tenaga kerja. Sementara Belanda dan Cina yang datang tanpa istri membutuhkan para budak wanita untuk dikawini atau dipelihara sebagai nyai dan gundik. Jumlah budak lantas berkembang sangat cepat, hingga pertengahan abad ke-17 jumlahnya mencapai separuh penduduk Batavia. Sensus tahun 1681 mencatat dari 30.740 penduduk Batavia, sebanyak 15.785 adalah budak belian. Tahun 1730 jumlah mereka meningkat dua kali lipat menjadi 30 ribu sehingga menjadi kelompok penduduk terbesar. Perbudakan baru dihapuskan pada 1860. Di antara para budak belian di Batavia, banyak yang dibeli di pasar-pasar budak di India, seperti di pantai Malabar dan Coromandel, selain dari Bali dan Sulawesi Selatan. Di Batavia kala itu juga terdapat tempat jual beli budak. Pada masa Gubernur Jenderal Van den Parra (1761-1775) hampir setiap tahunnya dilakukan impor empat ribu budak.
Tentu saja nasib para budak sangat menyedihkan. Mereka bekerja tanpa dibayar dan tidak ada jaminan hukum terhadap mereka. Menurut Adolf Heyken, warga Jerman yang banyak menulis tentang Jakarta, justru para nyai atau gundik inilah yang bernasib baik. Beberapa nyai bahkan memiliki beberapa budak belian untuk berbagai keperluan sehari-harinya. Para budak juga dipekerjakan di kebun-kebun yang dibeli para nyai. Sebagai contoh Nyai Rokya (1816) yang memiliki 22 budak. Ia masih kalah dengan seorang janda kaya yang jadi gundik Cina kaya raya yang mewarisi 32 budak belian. Baru pertengahan abad ke-19, setelah dibukanya Terusan Suez dan pelayaran dengan kapal uap ke Hindia Belanda hanya butuh waktu satu bulan, banyak warga Belanda datang ke Batavia dengan disertai istri dan keluarganya. Sebelumnya pelayaran dari Eropa ke Batavia memerlukan waktu enam bulan dengan berbagai risiko di laut.
Terletak sekitar 10 km dari pasar Parung, daerah Ciseeng di Kabupaten Bogor berkembang pesat. Belasan tahun lalu jalan menuju Ciseeng sebagian masih tanah dan rusak berat. Kini sejumlah perusahaan real estate membangun perumahan di sana. Sementara pesantren Al-Mukhlisini pimpinan KH Zainal Abidin yang memiliki ribuan santri kini sudah membesar dengan membangun perguruan tinggi. Di kawasan ini juga terdapat pemandian air panas yang belum dikelola baik. Berbelok ke arah kanan dari Ciseeng dari Parung, terdapat desa Kuripan, setelah naik ojek sekitar dua kilometer.
Diriwayatkan di desa yang berhawa sejuk inilah lahir dan dibesarkan gadis cantik bernama Dasima. Kemudian untuk mencari penghidupan yang lebih baik, ia mengadu nasib ke desa Curug, Tangerang. Sulit dibayangkan bagaimana Dasima mencapai Curug dari desa terpencil dan belum ada jalan macam sekarang ini. Yang pasti, Dasima kemudian bekerja pada seorang Inggris kaya raya, Edward Williams, yang merupakan orang kepercayaan Raffles. Karena tergoda gadis desa yang bahenol ini, William memeliharanya sebagai nyai atawa gundik, tanpa dinikahi.
Kisah Dasima selanjutnya memilukan hati. Menurut versi G Francis (1896), sekalipun Dasima diberlakukan baik oleh tuannya, tapi ia mengalah pada guna-guna dan meninggalkan suami serta putrinya yang masih kecil bernama Nancy. Ia lantas menjadi istri kedua Samiun, tukang sado dari Kwitang. Tapi, sebenarnya bukan karena guna-guna Dasima meninggalkan tuan dan putrinya, tapi setelah diinsafkan bahwa hidup tanpa nikah adalah dosa besar. Akhirnya nyai dari Kuripan ini mati dibunuh Bang Puase atas perintah istri pertama Samiun, Hayati yang gila ceki (permainan judi Cina). Mayatnya dilemparkan ke kali Ciliwung dari Jembatan Kwitang, dekat toko buku Gunung Agung dan Hotel Aryaduta sekarang. Sedangkan, tempat kediaman William, pada peristiwa dua abad lalu itu diperkirakan terletak di samping gedung Pertamina dan Dirjen Perhubungan Laut di Medan Merdeka Timur. Kisah Nyai Dasima ini telah beberapa kali diangkat ke layar film dan sinetron serta diterjemahkan dalam berbagai bahasa.
Kisah nyai-nyai yang berlangsung pada dua abad lalu ini menjadi jamak karena orang Belanda dan Cina yang tiba di Batavia saat itu sering tanpa disertai istri. Mereka mengawini wanita pribumi atau mengambil nyai (gundik), terutama dari kalangan budak. Sebetulnya, pergundikan yang merupakan tradisi masyarakat kolonial Portugis sangat dibenci Gubernur Jenderal JP Coen. Tapi, hal itu terjadi karena penduduk Batavia sebagian besar pria. Coen ingin menjadikan Batavia sebagai kota Belanda yang murni. Untuk itu ia berkali-kali minta agar banyak wanita Belanda termasuk para gadis yatim piatu untuk dikirim ke Batavia, tapi tidak berhasil. Kecuali kepada para pegawai tinggi yang diizinkan membawa istri dan anak-anak, Heren 17 (Dewan Tertinggi VOC) melarang mengirim wanita Belanda ke Asia.
Orang-orang Eropa yang mengawini wanita pribumi cendrung kehilangan ciri-ciri Eropa tertentu dan mengambil berbagai gaya hidup pribumi. Mereka inilah yang sampai tahun 1950-an disebut Indo Belanda. Mereka sendiri oleh kaum Belanda totok diberlakukan sebagai orang Eropa kelas II, bahkan kelas III dan IV. Tidak heran banyak warga Belanda yang setelah mengawini wanita pribumi akan lebih memilih untuk tetap hidup di Indonesia setelah masa jabatannya habis. Apalagi pada masa VOC mereka tidak disediakan tiket untuk pulang.
Sejak JP Coen menaklukan Jayakarta (1619), ia memang memerlukan banyak tenaga kerja. Sementara Belanda dan Cina yang datang tanpa istri membutuhkan para budak wanita untuk dikawini atau dipelihara sebagai nyai dan gundik. Jumlah budak lantas berkembang sangat cepat, hingga pertengahan abad ke-17 jumlahnya mencapai separuh penduduk Batavia. Sensus tahun 1681 mencatat dari 30.740 penduduk Batavia, sebanyak 15.785 adalah budak belian. Tahun 1730 jumlah mereka meningkat dua kali lipat menjadi 30 ribu sehingga menjadi kelompok penduduk terbesar. Perbudakan baru dihapuskan pada 1860. Di antara para budak belian di Batavia, banyak yang dibeli di pasar-pasar budak di India, seperti di pantai Malabar dan Coromandel, selain dari Bali dan Sulawesi Selatan. Di Batavia kala itu juga terdapat tempat jual beli budak. Pada masa Gubernur Jenderal Van den Parra (1761-1775) hampir setiap tahunnya dilakukan impor empat ribu budak.
Tentu saja nasib para budak sangat menyedihkan. Mereka bekerja tanpa dibayar dan tidak ada jaminan hukum terhadap mereka. Menurut Adolf Heyken, warga Jerman yang banyak menulis tentang Jakarta, justru para nyai atau gundik inilah yang bernasib baik. Beberapa nyai bahkan memiliki beberapa budak belian untuk berbagai keperluan sehari-harinya. Para budak juga dipekerjakan di kebun-kebun yang dibeli para nyai. Sebagai contoh Nyai Rokya (1816) yang memiliki 22 budak. Ia masih kalah dengan seorang janda kaya yang jadi gundik Cina kaya raya yang mewarisi 32 budak belian. Baru pertengahan abad ke-19, setelah dibukanya Terusan Suez dan pelayaran dengan kapal uap ke Hindia Belanda hanya butuh waktu satu bulan, banyak warga Belanda datang ke Batavia dengan disertai istri dan keluarganya. Sebelumnya pelayaran dari Eropa ke Batavia memerlukan waktu enam bulan dengan berbagai risiko di laut.
Monday, June 13, 2005
SEPUTAR SEPTEMBER 1965 - I
Ini merupakan salah satu sejarah hitam dalam urutan sejarah Indonesia tercinta. Gue ngga ada maksud apa - apa dengan mosting mengenai Tragedi September 1965 jadi mohon jangan disalah artikan ... mohon untuk tidak memakai topik ini sebagai propaganda politik dan lain sebagainya karena dalam topik ini gue hanya berbagi cerita mengenai apa yang gue ketahui dari petikan sejarah September 1965. Kalau ada kesalahan dalam penyajian (udah kayak nulis buku ) mohon dimaafkan dan mohon dimaklumi ..
Kesaksian para pelaku gerakan september 65 ini merupakan hal yang penting bagi jalannya proses rekonstruksi sejarah Orde Baru. Sayangnya, sangatlah disayangkan ada yang tercecer dari kesaksian para tokoh kunci gerakan tersebut hingga terjadilah missing link yang masih misterius sampai dengan sekarang. Akibat yang paling fatal adalah pertanyaan yang paling mendasar dan legendaris sampai dengan saat ini yaitu : siapakah dalang dan otak sesungguhnya dari gerakan 30 September tersebut ? Ketidakjelasan nasib para tokoh PKI dan juga para pelaku langsung G 30 S, ikut menambah rumit konspirasi yang terjadi. Beberapa dari tokoh inti sudahlah jelas dan terang nasibnya dengan mengalami eksekusi secara resmi di depan regu tembak seperti eks Kol. Untung, eks Brigjen Sopeardjo, Sudisman yang anggota Politbiro PKI dan Dipa Nusantara Aidit yang menjadi Ketua PKI. Sementara itu Nyoto tidak diketahui sampai sekarang rimbanya. Alkisah tanggal 11 Maret 1966 sepulangnya dari sidang kabinet (Nyoto adalah salah satu mentri di kabinet soekarno), ia diculik oleh sekelompok orang yang tidak diketahui identitasnya dalam perjalanan pulang menuju rumahnya di Jl. Tirtayasa. Ada beberapa tapol yang pernah melihatnya di Rutan Salemba tapi setelah itu mereka tidak melihat lagi karena kemudian terhembus kabar burung bahwa Nyoto sudah dieksekusi di salah satu kepulauan Seribu di Teluk Jakarta. Yang menjadi suatu fenomena menarik adalah perlakuan ekstra judistrial bagi para elite politik PKI. Jika ditelaah dan diperhatikan, mereka tidak pernah diadili secara hukum dan menjalani tahap persidangan.
Letkol Untung bin Syamsuri, tokoh kunci Gerakan September 1965 adalah salah satu lulusan terbaik Akmil. Pada masa pendidikan ia bersaing dengan Benny Moerdani, perwira muda yang sangat menonjol dalam lingkup RPKAD (kelak Benny Moerdani menjadi tokoh legendaris dalam Misteri Tragedi Tanjung Priok). Mereka berdua sama-sama bertugas dalam operasi perebutan Irian Barat dan Untung merupakan salah satu anak buah Soeharto yang dipercaya menjadi Panglima Mandala. Sebelum ditarik ke Resimen Cakrabirawa, Untung pernah menjadi Komandan Batalyon 545/Banteng Raiders yang berbasis di Srondol, Semarang. Batalyon ini memiliki kualitas dan tingkat legenda yang setara dengan Yonif Linud 330/Kujang dan Yonif Linud 328/Kujang II. Kelak dalam peristiwa G 30 S ini, Banteng Raiders akan berhadapan dengan pasukan elite RPKAD dibawah komando Sarwo Edhie Wibowo (Pak Sarwo ini adalah mertua dari Presiden kita yang sekarang Pak Susilo Bambang Yudhoyono). Setelah G 30 S meletus dan gagal dalam operasinya, Untung melarikan diri dan menghilang beberapa bulan lamanya sebelum kemudian ia tertangkap secara tidak sengaja oleh dua orang anggota Armed di Brebes, Jawa Tengah. Ketika tertangkap, ia tidak mengaku bernama Untung. Anggota Armed yang menangkapnya pun tidak menyangka bahwa tangkapannya adalah mantan Komando Operasional G 30 S. Setelah mengalami pemeriksaan di markas CPM Tegal, barulah diketahui bahwa yang bersangkutan bernama Untung. Setelah melalui sidang Mahmilub yang kilat, Untung pun dieksekusi di Cimahi, Jawa Barat pada tahun 1969, 4 thn setelah G 30 S mengobarkan pemberontakannya. Bagi Soeharto, Untung bukanlah orang lain. Hubungan keduanya cukup erat apalagi dulunya Soeharto pernah menjadi atasan Untung di Kodam Diponegoro. Indikasi kedekatan tersebut terlihat pada resepsi pernikahan Untung yang dihadiri oleh Soeharto beserta Ny. Tien Soeharto. Pernikahan tersebut berlangsung di Kebumen beberapa bulan sebelum G 30 S meletus. Kedatangan Komandan pada resepsi pernikahan anak buahnya adalah hal yang jamak, yang tidak jamak adalah tampak ada hal khusus yang mendorong Soeharto dan istrinya hadir pada pernikahan tersebut mengingat jarak Jakarta - Kebumen bukanlah jarak yang dekat belum lagi ditambah pada masa tahun 1965 sarana transportasi sangatlah sulit.Kembali, suatu misteri yang tak terpecahkan sampai sekarang, apakah hubungan Soeharto dengan Untung dan kaitannya dengan peristiwa September 1965 ?
Menyusul terjadinya tragedi September 1965, Latief sempat menjadi buronan beberapa saat. Bersama Untung dan Kapt. Inf. Suradi, mereka melarikan diri ke arah selatan sampai di desa Cipayung, Pasar Rebo, Jakarta. Setelah kelar menamam semua senjatanya di desa Kebon Nanas, Bogor. Latief pada keesokan harinya berusaha menemui Presiden Soekarno melalui Brigjen Soepardjo namun usaha tersebut menemui kegagalan. Karena usaha untuk bertemu gagal, maka Latief bersembunyi di daerah Pejompongan dan setelah dua malam bersembunyi, akhirnya ia tertangkap oleh sepasukan tentara yang menggeledah daerah tersebut. Dengan luka pada kaki kirinya dia masuk penjara sebagai tapol dan mengalami persidangan berkali - kali. Semula Latief mendapat hukuman mati kemudian Mahkamah Militer Agung pada tahun 1982 mengganti vonisnya menjadi vonis seumur hidup. Setahun kemudian pada tahun 1983, Latief resmi menjadi narapidana politik di LP Cipinang. Latief lalu mengajukan permohonan hukuman seumur hidup diubah menjadi hukuman terbatas. Soeharto melalui salah satu keppresnya akhirnya menambah hukuman Latief selama lima tahun sampai dengan 18 Januari 1988 tapi setelah masa itu lewat, Latief tak kunjung dibebaskan. Pada 17 Agustus 1994, Omar Dhani mantan Menpangau, Dr. Soebandrio mantan Menlu dan Ketua BPI serta Brigjen Pol. Sutarto serta Kol. Latief mengajukan grasi pada Presiden Soeharto. Semua mendapat grasi kecuali Kol. Latief. Akhirnya pada era pemerintahan Habibie lah baru Latief mendapatkan grasinya.
Eks Sersan Mayor Boengkoes adalah salah satu pelaku langsung dari Tragedi September 1965. Dia dibebaskan dari LP Cipinang pada tanggal 25 Maret 1999. Sebagai Komandan Peleton Kompi C Batalyon Kawal Kehormatan Cakrabirawa yang berada di bawah Kol. Untung, dia mengaku bahwa dia hanya menjalankan perintah atasannya yaitu Lettu Dul Arief. Ia diperintahkan untuk 'mengambil' Mayjen MT. Haryono, hidup atau mati. Sebelum dilakukan pengambilan tersebut, dia diberi penjelasan oleh atasannya tersebut bahwa ada sekelompok jenderal yang menamakan dirinya "Dewan Jenderal" yang bertujuan meng-coup Presiden Soekarno. Ketika ditanya apakah Boengkoes mengerti dengan yang dimaksud "Dewan Jenderal", dia menjawab dalam masa G 30 S tersebut ada dua kubu yang tampaknya lagi berkonflik dalam kemiliteran terutama di Angkatan Darat. Yaitu apa yang disebut sebagai "Dewan Jenderal" dan "Dewan Revolusi"."Dewan Jenderal" adalah yang berniat melakukan coup pada Presiden Soekarno sedangkan "Dewan Revolusi" adalah yang berniat menyelamatkan Presiden Soekarno. Menurut Boengkoes ada ketidaserasian dalam Angkatan Darat tidak hanya menyangkut Soekarno.S ekitar pukul setengah tiga dini hari semua unsur pasukan yang bertugas untuk melakukan penangkapan dikumpulkan dan diberi briefing akhir. Pasukan dibagi dalam tujuh sasaran dengan dalam tiap titik sasaran terdiri atas satu peleton pasukan. Waktu 'pengambilan' sangat singkat, antara 15 - 20 menit dan tidak dihitung dengan waktu berangkat. Dan sebelum pukul 06.00 harus sudah dibawa ke semua tujuh orang Jenderal tersebut. Waktu itu Serma Boengkoes mendapat sasaran Mayjen MT. Haryono. Sebelum penangkapan, Serma Boengkoes melakukan observasi dulu. Yang dia ingat adalah waktu itu pintu menghadap ke selatan. Setelah Boengkoes mengetuk pintu dan meminta ijin untuk kedua kalinya, pintu ditutup dan dikunci dari dalam. Waktu itu keadaan gelap sekali karena oleh pemilik rumah semua lampu dimatikan. Dalam hati Boengkoes timbul pertentangan antara melanjutkan atau tidak tetapi sebagai seorang tentara dia teringat akan perintah komandannya yang harus dituruti. Akhirnya didobraknyalah pintu tersebut dan ketika itu Boengkoes terkejut karena melihat kelebatan bayangan putih dan secara reflek dia menarik pelatuk dan terjadilah penembakan itu. Gugurlah satu bunga bangsa .. Mayjen MT. Haryono. Menurut pengakuan Boengkoes pada saat dia melakukan penembakan, dia tidak mengetahui bahwa yang ditembaknya adalah Mayjen MT. Haryono.Pukul 05.30 pagi tanggal 01 Oktober, Boengkoes dan pasukannya sudah tiba di tempat semula. Baru ketika matahari sudah panas dilakukanlah eksekusi terhadap para jenderal yang masih hidup. dan itupun dilakukan dengan sopan dengan dipapahnya para jenderal sampai bibir sumur dan baru kemudian ditembak.
bersambung ... :)
Kesaksian para pelaku gerakan september 65 ini merupakan hal yang penting bagi jalannya proses rekonstruksi sejarah Orde Baru. Sayangnya, sangatlah disayangkan ada yang tercecer dari kesaksian para tokoh kunci gerakan tersebut hingga terjadilah missing link yang masih misterius sampai dengan sekarang. Akibat yang paling fatal adalah pertanyaan yang paling mendasar dan legendaris sampai dengan saat ini yaitu : siapakah dalang dan otak sesungguhnya dari gerakan 30 September tersebut ? Ketidakjelasan nasib para tokoh PKI dan juga para pelaku langsung G 30 S, ikut menambah rumit konspirasi yang terjadi. Beberapa dari tokoh inti sudahlah jelas dan terang nasibnya dengan mengalami eksekusi secara resmi di depan regu tembak seperti eks Kol. Untung, eks Brigjen Sopeardjo, Sudisman yang anggota Politbiro PKI dan Dipa Nusantara Aidit yang menjadi Ketua PKI. Sementara itu Nyoto tidak diketahui sampai sekarang rimbanya. Alkisah tanggal 11 Maret 1966 sepulangnya dari sidang kabinet (Nyoto adalah salah satu mentri di kabinet soekarno), ia diculik oleh sekelompok orang yang tidak diketahui identitasnya dalam perjalanan pulang menuju rumahnya di Jl. Tirtayasa. Ada beberapa tapol yang pernah melihatnya di Rutan Salemba tapi setelah itu mereka tidak melihat lagi karena kemudian terhembus kabar burung bahwa Nyoto sudah dieksekusi di salah satu kepulauan Seribu di Teluk Jakarta. Yang menjadi suatu fenomena menarik adalah perlakuan ekstra judistrial bagi para elite politik PKI. Jika ditelaah dan diperhatikan, mereka tidak pernah diadili secara hukum dan menjalani tahap persidangan.
Letkol Untung bin Syamsuri, tokoh kunci Gerakan September 1965 adalah salah satu lulusan terbaik Akmil. Pada masa pendidikan ia bersaing dengan Benny Moerdani, perwira muda yang sangat menonjol dalam lingkup RPKAD (kelak Benny Moerdani menjadi tokoh legendaris dalam Misteri Tragedi Tanjung Priok). Mereka berdua sama-sama bertugas dalam operasi perebutan Irian Barat dan Untung merupakan salah satu anak buah Soeharto yang dipercaya menjadi Panglima Mandala. Sebelum ditarik ke Resimen Cakrabirawa, Untung pernah menjadi Komandan Batalyon 545/Banteng Raiders yang berbasis di Srondol, Semarang. Batalyon ini memiliki kualitas dan tingkat legenda yang setara dengan Yonif Linud 330/Kujang dan Yonif Linud 328/Kujang II. Kelak dalam peristiwa G 30 S ini, Banteng Raiders akan berhadapan dengan pasukan elite RPKAD dibawah komando Sarwo Edhie Wibowo (Pak Sarwo ini adalah mertua dari Presiden kita yang sekarang Pak Susilo Bambang Yudhoyono). Setelah G 30 S meletus dan gagal dalam operasinya, Untung melarikan diri dan menghilang beberapa bulan lamanya sebelum kemudian ia tertangkap secara tidak sengaja oleh dua orang anggota Armed di Brebes, Jawa Tengah. Ketika tertangkap, ia tidak mengaku bernama Untung. Anggota Armed yang menangkapnya pun tidak menyangka bahwa tangkapannya adalah mantan Komando Operasional G 30 S. Setelah mengalami pemeriksaan di markas CPM Tegal, barulah diketahui bahwa yang bersangkutan bernama Untung. Setelah melalui sidang Mahmilub yang kilat, Untung pun dieksekusi di Cimahi, Jawa Barat pada tahun 1969, 4 thn setelah G 30 S mengobarkan pemberontakannya. Bagi Soeharto, Untung bukanlah orang lain. Hubungan keduanya cukup erat apalagi dulunya Soeharto pernah menjadi atasan Untung di Kodam Diponegoro. Indikasi kedekatan tersebut terlihat pada resepsi pernikahan Untung yang dihadiri oleh Soeharto beserta Ny. Tien Soeharto. Pernikahan tersebut berlangsung di Kebumen beberapa bulan sebelum G 30 S meletus. Kedatangan Komandan pada resepsi pernikahan anak buahnya adalah hal yang jamak, yang tidak jamak adalah tampak ada hal khusus yang mendorong Soeharto dan istrinya hadir pada pernikahan tersebut mengingat jarak Jakarta - Kebumen bukanlah jarak yang dekat belum lagi ditambah pada masa tahun 1965 sarana transportasi sangatlah sulit.Kembali, suatu misteri yang tak terpecahkan sampai sekarang, apakah hubungan Soeharto dengan Untung dan kaitannya dengan peristiwa September 1965 ?
Menyusul terjadinya tragedi September 1965, Latief sempat menjadi buronan beberapa saat. Bersama Untung dan Kapt. Inf. Suradi, mereka melarikan diri ke arah selatan sampai di desa Cipayung, Pasar Rebo, Jakarta. Setelah kelar menamam semua senjatanya di desa Kebon Nanas, Bogor. Latief pada keesokan harinya berusaha menemui Presiden Soekarno melalui Brigjen Soepardjo namun usaha tersebut menemui kegagalan. Karena usaha untuk bertemu gagal, maka Latief bersembunyi di daerah Pejompongan dan setelah dua malam bersembunyi, akhirnya ia tertangkap oleh sepasukan tentara yang menggeledah daerah tersebut. Dengan luka pada kaki kirinya dia masuk penjara sebagai tapol dan mengalami persidangan berkali - kali. Semula Latief mendapat hukuman mati kemudian Mahkamah Militer Agung pada tahun 1982 mengganti vonisnya menjadi vonis seumur hidup. Setahun kemudian pada tahun 1983, Latief resmi menjadi narapidana politik di LP Cipinang. Latief lalu mengajukan permohonan hukuman seumur hidup diubah menjadi hukuman terbatas. Soeharto melalui salah satu keppresnya akhirnya menambah hukuman Latief selama lima tahun sampai dengan 18 Januari 1988 tapi setelah masa itu lewat, Latief tak kunjung dibebaskan. Pada 17 Agustus 1994, Omar Dhani mantan Menpangau, Dr. Soebandrio mantan Menlu dan Ketua BPI serta Brigjen Pol. Sutarto serta Kol. Latief mengajukan grasi pada Presiden Soeharto. Semua mendapat grasi kecuali Kol. Latief. Akhirnya pada era pemerintahan Habibie lah baru Latief mendapatkan grasinya.
Eks Sersan Mayor Boengkoes adalah salah satu pelaku langsung dari Tragedi September 1965. Dia dibebaskan dari LP Cipinang pada tanggal 25 Maret 1999. Sebagai Komandan Peleton Kompi C Batalyon Kawal Kehormatan Cakrabirawa yang berada di bawah Kol. Untung, dia mengaku bahwa dia hanya menjalankan perintah atasannya yaitu Lettu Dul Arief. Ia diperintahkan untuk 'mengambil' Mayjen MT. Haryono, hidup atau mati. Sebelum dilakukan pengambilan tersebut, dia diberi penjelasan oleh atasannya tersebut bahwa ada sekelompok jenderal yang menamakan dirinya "Dewan Jenderal" yang bertujuan meng-coup Presiden Soekarno. Ketika ditanya apakah Boengkoes mengerti dengan yang dimaksud "Dewan Jenderal", dia menjawab dalam masa G 30 S tersebut ada dua kubu yang tampaknya lagi berkonflik dalam kemiliteran terutama di Angkatan Darat. Yaitu apa yang disebut sebagai "Dewan Jenderal" dan "Dewan Revolusi"."Dewan Jenderal" adalah yang berniat melakukan coup pada Presiden Soekarno sedangkan "Dewan Revolusi" adalah yang berniat menyelamatkan Presiden Soekarno. Menurut Boengkoes ada ketidaserasian dalam Angkatan Darat tidak hanya menyangkut Soekarno.S ekitar pukul setengah tiga dini hari semua unsur pasukan yang bertugas untuk melakukan penangkapan dikumpulkan dan diberi briefing akhir. Pasukan dibagi dalam tujuh sasaran dengan dalam tiap titik sasaran terdiri atas satu peleton pasukan. Waktu 'pengambilan' sangat singkat, antara 15 - 20 menit dan tidak dihitung dengan waktu berangkat. Dan sebelum pukul 06.00 harus sudah dibawa ke semua tujuh orang Jenderal tersebut. Waktu itu Serma Boengkoes mendapat sasaran Mayjen MT. Haryono. Sebelum penangkapan, Serma Boengkoes melakukan observasi dulu. Yang dia ingat adalah waktu itu pintu menghadap ke selatan. Setelah Boengkoes mengetuk pintu dan meminta ijin untuk kedua kalinya, pintu ditutup dan dikunci dari dalam. Waktu itu keadaan gelap sekali karena oleh pemilik rumah semua lampu dimatikan. Dalam hati Boengkoes timbul pertentangan antara melanjutkan atau tidak tetapi sebagai seorang tentara dia teringat akan perintah komandannya yang harus dituruti. Akhirnya didobraknyalah pintu tersebut dan ketika itu Boengkoes terkejut karena melihat kelebatan bayangan putih dan secara reflek dia menarik pelatuk dan terjadilah penembakan itu. Gugurlah satu bunga bangsa .. Mayjen MT. Haryono. Menurut pengakuan Boengkoes pada saat dia melakukan penembakan, dia tidak mengetahui bahwa yang ditembaknya adalah Mayjen MT. Haryono.Pukul 05.30 pagi tanggal 01 Oktober, Boengkoes dan pasukannya sudah tiba di tempat semula. Baru ketika matahari sudah panas dilakukanlah eksekusi terhadap para jenderal yang masih hidup. dan itupun dilakukan dengan sopan dengan dipapahnya para jenderal sampai bibir sumur dan baru kemudian ditembak.
bersambung ... :)
TERAPI EMOSI
Kalau baca judul diatas tentu itu hanyalah karangan saya saja semata. Hal ini terinspirasi oleh kejadian tadi malam ketika nonton AFI - Konser Eliminasi I di Indosiar. Mungkin banyak yang akan mentertawakan saya, I am a man, 33 years old dan masih suka nonton AFI yang notabene adalah program untuk anak-anak tanggung atau dikenal dengan istilah ABG.
Bukan pula excuse atau alasan murahan tapi sejujurnya seperti yang pernah saya tuliskan bahwa dengan nonton AFI, ada satu masa dimana saya bisa kembali meredam perasaan akan kangen dengan tanah air. Masa-masa pertamanya AFI baru saja muncul, I used to spend my time dengan Bunda di rumah sambil menonton konser-konsernya AFI setiap malam minggu, sambil pula menikmati secangkir kopi dan pisang goreng bikinan Bunda, kemudian kita bersama-sama memberi komentar yang terkadang membuat kita berdua sendiri tergelak-gelak mengomentari komentar kita sendiri, lalu pada saat pengumuman eliminasi, terkadang tanpa disadari air mata kita pun ikut menetes.
Seperti tadi malam ketika menyaksikan Arjuna dari Makassar harus pulang, tanpa terasa air mata pun ikut menetes dan pandangan ke layar kaca pun mengabur oleh genangan air mata. There are two reasons I cried. Pertama karena memang I easily cry, nonton film saja bisa meneteskan air mata. Kedua karena I miss my time in Bandung karena biasanya setelah nonton Konser AFI, we gathered together untuk minum kopi sama-sama sambil ngobrolin tentang segala macam dari mulai baju, film, permainan truth or dare, hidup, kerjaan, kuliah, curhat dan lain-lain. I did miss that time.
So, walaupun dihujat oleh beberapa teman diemail dengan kalimat yang mengatakan bahwa hari begini masih nonton AFI, I don't care .. saya hanya berpikir seandainya mereka ada ditempat saya sekarang ini dan hanya bisa menangkap siaran Indosiar dan RCTI, saya percaya teman-teman saya akan sangat sangat menikmati AFI, Kondan-In, Indonesian Idol and others yang mungkin tadinya tidak pernah dilirik sekalipun.
Betapa pun saya bisa dengan bangga bercerita pada teman-teman lokal disini ketika mereka bertanya seperti apakah AFI itu, at least ada yang bisa saya ceritakan tentang Ibu Pertiwi walaupun mungkin pengaruhnya tidak banyak but at least saya sudah bisa meng-AFI-kan beberapa teman lokal disini :)
Dan menangis secara ikut terharu seperti ketika kita nonton AFI, tanpa terasa ikut meringankan beban. Benar apa yang orang katakan, biasanya setelah selesai menangis semuanya akan terasa ringan.
Ah .. sudahlah, I better stop karena dari tadi kayaknya ngga teralur dengan baik penulisannya ... :) ..
Kalau baca judul diatas tentu itu hanyalah karangan saya saja semata. Hal ini terinspirasi oleh kejadian tadi malam ketika nonton AFI - Konser Eliminasi I di Indosiar. Mungkin banyak yang akan mentertawakan saya, I am a man, 33 years old dan masih suka nonton AFI yang notabene adalah program untuk anak-anak tanggung atau dikenal dengan istilah ABG.
Bukan pula excuse atau alasan murahan tapi sejujurnya seperti yang pernah saya tuliskan bahwa dengan nonton AFI, ada satu masa dimana saya bisa kembali meredam perasaan akan kangen dengan tanah air. Masa-masa pertamanya AFI baru saja muncul, I used to spend my time dengan Bunda di rumah sambil menonton konser-konsernya AFI setiap malam minggu, sambil pula menikmati secangkir kopi dan pisang goreng bikinan Bunda, kemudian kita bersama-sama memberi komentar yang terkadang membuat kita berdua sendiri tergelak-gelak mengomentari komentar kita sendiri, lalu pada saat pengumuman eliminasi, terkadang tanpa disadari air mata kita pun ikut menetes.
Seperti tadi malam ketika menyaksikan Arjuna dari Makassar harus pulang, tanpa terasa air mata pun ikut menetes dan pandangan ke layar kaca pun mengabur oleh genangan air mata. There are two reasons I cried. Pertama karena memang I easily cry, nonton film saja bisa meneteskan air mata. Kedua karena I miss my time in Bandung karena biasanya setelah nonton Konser AFI, we gathered together untuk minum kopi sama-sama sambil ngobrolin tentang segala macam dari mulai baju, film, permainan truth or dare, hidup, kerjaan, kuliah, curhat dan lain-lain. I did miss that time.
So, walaupun dihujat oleh beberapa teman diemail dengan kalimat yang mengatakan bahwa hari begini masih nonton AFI, I don't care .. saya hanya berpikir seandainya mereka ada ditempat saya sekarang ini dan hanya bisa menangkap siaran Indosiar dan RCTI, saya percaya teman-teman saya akan sangat sangat menikmati AFI, Kondan-In, Indonesian Idol and others yang mungkin tadinya tidak pernah dilirik sekalipun.
Betapa pun saya bisa dengan bangga bercerita pada teman-teman lokal disini ketika mereka bertanya seperti apakah AFI itu, at least ada yang bisa saya ceritakan tentang Ibu Pertiwi walaupun mungkin pengaruhnya tidak banyak but at least saya sudah bisa meng-AFI-kan beberapa teman lokal disini :)
Dan menangis secara ikut terharu seperti ketika kita nonton AFI, tanpa terasa ikut meringankan beban. Benar apa yang orang katakan, biasanya setelah selesai menangis semuanya akan terasa ringan.
Ah .. sudahlah, I better stop karena dari tadi kayaknya ngga teralur dengan baik penulisannya ... :) ..
Wednesday, June 08, 2005
TAHUKAH ANDA ?
Buat yang hobi jalan-jalan or kongkow-kongkow di Plaza Semanggi, mungkin ini bisa membuat semakin cinta dengan Plangi ... :)
Kisah GRANADHA
Kawasan bisnis Graha Purna Yudha (Granadha) adalah kawasan yang meliputi pusat perbelanjaan Plaza Semanggi, gedung perkantoran serta Balai Sarbini, yang merupakan bangunan multifungsi, baik untuk pertunjukan seni, seminar, dan lainnya.
Tadinya, gedung itu didirikan sebagai Gedung Veteran RI, atas ide Presiden I RI, Soekarno. Peletakan batu pertamanya dilakukan 6 Januari 1965. Namun, baru delapan tahun kemudian, gedung itu selesai dibangun. Tepat 11 Maret 1973, Presiden Soeharto meresmikan penggunaan Balai Sarbini tersebut.
Gedung itu terus terpakai, namun lama-kelamaan kurang diminati lagi. Apalagi dengan semakin banyaknya gedung-gedung pencakar langit yang dibangun di Jakarta. Balai Sarbini seolah ”mati suri”. Belakangan, gedung itu direnovasi tanpa meninggalkan bentuk arsitektur bangunan yang khas, bulatan topi baja tentara di bagian atapnya. Maka, bangunan itu kembali ”hidup”, apalagi setelah diresmikan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada 23 Februari 2004 lalu.
Kalau Anda berjalan-jalan ke sana, di depan Balai Sarbini, bisa dilihat tiga prasasti, masing-masing ditandatangani Presiden Soekarno (1965), Presiden Soeharto (1973), dan Presiden Megawati Soekarnoputri (2004). Di depan bangunan itu, juga ada patung dada Letjen TNI HM Sarbini (alm), yang namanya dijadikan nama bangunan tersebut. Di situ terdapat pula relief yang menggambarkan perjuangan TNI.
Lalu siapakah Letjen TNI HM. Sarbini itu ? ..
nantikan di episode berikutnya dari serial TAHUKAH ANDA ? ... :)
Kisah GRANADHA
Kawasan bisnis Graha Purna Yudha (Granadha) adalah kawasan yang meliputi pusat perbelanjaan Plaza Semanggi, gedung perkantoran serta Balai Sarbini, yang merupakan bangunan multifungsi, baik untuk pertunjukan seni, seminar, dan lainnya.
Tadinya, gedung itu didirikan sebagai Gedung Veteran RI, atas ide Presiden I RI, Soekarno. Peletakan batu pertamanya dilakukan 6 Januari 1965. Namun, baru delapan tahun kemudian, gedung itu selesai dibangun. Tepat 11 Maret 1973, Presiden Soeharto meresmikan penggunaan Balai Sarbini tersebut.
Gedung itu terus terpakai, namun lama-kelamaan kurang diminati lagi. Apalagi dengan semakin banyaknya gedung-gedung pencakar langit yang dibangun di Jakarta. Balai Sarbini seolah ”mati suri”. Belakangan, gedung itu direnovasi tanpa meninggalkan bentuk arsitektur bangunan yang khas, bulatan topi baja tentara di bagian atapnya. Maka, bangunan itu kembali ”hidup”, apalagi setelah diresmikan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada 23 Februari 2004 lalu.
Kalau Anda berjalan-jalan ke sana, di depan Balai Sarbini, bisa dilihat tiga prasasti, masing-masing ditandatangani Presiden Soekarno (1965), Presiden Soeharto (1973), dan Presiden Megawati Soekarnoputri (2004). Di depan bangunan itu, juga ada patung dada Letjen TNI HM Sarbini (alm), yang namanya dijadikan nama bangunan tersebut. Di situ terdapat pula relief yang menggambarkan perjuangan TNI.
Lalu siapakah Letjen TNI HM. Sarbini itu ? ..
nantikan di episode berikutnya dari serial TAHUKAH ANDA ? ... :)
Friday, June 03, 2005
TAHUKAH ANDA ?
Sejak diproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 sampai dengan masa Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Indonesia pernah memiliki 11 Perdana Menteri, yang mana diantara tahun 1950 sampai tahun 1955 mengalami 5 kali pergantian Perdana Menteri dan dikenal dengan periode Kabinet 100 Menteri. Adapun tokoh-tokoh pergerakan yang pernah menjadi Perdana Menteri adalah :
1945 - 1947 SUTAN SJAHRIR
1947 - 1948 AMIR SJARIFFOEDIN
1948 - 1950 MOHAMMAD HATTA
1950 ABDUL HALIM
1950 - 1951 MOHAMMAD NATSIR
1951 - 1952 SOEKIMAN WIRJOSANDJOJO
1952 - 1953 WILOPO
1953 - 1955 ALI SASTROAMIDJOJO
1955 - 1956 BURHANUDDIN HARAHAP
1956 - 1957 ALI SASTROAMIDJOJO
1957 - 1959 RADEN DJUANDA KARTAWIDJAJA
1945 - 1947 SUTAN SJAHRIR
1947 - 1948 AMIR SJARIFFOEDIN
1948 - 1950 MOHAMMAD HATTA
1950 ABDUL HALIM
1950 - 1951 MOHAMMAD NATSIR
1951 - 1952 SOEKIMAN WIRJOSANDJOJO
1952 - 1953 WILOPO
1953 - 1955 ALI SASTROAMIDJOJO
1955 - 1956 BURHANUDDIN HARAHAP
1956 - 1957 ALI SASTROAMIDJOJO
1957 - 1959 RADEN DJUANDA KARTAWIDJAJA
TAHUKAH ANDA ?
Berikut adalah nama-nama Gubernur Jenderal yang pernah memerintah di Indonesia
Masa Pemerintahan VOC
1609 – 1799
1609 – 1614 PIETER BOTH
1614 – 1615 GERARD REYNST
1616 – 1619 LAURENS REAAL
1619 – 1623 JAN PIETERSZOON COEN
1623 – 1627 PIETER DE CARPENTIER
1627 – 1629 JAN PIETERSZOON COEN
1629 – 1632 JACQUES SPECX
1632 – 1636 HENDRIK BOUWER
1636 – 1645 ANTONIO VAN DIEMEN
1645 – 1650 CORNELIS VAN DER LIJN
1650 – 1653 CAREL REYNIERSZ
1653 – 1678 JOAN MAETSUYKER
1678 – 1681 RIJCKLOF VAN GOENS
1681 – 1684 CORNELIS SPEELMAN
1684 – 1691 JOANNES CAMPHUYS
1691 – 1704 WILLEM VAN OUTHOORN
1704 – 1709 JOAN VAN HOORN
1709 – 1713 ABRAHAM VAN RIEBECK
1713 – 1718 CHRISTOFFEL VAN SWOLL
1718- 1725 HENRICUS ZWAARDECROON
1725 – 1729 MATTHEUS DE HAAN
1729 – 1732 DIEDERIK DURVEN
1732 – 1735 DIRK VAN CLOON
1735 – 1737 ABRAHAM PATRAS
1737 – 1741 ADRIAAN VALCKENIER
1741 – 1743 JOHANNES THEDENS (Acting Governor General)
1743 – 1750 GUSTAAF WILLEM BARON VAN IMHOFF
1750 – 1761 JACOB MOSSEL
1761 – 1775 PETRUS ALBERTUS VAN DER PARRA
1775 – 1777 JEREMIAS VAN RIEMSDIJK
1777 – 1780 REYNIER DE KLERK
1780 – 1797 WILLEM ARNOLD ALTING
1797 – 1799 PIETER GERHARDUS VAN OVERSTRATEN
Masa Pemerintahan Belanda I
1800 – 1811
1800 – 1801 PIETER GERHARDUS VAN OVERSTRATEN
1801 – 1805 JOANNES SIBERG
1805 – 1808 ALBERTUS HENDRICUS WIESE
1808 – 1811 HERMAN WILLEM DAENDLES
1811 JAN WILLEM JANSSENS
Lalu pecahlah Perang Napoleon di Eropa yang mengakibatkan Belanda berada dibawah kekuasaan Perancis kala itu dan Tanah Jawa dikuasai oleh Inggris. Maka bergantilah posisi Gubernur Jenderal dari Belanda ke Inggris, mengingat Inggris melakukan pemusatan pemerintahan jajahan di India, maka ditunjukklah Letnan Gubernur Jenderal yang berada langsung dibawah Gubernur Jenderal British – India yang berkedudukan di Calcutta.
Masa Pemerintahan Inggris
1811 – 1816
1811 – 1816 THOMAS STAMFORD RAFFLES
1816 JOHN FENDALL
Kemudian pada Perang Waterloo tertanggal 18 Juni 1815, Napoleon kalah dan menandai berakhirnya Perang Napoleon. Maka Belanda kembali berkuasa di Tanah Hindia – Belanda.
Masa Pemerintahan Belanda II
1816 – 1949
1816 – 1826 GODERT AGP baron VAN DER CAPPELEN
1826 – 1830 LEONARD PJ. Burggraaf DU BUD DE GISIGNIES
1830 – 1833 JOHANNES VAN DEN BOSCH
1833 - 1836 JEAN-CHRETIEN BAUD
1836 – 1840 DOMINIQUE JACQUES DE EERENS
1840 – 1841 CSW GRAAF VAN HOGENDROP (Acting Governor General)
1841 – 1844 PIETER MERKUS
1844 - 1845 JOAN CORNELIS REYNST (Acting Governor General)
1845 – 1851 JAN JACOB ROCHUSSEN
1851 – 1856 ALBERTUS J. DUYMAER VAN TWIST
1856 – 1861 CHARLES FERDINAND PAHUD VAN MONTANGER
1861 – 1861 ARIJ PRINS (Acting Governor General)
1861 – 1866 LUDOLF AJW baron SLOET VAN DE BELLE
1866 – 1866 ARIJ PRINS (Acting Governor General)
1866 – 1872 PIETER MIJER
1872 – 1875 JAMES LOUDON
1875 – 1881 JOHAN W. VAN LANSBERGE
1881 – 1884 FREDERIK s’JACOB
1884 - 1888 OTTO VAN REES
1888 – 1893 CORNELIS PIJNAKER HORDIJK
1893 – 1899 Jonkheer CAREL HA VAN DER WIJCK
1899 – 1904 WILLEM ROOSEBOOM
1904 – 1909 JOANNES BENEDICTUS VAN HEUTSZ
1909 – 1916 ALEXANDER WILLEM FREDERIK IDENBURG
1916 – 1921 JP GRAAF VAN LIMBURG STIRUM
1921 – 1926 D FOCK
1926 – 1931 Jonkheer ACD DE GRAEFF
1931 – 1936 Jonkheer BONIFACIUS CORNELIS DE JONGE
1936 – 1942 Jonkheer AWL TJARDA VAN STARKENBORGH STACHOUWER
Lalu pecahlah Perang Dunia II. Jepang menguasai Asia Timur. Jepang mengambil Indo-Cina dari tangan Perancis. Burma dan Malaysia dari tangan Inggris, Philipina dari tangan Amerika dan Hindia-Belanda dari tangan Belanda. Dimulailah masa penjajahan Jepang.
Masa Pemerintahan Jepang
1942 – 1945
Maret 1942 – November 1942 HITOSHI IMAMURA (Gubernur Militer di Jawa)
November 1942 – November 1944 KUMASHAKI HARADA (Gubernur Militer di Jawa)
November 1944- September 1945 SHIGEICHI YAMAMOTO (Gubernur Militer di Jawa)
Setelah Jepang kalah dan Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Kekuasaan Belanda masih bertahan dibeberapa bagian di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Republik Indonesia resmi bersih dari kekuasaan Belanda pada tahun 1949 dengan diserahterimakannya Republik Indonesia ini oleh Pemerintah Kerajaan Belanda yang diwakili oleh AHJ. Lovink kepada Pemerintah Republik Indonesia yang diwakili oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX di Istana Merdeka dengan upacara penurunan bendera Belanda dan penaikkan bendera Indonesia.
Masa Kemerdekaan
1942 – 1948 HUBERTUS JOHANNES VAN MOOK
1948 – 1949 LOUIS BEEL (Komisaris Tinggi)
1949 – 1949 AHJ. Lovink (Komisaris Tinggi)
Masa Pemerintahan VOC
1609 – 1799
1609 – 1614 PIETER BOTH
1614 – 1615 GERARD REYNST
1616 – 1619 LAURENS REAAL
1619 – 1623 JAN PIETERSZOON COEN
1623 – 1627 PIETER DE CARPENTIER
1627 – 1629 JAN PIETERSZOON COEN
1629 – 1632 JACQUES SPECX
1632 – 1636 HENDRIK BOUWER
1636 – 1645 ANTONIO VAN DIEMEN
1645 – 1650 CORNELIS VAN DER LIJN
1650 – 1653 CAREL REYNIERSZ
1653 – 1678 JOAN MAETSUYKER
1678 – 1681 RIJCKLOF VAN GOENS
1681 – 1684 CORNELIS SPEELMAN
1684 – 1691 JOANNES CAMPHUYS
1691 – 1704 WILLEM VAN OUTHOORN
1704 – 1709 JOAN VAN HOORN
1709 – 1713 ABRAHAM VAN RIEBECK
1713 – 1718 CHRISTOFFEL VAN SWOLL
1718- 1725 HENRICUS ZWAARDECROON
1725 – 1729 MATTHEUS DE HAAN
1729 – 1732 DIEDERIK DURVEN
1732 – 1735 DIRK VAN CLOON
1735 – 1737 ABRAHAM PATRAS
1737 – 1741 ADRIAAN VALCKENIER
1741 – 1743 JOHANNES THEDENS (Acting Governor General)
1743 – 1750 GUSTAAF WILLEM BARON VAN IMHOFF
1750 – 1761 JACOB MOSSEL
1761 – 1775 PETRUS ALBERTUS VAN DER PARRA
1775 – 1777 JEREMIAS VAN RIEMSDIJK
1777 – 1780 REYNIER DE KLERK
1780 – 1797 WILLEM ARNOLD ALTING
1797 – 1799 PIETER GERHARDUS VAN OVERSTRATEN
Masa Pemerintahan Belanda I
1800 – 1811
1800 – 1801 PIETER GERHARDUS VAN OVERSTRATEN
1801 – 1805 JOANNES SIBERG
1805 – 1808 ALBERTUS HENDRICUS WIESE
1808 – 1811 HERMAN WILLEM DAENDLES
1811 JAN WILLEM JANSSENS
Lalu pecahlah Perang Napoleon di Eropa yang mengakibatkan Belanda berada dibawah kekuasaan Perancis kala itu dan Tanah Jawa dikuasai oleh Inggris. Maka bergantilah posisi Gubernur Jenderal dari Belanda ke Inggris, mengingat Inggris melakukan pemusatan pemerintahan jajahan di India, maka ditunjukklah Letnan Gubernur Jenderal yang berada langsung dibawah Gubernur Jenderal British – India yang berkedudukan di Calcutta.
Masa Pemerintahan Inggris
1811 – 1816
1811 – 1816 THOMAS STAMFORD RAFFLES
1816 JOHN FENDALL
Kemudian pada Perang Waterloo tertanggal 18 Juni 1815, Napoleon kalah dan menandai berakhirnya Perang Napoleon. Maka Belanda kembali berkuasa di Tanah Hindia – Belanda.
Masa Pemerintahan Belanda II
1816 – 1949
1816 – 1826 GODERT AGP baron VAN DER CAPPELEN
1826 – 1830 LEONARD PJ. Burggraaf DU BUD DE GISIGNIES
1830 – 1833 JOHANNES VAN DEN BOSCH
1833 - 1836 JEAN-CHRETIEN BAUD
1836 – 1840 DOMINIQUE JACQUES DE EERENS
1840 – 1841 CSW GRAAF VAN HOGENDROP (Acting Governor General)
1841 – 1844 PIETER MERKUS
1844 - 1845 JOAN CORNELIS REYNST (Acting Governor General)
1845 – 1851 JAN JACOB ROCHUSSEN
1851 – 1856 ALBERTUS J. DUYMAER VAN TWIST
1856 – 1861 CHARLES FERDINAND PAHUD VAN MONTANGER
1861 – 1861 ARIJ PRINS (Acting Governor General)
1861 – 1866 LUDOLF AJW baron SLOET VAN DE BELLE
1866 – 1866 ARIJ PRINS (Acting Governor General)
1866 – 1872 PIETER MIJER
1872 – 1875 JAMES LOUDON
1875 – 1881 JOHAN W. VAN LANSBERGE
1881 – 1884 FREDERIK s’JACOB
1884 - 1888 OTTO VAN REES
1888 – 1893 CORNELIS PIJNAKER HORDIJK
1893 – 1899 Jonkheer CAREL HA VAN DER WIJCK
1899 – 1904 WILLEM ROOSEBOOM
1904 – 1909 JOANNES BENEDICTUS VAN HEUTSZ
1909 – 1916 ALEXANDER WILLEM FREDERIK IDENBURG
1916 – 1921 JP GRAAF VAN LIMBURG STIRUM
1921 – 1926 D FOCK
1926 – 1931 Jonkheer ACD DE GRAEFF
1931 – 1936 Jonkheer BONIFACIUS CORNELIS DE JONGE
1936 – 1942 Jonkheer AWL TJARDA VAN STARKENBORGH STACHOUWER
Lalu pecahlah Perang Dunia II. Jepang menguasai Asia Timur. Jepang mengambil Indo-Cina dari tangan Perancis. Burma dan Malaysia dari tangan Inggris, Philipina dari tangan Amerika dan Hindia-Belanda dari tangan Belanda. Dimulailah masa penjajahan Jepang.
Masa Pemerintahan Jepang
1942 – 1945
Maret 1942 – November 1942 HITOSHI IMAMURA (Gubernur Militer di Jawa)
November 1942 – November 1944 KUMASHAKI HARADA (Gubernur Militer di Jawa)
November 1944- September 1945 SHIGEICHI YAMAMOTO (Gubernur Militer di Jawa)
Setelah Jepang kalah dan Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Kekuasaan Belanda masih bertahan dibeberapa bagian di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Republik Indonesia resmi bersih dari kekuasaan Belanda pada tahun 1949 dengan diserahterimakannya Republik Indonesia ini oleh Pemerintah Kerajaan Belanda yang diwakili oleh AHJ. Lovink kepada Pemerintah Republik Indonesia yang diwakili oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX di Istana Merdeka dengan upacara penurunan bendera Belanda dan penaikkan bendera Indonesia.
Masa Kemerdekaan
1942 – 1948 HUBERTUS JOHANNES VAN MOOK
1948 – 1949 LOUIS BEEL (Komisaris Tinggi)
1949 – 1949 AHJ. Lovink (Komisaris Tinggi)
Thursday, June 02, 2005
TAHUKAH ANDA ?
Dialog ini dikutip dari tulisan yang berada di Rumah Perundingan Hindia Belanda – Jepang
Dialog ini sendiri terjadi pada tanggal 8 Maret 1942 antara Panglima Imamura, Gubernur Jenderal Tjarda van Stackenborough Stackhouwer dan Panglima Tentara Ter Poorten.
Panglima Imamura :
“Apakah Gubernur Djenderal dan Panglima Tentara mempunyai wewenang untuk perundingan ini ?”
Gubernur Jenderal Tjarda :
“Saja tidak mempunjai wewenang untuk berbitjara sebagai panglima Tentara.”
Panglima Imamura :
“Bila Tuan tidak dapat berbitjara sebagai panglima, mengapa Tuan datang kemari ?”
Gubernur Djenderal Tjarda :
“Tuan meminta saja datang dan atas permintaan itu saja memenuhinja dengan harapan dapat membitjarakan dengan Tuan tentang pemerintahan sipil di Djawa” .. “Maaf kalau boleh, orang jang berdiri di pintu, apakah ia djuru potret atau djuru pelapor, saja ingin Tuan mengusirnja.”
Panglima Djepang itu kini menoleh ke Panglima Ter Poorten.
Panglima Imamura :
“Apakah Tuan menjerah tanpa sjarat ?”
Panglima Ter Poorten :
“Saja hanja dapat menjampaikan kapitulasi Bandung.”
Panglima Imamura :
“Kapitulasi Bandung ? Itu tidak menarik perhatian kami.”
Berulang-ulang Panglima Imamura menanjakan penjerahan Hindia-Belanda tetapi berulang-ulang pula Panglima Ter Poorten hanja berbitjara tentang kapitulasi Bandung
Panglima Imamura :
“Tida ada gunanja mengemukakan pertanjaan ini. Bila Tuan tidak menjerah tanpa sjarat, tidak ada djalan lain selain daripada meneruskan pertempuran. Tuan akan dapat dengan segera sekarang pun kembali ke Bandung. Saja akan memerintahkan mengawal Tuan sampai ke pertahanan terdepan, dan pada saat Tuan melewati pertahanan itu, Bandung akan dihudjani bom oleh kapal-kapal terbang jang sudah siap di lapangan terbang ini. Walaupun begitu saja masih memberikan kesempatan terachir untuk mempertimbangkan pertanjaan saja, untuk ini saja beri waktu 10 menit.”
Setelah mengatakan ini, Imamura berdiri dan keluar. Setelah waktu 10 menit berlalu, Imamura kembali ke dalam ruangan perundingan dan terdjadilah dialog berikutnja.
Panglima Imamura :
“Saja tidak akan membitjarakan pemerintah karena njatanja Tuan tidak mempunjai wewenang tertinggi untuk mendjawab pertanjaan aja, sedjak ini saja larang Tuan berbitjara dan akan saja tudjukan kepada Panglima Tentara. Kembali kepada pertanjaan semula, apakah Tuan bersedia menjerah tanpa sjarat ?”
Panglima Ter Poorten :
“Saja menerima untuk seluruh wilajah Hindia-Belanda.”
Gubernur Djenderal Tjarda :
“Oleh karena saja tidak mempunjai wewenang untuk mengambil keputusan itu, saja akan pergi.”
Setelah mengutjapkan kata-katanja, Gubernur Djenderal berdiri dan kemudian meninggalkan medja perundingan. Sebelum Gubernur Djenderal meninggalkan medja perundingan, ia masih sempat mengeluarkan kata-katanja jang terachir : “Saja harap Tuan mengusir djuru potret itu.” Sesudah itu Panglima Ter Poorten menandatangani penjerahan Hindia-Belanda tanpa sjarat kepada Djepang dengan naskah jang sudah disiapkan oleh Djepang sendiri. Sedjak peristiwa itu berachirlah kekuasaan Hindia-Belanda.
Kalidjati mendjadi saksi.
Dialog ini sendiri terjadi pada tanggal 8 Maret 1942 antara Panglima Imamura, Gubernur Jenderal Tjarda van Stackenborough Stackhouwer dan Panglima Tentara Ter Poorten.
Panglima Imamura :
“Apakah Gubernur Djenderal dan Panglima Tentara mempunyai wewenang untuk perundingan ini ?”
Gubernur Jenderal Tjarda :
“Saja tidak mempunjai wewenang untuk berbitjara sebagai panglima Tentara.”
Panglima Imamura :
“Bila Tuan tidak dapat berbitjara sebagai panglima, mengapa Tuan datang kemari ?”
Gubernur Djenderal Tjarda :
“Tuan meminta saja datang dan atas permintaan itu saja memenuhinja dengan harapan dapat membitjarakan dengan Tuan tentang pemerintahan sipil di Djawa” .. “Maaf kalau boleh, orang jang berdiri di pintu, apakah ia djuru potret atau djuru pelapor, saja ingin Tuan mengusirnja.”
Panglima Djepang itu kini menoleh ke Panglima Ter Poorten.
Panglima Imamura :
“Apakah Tuan menjerah tanpa sjarat ?”
Panglima Ter Poorten :
“Saja hanja dapat menjampaikan kapitulasi Bandung.”
Panglima Imamura :
“Kapitulasi Bandung ? Itu tidak menarik perhatian kami.”
Berulang-ulang Panglima Imamura menanjakan penjerahan Hindia-Belanda tetapi berulang-ulang pula Panglima Ter Poorten hanja berbitjara tentang kapitulasi Bandung
Panglima Imamura :
“Tida ada gunanja mengemukakan pertanjaan ini. Bila Tuan tidak menjerah tanpa sjarat, tidak ada djalan lain selain daripada meneruskan pertempuran. Tuan akan dapat dengan segera sekarang pun kembali ke Bandung. Saja akan memerintahkan mengawal Tuan sampai ke pertahanan terdepan, dan pada saat Tuan melewati pertahanan itu, Bandung akan dihudjani bom oleh kapal-kapal terbang jang sudah siap di lapangan terbang ini. Walaupun begitu saja masih memberikan kesempatan terachir untuk mempertimbangkan pertanjaan saja, untuk ini saja beri waktu 10 menit.”
Setelah mengatakan ini, Imamura berdiri dan keluar. Setelah waktu 10 menit berlalu, Imamura kembali ke dalam ruangan perundingan dan terdjadilah dialog berikutnja.
Panglima Imamura :
“Saja tidak akan membitjarakan pemerintah karena njatanja Tuan tidak mempunjai wewenang tertinggi untuk mendjawab pertanjaan aja, sedjak ini saja larang Tuan berbitjara dan akan saja tudjukan kepada Panglima Tentara. Kembali kepada pertanjaan semula, apakah Tuan bersedia menjerah tanpa sjarat ?”
Panglima Ter Poorten :
“Saja menerima untuk seluruh wilajah Hindia-Belanda.”
Gubernur Djenderal Tjarda :
“Oleh karena saja tidak mempunjai wewenang untuk mengambil keputusan itu, saja akan pergi.”
Setelah mengutjapkan kata-katanja, Gubernur Djenderal berdiri dan kemudian meninggalkan medja perundingan. Sebelum Gubernur Djenderal meninggalkan medja perundingan, ia masih sempat mengeluarkan kata-katanja jang terachir : “Saja harap Tuan mengusir djuru potret itu.” Sesudah itu Panglima Ter Poorten menandatangani penjerahan Hindia-Belanda tanpa sjarat kepada Djepang dengan naskah jang sudah disiapkan oleh Djepang sendiri. Sedjak peristiwa itu berachirlah kekuasaan Hindia-Belanda.
Kalidjati mendjadi saksi.
PINDAH LAGI
Seminggu yang lalu Kepala Operasional Perwakilan atau bahasa kerennya Head of Chancery kembali ke Tanah Air karena masa bertugasnya sudah selesai. Semenjak beliau pergi, ruangan beliau otomatis kosong dan biasanya selalu saya pakai untuk nonton pada saat makan siang (psstt, jangan bilang-bilang yaa). Ruangan beliau termasuk ruangan yang cukup besar, mengingat bahwa beliau adalah orang no 2 di kedutaan, ruang beliau dilengkapi dengan kamar mandi dalam dengan bath-tub dan juga shower dan ditambah lagi kulkas kecil yang biasanya beliau pakai untuk menyimpan minuman atau makanan.
Tadinya saya hanya menonton tv saja diruangan tersebut lalu mulailah dengan menaruh beberapa file saya diruang tersebut dan mengerjakan filing disitu. Lalu kalau semua orang di Gedung A sudah pulang (termasuk Om Dubes tentunya), saya biasanya minum softdrink sambil merokok dan nonton tv diruang itu (again .. jangan bilang-bilang yaa, ini rahasia!).
Tadi beberapa saat sesudah makan siang, BPKRT yang bertugas mengurus kerumahtanggaan di Kedutaan memanggil saya dan beliau berkata bahwa mulai hari ini saya harus sudah mulai siap-siap untuk pindah ruangan, minggu depan saya harus sudah mulai bekerja di bekas ruangannya Kepala Operasional Perwakilan. Waaahhhhh .. tak terkirakan senangnya, akhirnya setelah 3 bulan, saya bisa mendapatkan ruangan sendiri walau hanya untuk sementara waktu saja.
Seminggu yang lalu Kepala Operasional Perwakilan atau bahasa kerennya Head of Chancery kembali ke Tanah Air karena masa bertugasnya sudah selesai. Semenjak beliau pergi, ruangan beliau otomatis kosong dan biasanya selalu saya pakai untuk nonton pada saat makan siang (psstt, jangan bilang-bilang yaa). Ruangan beliau termasuk ruangan yang cukup besar, mengingat bahwa beliau adalah orang no 2 di kedutaan, ruang beliau dilengkapi dengan kamar mandi dalam dengan bath-tub dan juga shower dan ditambah lagi kulkas kecil yang biasanya beliau pakai untuk menyimpan minuman atau makanan.
Tadinya saya hanya menonton tv saja diruangan tersebut lalu mulailah dengan menaruh beberapa file saya diruang tersebut dan mengerjakan filing disitu. Lalu kalau semua orang di Gedung A sudah pulang (termasuk Om Dubes tentunya), saya biasanya minum softdrink sambil merokok dan nonton tv diruang itu (again .. jangan bilang-bilang yaa, ini rahasia!).
Tadi beberapa saat sesudah makan siang, BPKRT yang bertugas mengurus kerumahtanggaan di Kedutaan memanggil saya dan beliau berkata bahwa mulai hari ini saya harus sudah mulai siap-siap untuk pindah ruangan, minggu depan saya harus sudah mulai bekerja di bekas ruangannya Kepala Operasional Perwakilan. Waaahhhhh .. tak terkirakan senangnya, akhirnya setelah 3 bulan, saya bisa mendapatkan ruangan sendiri walau hanya untuk sementara waktu saja.
Wednesday, June 01, 2005
TAHUKAH ANDA ? ...
Bahwa buku Negara Kertagama yang dikarang oleh Mpu Prapanca pada tahun 1365, sesungguhnya bercerita mengenai kejayaan Majapahit pada masa pemerintahan Rajasanagara atau lebih dikenal dengan nama Hayam Wuruk, beserta patihnya Gajah Mada.
Naskah Nagara Kertagama ini ditulis di 159 lembar daun Lontar berukuran 48 x 33 cm, masing-masing lembar daun memuat empat baris naskah yang ditulis dalam aksara Bali dengan menggunakan bahasa Jawa Kuno.
Kitab Nagara Kertagama ini menceritakan mengenai kejayaan Majapahit pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, juga menceritakan mengenai sistem pemerintahan, adat istiadat, berbagai upacara keagamaan serta keadaan keluarga kerajaan. Naskah tersebut juga menceritakan mengenai perjalanan raja ke beberapa tempat serta peranan Patih Gajah Mada dalam kemajuan kerajaan Majapahit.
Naskah Nagara Kertagama ini ditemukan oleh seorang peneliti dari Belanda yaitu Meneer JLA. Branders di reruntuhan Istana Cakranegara di Lombok pada tahun 1894. Sempat jatuh ke tangan Belanda, pada tahun 1971 Ratu Juliana menyerahkan kembali naskah ini pada Presiden Soeharto untuk ditaruh di Museum Nasional. Sampai sekarang ini naskah tersimpan di Perpustakaan Nasional RI.
Naskah Nagara Kertagama ini ditulis di 159 lembar daun Lontar berukuran 48 x 33 cm, masing-masing lembar daun memuat empat baris naskah yang ditulis dalam aksara Bali dengan menggunakan bahasa Jawa Kuno.
Kitab Nagara Kertagama ini menceritakan mengenai kejayaan Majapahit pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, juga menceritakan mengenai sistem pemerintahan, adat istiadat, berbagai upacara keagamaan serta keadaan keluarga kerajaan. Naskah tersebut juga menceritakan mengenai perjalanan raja ke beberapa tempat serta peranan Patih Gajah Mada dalam kemajuan kerajaan Majapahit.
Naskah Nagara Kertagama ini ditemukan oleh seorang peneliti dari Belanda yaitu Meneer JLA. Branders di reruntuhan Istana Cakranegara di Lombok pada tahun 1894. Sempat jatuh ke tangan Belanda, pada tahun 1971 Ratu Juliana menyerahkan kembali naskah ini pada Presiden Soeharto untuk ditaruh di Museum Nasional. Sampai sekarang ini naskah tersimpan di Perpustakaan Nasional RI.
Naah kali ini saya mem-forward sms lain ... dan ini hasilnya ..
SMSnya adalah :
1)send back this msg if u like me. 2)call me if u love me. 3)make a miss call if u care about me. 4)give a joke if u just a friend. 5)do nothing if u hate me!
Hasilnya :
- Kalo dibales kaya gini artinya apa ? Hehehe..
- Which do I will have to say, I ake all 3 point accept point 5 (disadur sebagaimana aslinya)
- (send the whole message back to me)
- :)
- This msg mean, I'd love to do point 1,2, 3 and 4 .. I like u, I love u, I care about u, coz u my lovely friend... Miz u mamas...
- *sambil elus2 jenggot* "hmm hary sedang horny pasti neh.."
- If I do no 1 until 4 ?
- 1) I like u 2) I love u, tp ndak mgkn tlp dr HP ya, 3) I care about u, ngga usah pk mscld juga..
- (send the whole message back to me)
- How to do all in 1 shoot? He he
- (send the whole message back to me)
- (send the whole message back to me)
- I know you are HARI it is strang to hear this. How are you doing? Long time no see you. I hop you are fine you have got day off?
- Ha Ha Ha
- (send the whole message back to me)
- Would love to chat but I'm kind of in a tight budget... Hehe.
- Aku ambil pilihan 1,2,3 aja tapi dari nomor ini yaa hpku yg 081110**** low batt.
- Hary.. plis deh!
SMSnya adalah :
1)send back this msg if u like me. 2)call me if u love me. 3)make a miss call if u care about me. 4)give a joke if u just a friend. 5)do nothing if u hate me!
Hasilnya :
- Kalo dibales kaya gini artinya apa ? Hehehe..
- Which do I will have to say, I ake all 3 point accept point 5 (disadur sebagaimana aslinya)
- (send the whole message back to me)
- :)
- This msg mean, I'd love to do point 1,2, 3 and 4 .. I like u, I love u, I care about u, coz u my lovely friend... Miz u mamas...
- *sambil elus2 jenggot* "hmm hary sedang horny pasti neh.."
- If I do no 1 until 4 ?
- 1) I like u 2) I love u, tp ndak mgkn tlp dr HP ya, 3) I care about u, ngga usah pk mscld juga..
- (send the whole message back to me)
- How to do all in 1 shoot? He he
- (send the whole message back to me)
- (send the whole message back to me)
- I know you are HARI it is strang to hear this. How are you doing? Long time no see you. I hop you are fine you have got day off?
- Ha Ha Ha
- (send the whole message back to me)
- Would love to chat but I'm kind of in a tight budget... Hehe.
- Aku ambil pilihan 1,2,3 aja tapi dari nomor ini yaa hpku yg 081110**** low batt.
- Hary.. plis deh!
Subscribe to:
Posts (Atom)