To GOOD FRIEND PUNGKY ..
Whatever happens, you are still the winner. Life goes on and I believe that God has His own plan for you .. TETAP SEMANGAT .. !!! ..
Friday, April 29, 2005
Siang tadi selepas shalat Jumat saya langsung kembali ke kantor karena akan ada briefing. Selesai briefing saya kembali ke meja saya dan ketika saya melewati meja salah satu rekan, saya membaca artikel dibawah ini mengenai sekilas pandang yang terjadi saat A SHORT WALK dari Hotel Homman menuju ke Gedung Merdeka. Short Walk atau jalan pendek itu adalah napak tilas dari apa yang terjadi pada tahun 1955.
Menarik untuk dicermati adalah perbedaan yang mendasar yang terjadi ketika short walk dilakukan pada tahun 1955 (saya pernah melihat photonya di Musium KAA di Gedung Merdeka; sebagai anak yang dilahirkan dan besar di Bandung sampai SMA, dari mulai SD, SMP dan SMA tiap-tiap tahunnya selalu ada kunjungan ke Musium ini) dan yang dilakukan sekarang, 50 tahun kemudian.
Dari photo yang saya lihat, saya dapat gambaran bahwa pada masa itu para pemimpin bangsa yang berkumpul, berjalan bersama sambil nampaknya berceloteh riang, melambaikan tangannya ke rakyat Indonesia yang berdiri dipinggiran Jalan Asia Afrika, tidak ada pembatas, tidak ada perbedaan yang menyolok antara si rakyat dan sang pemimpin. Semua tampaknya bersatu seolah ada dalam satu pesta rakyat besar.
Pun kemudian saya mendengar cerita dari almarhum Ayah saya (yang pada waktu itu masih dinas di AD dan bertugas di salah satu posko pengamanan) dan juga cerita dari Bunda, suasana Bandung saat itu sangat meriah, semua orang ikut menyambut para pemimpin bangsa yang berkumpul, semua orang larut dalam kegembiraan, semua orang bangga bahwa negaranya adalah salah satu pelopor dari satu persatuan negara-negara terbesar di dunia setelah PBB.
Yang terjadi sekarang sangat berbeda 180 derajat dari apa yang terjadi 50 tahun yang lalu. Cobalah baca artikel kecil dari The Jakarta Post dibawah ini :
A SHORT WALK, A FAR CRY FROM HISTORY
They came from different countries and spoke different languages. Many were distinctive in their couture. In any other forum they could have been at odds with each other, in defense of contradicting political ideologies.
But, for a brief few minutes at least, the most prominent leaders of Asia and Africa showed that geography and skin color could not prevent them from walking in harmony. If it were not for all the fanfare and zealous security, they could have been just regular folk walking down Bandung's most famous street.
Sunday's 50-meter walk to the Merdeka Building was arguably the apex of the meetings and summits of Asian and African leaders that have taken place over the past week.
It was sight that may not be repeated in our lifetime.
Most wore strained smiles, while some chatted as they rubbed shoulders. An occasional wave was made as cheeky journalists shouted out a leader's name.
Shouts of "Koizumi! Koizumi!" were greeted with a surprised turn of the head and raised hand by the Japanese Prime Minister.
But what should have been a solemn walk to retrace the steps of their forefathers in 1955 seemed more like a hurried trot. Despite the pomp, the historical walk of 2005 felt unceremonious, ending all too quickly without fully absorbing the atmosphere. The actual event simply did not measure up the hype.
The various cultural performances strategically placed along the way hardly got a glance, despite their best efforts to impress the procession of world leaders headed by Indonesian President Susilo Bambang Yudhoyono.
Maybe it was because the procession was led by a former general, who set a cracking pace for the four-minute walk, or maybe it was the desire to get out of the hout sun. It was certainly not the leisurely stride required for a contemplation of history.
For many of these leaders, the walk was quite possible something they had not experienced since their youth. Where else would state leaders be forced to walk 50-meters in the hot sun without someone holding an umbrella over them ?
One person who did not seem to mind the sun was Afghanistan's Hamid Karzai who was not wearing his trademark astrakhan hat to cover his bare bald head.
Unlike the documentary film of international delegates arriving at the 1955 conference in an atmosphere of enthusiasm, Sunday's commemorative walk was devoid of mystique and innocence. This was a staged event, deemed 'historic' by virtue of state decree.
The enthusiastice lines of well-wishers that greeted delegates in 1955 were replaced by regiments of bureaucrats, journalists and security personnel. The ordinary people of Bandung were kept at bay some 100 meters distant.
-Meidyatama Suryodiningrat, April 25 2005, The Jakarta Post, Bandung-
Menarik untuk dicermati adalah perbedaan yang mendasar yang terjadi ketika short walk dilakukan pada tahun 1955 (saya pernah melihat photonya di Musium KAA di Gedung Merdeka; sebagai anak yang dilahirkan dan besar di Bandung sampai SMA, dari mulai SD, SMP dan SMA tiap-tiap tahunnya selalu ada kunjungan ke Musium ini) dan yang dilakukan sekarang, 50 tahun kemudian.
Dari photo yang saya lihat, saya dapat gambaran bahwa pada masa itu para pemimpin bangsa yang berkumpul, berjalan bersama sambil nampaknya berceloteh riang, melambaikan tangannya ke rakyat Indonesia yang berdiri dipinggiran Jalan Asia Afrika, tidak ada pembatas, tidak ada perbedaan yang menyolok antara si rakyat dan sang pemimpin. Semua tampaknya bersatu seolah ada dalam satu pesta rakyat besar.
Pun kemudian saya mendengar cerita dari almarhum Ayah saya (yang pada waktu itu masih dinas di AD dan bertugas di salah satu posko pengamanan) dan juga cerita dari Bunda, suasana Bandung saat itu sangat meriah, semua orang ikut menyambut para pemimpin bangsa yang berkumpul, semua orang larut dalam kegembiraan, semua orang bangga bahwa negaranya adalah salah satu pelopor dari satu persatuan negara-negara terbesar di dunia setelah PBB.
Yang terjadi sekarang sangat berbeda 180 derajat dari apa yang terjadi 50 tahun yang lalu. Cobalah baca artikel kecil dari The Jakarta Post dibawah ini :
A SHORT WALK, A FAR CRY FROM HISTORY
They came from different countries and spoke different languages. Many were distinctive in their couture. In any other forum they could have been at odds with each other, in defense of contradicting political ideologies.
But, for a brief few minutes at least, the most prominent leaders of Asia and Africa showed that geography and skin color could not prevent them from walking in harmony. If it were not for all the fanfare and zealous security, they could have been just regular folk walking down Bandung's most famous street.
Sunday's 50-meter walk to the Merdeka Building was arguably the apex of the meetings and summits of Asian and African leaders that have taken place over the past week.
It was sight that may not be repeated in our lifetime.
Most wore strained smiles, while some chatted as they rubbed shoulders. An occasional wave was made as cheeky journalists shouted out a leader's name.
Shouts of "Koizumi! Koizumi!" were greeted with a surprised turn of the head and raised hand by the Japanese Prime Minister.
But what should have been a solemn walk to retrace the steps of their forefathers in 1955 seemed more like a hurried trot. Despite the pomp, the historical walk of 2005 felt unceremonious, ending all too quickly without fully absorbing the atmosphere. The actual event simply did not measure up the hype.
The various cultural performances strategically placed along the way hardly got a glance, despite their best efforts to impress the procession of world leaders headed by Indonesian President Susilo Bambang Yudhoyono.
Maybe it was because the procession was led by a former general, who set a cracking pace for the four-minute walk, or maybe it was the desire to get out of the hout sun. It was certainly not the leisurely stride required for a contemplation of history.
For many of these leaders, the walk was quite possible something they had not experienced since their youth. Where else would state leaders be forced to walk 50-meters in the hot sun without someone holding an umbrella over them ?
One person who did not seem to mind the sun was Afghanistan's Hamid Karzai who was not wearing his trademark astrakhan hat to cover his bare bald head.
Unlike the documentary film of international delegates arriving at the 1955 conference in an atmosphere of enthusiasm, Sunday's commemorative walk was devoid of mystique and innocence. This was a staged event, deemed 'historic' by virtue of state decree.
The enthusiastice lines of well-wishers that greeted delegates in 1955 were replaced by regiments of bureaucrats, journalists and security personnel. The ordinary people of Bandung were kept at bay some 100 meters distant.
-Meidyatama Suryodiningrat, April 25 2005, The Jakarta Post, Bandung-
Tiba-tiba saja hari ini saya ingin sekali bercerita tentang banyak hal, entah angin apa yang membuat hawa sekeliling saya seolah membuat saya ingin terus bicara dan bicara dan bicara. Padahal saya baru tidur jam 4.30 pagi karena bekerja. Ya .. bekerja. Lalu pukul 8.30 sudah dibangunkan lagi karena jadwalnya Om Dubes yang padat hari ini dan saya harus menjadi remindernya beliau seperti biasa.
Datang dengan mata masih merah dan agak bengkak, pikiran tulalit dan jalan pun seperti orang mabuk, tidak lurus. Dulu saya tidak seperti itu, saya mampu untuk bisa begadang, bekerja selama dua hari full dan hanya diseling tidur dua or tiga jam. Tapi itu dulu, ketika usia masih dibawah 30, segala sesuatunya entah sekarang terasa beda, mungkin faktor usia (okay, I am 33 and this coming December will be 34! everybody's happy ?). Pagi ini dimulai dengan indahnya ketika telpon tangan saya berdering-dering terus tiada henti, entah kenapa pula tiba-tiba saja hari ini begitu banyak orang yang menggemari nomor telpon tangan saya sehingga it keeps ringing and it starts to get to my nerves. Tapi sebagai pegawai yang baik hati, tidak sombong dan gemar menabung, tentunya saya harus bisa mengendalikan tone suara saya, menyapa dengan ramah setiap orang yang menelpon saya dan menanyakan keperluannya apa.
Dari sekian banyak telpon yang masuk, 10 orang bertanya hal yang sama saat telpon diangkat: Why are you coming late to the office today ? I tried to call you since 8, you know.
Hmmm, dengan menarik napas panjang lalu saya menjawab dan jawaban ini sama pula buat orang-orang yang menanyakan hal yang sama : I came late today because I finished my work so late last nite and thank you for your concern but I appreciate if you mind your own business. So, .. what can I do for you ? anything I can help ?
Hari ini saya menjadi Mr. Jutek (padahal emang setiap harinya jutek siiiiccchhh!) dan menjadi orang yang sangat tidak sabaran. Mungkin syndroma kurang tidur yang membuat segala sesuatu di dalam tubuh kita bekerja tidak normal.
Managing the time of Om Dubes hari ini pun saya lakukan dengan penuh helaan napas panjang. Jam 10 ada briefing dan jam 11 terima tamu namun kenyataannya acara di Hotel Intercont PP baru selesai jam 11.00 dan beliau baru sampai di kantor jam 11.15. Hanya bisa bertemu tamu lalu setelah itu masuk ke ruangannya katanya mau siap-siap pergi shalat Jumat', it's 12 already. Jam 12.20 keluar dari ruangannya dan minta saya untuk membereskan beberapa hal. Baru jalan ke Masjid jam 12.30 (disini shalat Jumat shalatnya jam 12.45).
Briefing yang seharusnya dilaksanakan jam 10.00 dipindah ke pukul 14.00. Alhasil, pastinya nanti akan terlambat dan tabrakan dengan jadwal berikutnya, serah terima Pejabat Diplomatik Konsuler pukul 15.15 lalu dilanjut terima tamu dari Komnas HAM jam 16.00, lalu acara dengan Atase Pertahanan dan diakhiri dengan makan malam.
I didn't complain .. only give me at least 30 minutes to close my eyes and gone for a while .. :) too much to ask, huh ? ... :D
Datang dengan mata masih merah dan agak bengkak, pikiran tulalit dan jalan pun seperti orang mabuk, tidak lurus. Dulu saya tidak seperti itu, saya mampu untuk bisa begadang, bekerja selama dua hari full dan hanya diseling tidur dua or tiga jam. Tapi itu dulu, ketika usia masih dibawah 30, segala sesuatunya entah sekarang terasa beda, mungkin faktor usia (okay, I am 33 and this coming December will be 34! everybody's happy ?). Pagi ini dimulai dengan indahnya ketika telpon tangan saya berdering-dering terus tiada henti, entah kenapa pula tiba-tiba saja hari ini begitu banyak orang yang menggemari nomor telpon tangan saya sehingga it keeps ringing and it starts to get to my nerves. Tapi sebagai pegawai yang baik hati, tidak sombong dan gemar menabung, tentunya saya harus bisa mengendalikan tone suara saya, menyapa dengan ramah setiap orang yang menelpon saya dan menanyakan keperluannya apa.
Dari sekian banyak telpon yang masuk, 10 orang bertanya hal yang sama saat telpon diangkat: Why are you coming late to the office today ? I tried to call you since 8, you know.
Hmmm, dengan menarik napas panjang lalu saya menjawab dan jawaban ini sama pula buat orang-orang yang menanyakan hal yang sama : I came late today because I finished my work so late last nite and thank you for your concern but I appreciate if you mind your own business. So, .. what can I do for you ? anything I can help ?
Hari ini saya menjadi Mr. Jutek (padahal emang setiap harinya jutek siiiiccchhh!) dan menjadi orang yang sangat tidak sabaran. Mungkin syndroma kurang tidur yang membuat segala sesuatu di dalam tubuh kita bekerja tidak normal.
Managing the time of Om Dubes hari ini pun saya lakukan dengan penuh helaan napas panjang. Jam 10 ada briefing dan jam 11 terima tamu namun kenyataannya acara di Hotel Intercont PP baru selesai jam 11.00 dan beliau baru sampai di kantor jam 11.15. Hanya bisa bertemu tamu lalu setelah itu masuk ke ruangannya katanya mau siap-siap pergi shalat Jumat', it's 12 already. Jam 12.20 keluar dari ruangannya dan minta saya untuk membereskan beberapa hal. Baru jalan ke Masjid jam 12.30 (disini shalat Jumat shalatnya jam 12.45).
Briefing yang seharusnya dilaksanakan jam 10.00 dipindah ke pukul 14.00. Alhasil, pastinya nanti akan terlambat dan tabrakan dengan jadwal berikutnya, serah terima Pejabat Diplomatik Konsuler pukul 15.15 lalu dilanjut terima tamu dari Komnas HAM jam 16.00, lalu acara dengan Atase Pertahanan dan diakhiri dengan makan malam.
I didn't complain .. only give me at least 30 minutes to close my eyes and gone for a while .. :) too much to ask, huh ? ... :D
Thursday, April 28, 2005
ANWAR, CONSTANTINE AND ANTHONY
Tiba-tiba saja saja hari ini beberapa kali secara tidak sengaja terbahas masalah American Idol. Yang menghasilkan hal yang paling mengejutkan karena harus hengkangnya Constantine dari ajang persaingan para calon penyanyi kondang Amerika, yang mana minggu sebelumnya pun membuat sebagian orang terkejut dengan keluarnya Anwar dari panggung American Idol.
Saya baru saja menyaksikan peristiwa tersebut di American Idol di Star World beberapa menit yang lalu. Terlihat bagaimana Paula Abdul sebegitu shocknya dengan keputusan America Vote yang harus membuat penyanyi pujaannya itu turun dari panggung American Idol dan melihat dia menitikkan air mata, kita seolah terhanyut akan suasana.
Disisi lain Anthony Fedorov (ehm .. one of my favorit) untuk kali ini selamat walaupun saat ini dia berada tepat diatas Constantine, the second in the bottom.
Sayangnya entah kenapa Scott yang tadi malam menyanyikan lagunya Luther Vandross - Dance with my father again dan dalam performa yang sama sekali tidak ada gregetnya, bisa selamat dan malah tampak tertawa-tawa diatas panggung.
Entah kejutan apa lagi yang akan terjadi minggu depan. Kita nantikan saja. Sementara itu besok Indonesian Idol akan memulai konser eliminasi pertamanya. As one of my good friend is there *Hallloowww Pungky .. doaku menyertaimu, I am sorry that I can't vote* .. I keep cross my fingers supaya dia tidak tereliminasi.
The Great Constantine Moroulis
The Greatest Anthony Fedorov
The Remarkable Anwar Robinson
Tiba-tiba saja saja hari ini beberapa kali secara tidak sengaja terbahas masalah American Idol. Yang menghasilkan hal yang paling mengejutkan karena harus hengkangnya Constantine dari ajang persaingan para calon penyanyi kondang Amerika, yang mana minggu sebelumnya pun membuat sebagian orang terkejut dengan keluarnya Anwar dari panggung American Idol.
Saya baru saja menyaksikan peristiwa tersebut di American Idol di Star World beberapa menit yang lalu. Terlihat bagaimana Paula Abdul sebegitu shocknya dengan keputusan America Vote yang harus membuat penyanyi pujaannya itu turun dari panggung American Idol dan melihat dia menitikkan air mata, kita seolah terhanyut akan suasana.
Disisi lain Anthony Fedorov (ehm .. one of my favorit) untuk kali ini selamat walaupun saat ini dia berada tepat diatas Constantine, the second in the bottom.
Sayangnya entah kenapa Scott yang tadi malam menyanyikan lagunya Luther Vandross - Dance with my father again dan dalam performa yang sama sekali tidak ada gregetnya, bisa selamat dan malah tampak tertawa-tawa diatas panggung.
Entah kejutan apa lagi yang akan terjadi minggu depan. Kita nantikan saja. Sementara itu besok Indonesian Idol akan memulai konser eliminasi pertamanya. As one of my good friend is there *Hallloowww Pungky .. doaku menyertaimu, I am sorry that I can't vote* .. I keep cross my fingers supaya dia tidak tereliminasi.
The Great Constantine Moroulis
The Greatest Anthony Fedorov
The Remarkable Anwar Robinson
KELUH KESAH
Tiba-tiba saja beberapa kejadian kecil menganggu perjalanan kehidupan hari ini. Sebenarnya mungkin masalah yang sepele, masalah yang kecil dan tidak perlu dibesar-besarkan.
Sebagai seseorang yang selalu diminta untuk berpikir paling tidak dua atau tiga langkah kemuka, hari ini secara sukarela saya menelpon Ibu KRT untuk menanyakan persiapan acara makan malam besok di kedutaan yang kebetulan yang punya hajat adalah om Athan. I called Ibu KRT untuk menanyakan sampai sejauh mana kira-kira persiapannya. Saat saya menanyakan mengenai cutleries, pemanas makanan dan sebangsanya yang kiranya berkaitan dengan penyajian, sang Ibu dengan sangat mudahnya menjawab tidak tahu, pokoknya beliau hanya tahunya masak saja, masalah cutleries bukan urusan dia, pokoknya dia mau begitu masakan selesai, the table is ready including the heater dan lain sebagainya. Pokoknya beliau ngga ngurus yang lain, hanya masak. Pokoknya ...
I was kind of surprised melihat sikap dan tindak-tanduknya yang begitu. Kalau bicara soal pengalaman bekerja di perwakilan nich .. saya ngga ada apa-apanya dibanding beliau, beliau sudah 3 kali ikut di perwakilan dan tentunya pengalaman pribadinya sangat sangat sangat banyak dan sangat sangat sangat membantu. But hei, I am not complaining, itu semua tidak menjamin bahwa semua urusan bisa terpenuh.
Seharusnya kan berinisiatif untuk melihat semuanya. I was about to say something tapi kemudian I realized it will just then waste my energy.
Kejadian kedua adalah menjelang Maghrib. Hari ini seperti Om Dubes melakukan puasa rutin Senin - Kamis. I was in my desk cleaning old files dan tiba-tiba saja saya ingat bahwa hari ini adalah hari Kamis dimana Om Dubes biasanya puasa. Lalu sebelum berangkat menuju airport untuk menyambut anggota dewan yang terhormat, saya kemudian bertanya hendak buka dan makan malam dimanakah beliau ? beliau bilang akan buka dan makan malam di kantor *hiiksss .. berarti akan pulang malam banget nampaknya malam ini*.
I called Ibu KRT untuk memberitahukan kabar bahwa Om Dubes akan buka dan makan malam di kantor. Selang beberapa lama she called me dan minta Mr. Driver untuk ke Wisma mengambil buka dan makan malam Bapak. Saya bilang bahwa Bapak and the driver went to airport untuk sambut tamu. Lalu mulailah dengan kebingungannya mengenai siapa yang akan ambil makanan karena tidak ada supir, karena tidak ada yang punya motor, karena tuk tuk sudah sulit jam pulang kantor .. karena ...
Again, I didn't say anything, only then I took actions dengan menghubungi kiri-kanan, minta tolong kiri-kanan dan berkorban sedikit, akhirnya segala perangkat makan dan lauk-pauk Om Dubes untuk buka puasa bisa available.
Hal ini bukan yang pertama kali terjadi, namun sudahlah saya berusaha untuk mentolerirnya. Banyak kejadian yang menurut pandangan saya pribadi sekarang ini merupakan penurunan prestasi. Satu hal yang tidak disadari oleh beliau bahwa beliau semakin hari semakin tua, namun kekerasan hatinya dan kalau boleh dikatakan kesombongan akan kemampuannya membuat beliau tidak sadar akan hal itu.
Secara kerja pun sudah tidak seperti ketika baru saja datang. Well, saya tidak mengatakan bahwa kondite kerja saya baik namun jika kita sudah terbiasa akan satu standard dan tiba-tiba dirasakan bahwa standard itu sudah tidak ada lagi, pastinya kita merasakan perubahan yang significant akan hal tersebut.
Saya pernah mencoba untuk bicara seperti yang disarankan oleh salah seorang sobat saya disini, namun yang terjadi adalah mogok kerja secara halus walaupun beliau tidak mengatakannya namun hal itu sangat saya rasakan. Instead of being open minded selayaknya seorang profesional yang sudah lama dibidangnya, ini malah merajuk seperti anak baru magang.
Mungkin sekali apa yang saya katakan diatas terkesan kasar namun itulah apa adanya. Saya hanya coba untuk mengeluarkan apa yang ada didalam hati dan pikiran saya. Nobody wants to listen to me dan nobody has an available time to listen to what I want to say or tell, jadi mungkin cara yang paling baik adalah dengan menulis.
Well, predikat saya dari dulu adalah PENDENGAR yang baik, saya tidak pernah complaint jam berapapun teman-teman saya mau cerita, terkadang mereka mengulang cerita yang sama berjuta-juta kali namun saya hanya tersenyum. Sayangnya hal ini tidaklah dibalas dengan hal yang sama, acap kali saya mau cerita, pastinya selalu dipotong atau tidak didengar. Again, I am not complaining here tapi sudahlah, mungkin memang jalan atau pun suratannya begitu.
Sekarang ini saya banyak menelan sendiri akan apa yang sedang terjadi, akan apa yang saya rasa. Itu mungkin cara yang paling baik, saya hanya berharap bahwa saya masih punya kesabaran dan kekuatan lebih untuk bertahan.
I am not asking too much, listen to me for a while, that's all I ask ...
Tiba-tiba saja beberapa kejadian kecil menganggu perjalanan kehidupan hari ini. Sebenarnya mungkin masalah yang sepele, masalah yang kecil dan tidak perlu dibesar-besarkan.
Sebagai seseorang yang selalu diminta untuk berpikir paling tidak dua atau tiga langkah kemuka, hari ini secara sukarela saya menelpon Ibu KRT untuk menanyakan persiapan acara makan malam besok di kedutaan yang kebetulan yang punya hajat adalah om Athan. I called Ibu KRT untuk menanyakan sampai sejauh mana kira-kira persiapannya. Saat saya menanyakan mengenai cutleries, pemanas makanan dan sebangsanya yang kiranya berkaitan dengan penyajian, sang Ibu dengan sangat mudahnya menjawab tidak tahu, pokoknya beliau hanya tahunya masak saja, masalah cutleries bukan urusan dia, pokoknya dia mau begitu masakan selesai, the table is ready including the heater dan lain sebagainya. Pokoknya beliau ngga ngurus yang lain, hanya masak. Pokoknya ...
I was kind of surprised melihat sikap dan tindak-tanduknya yang begitu. Kalau bicara soal pengalaman bekerja di perwakilan nich .. saya ngga ada apa-apanya dibanding beliau, beliau sudah 3 kali ikut di perwakilan dan tentunya pengalaman pribadinya sangat sangat sangat banyak dan sangat sangat sangat membantu. But hei, I am not complaining, itu semua tidak menjamin bahwa semua urusan bisa terpenuh.
Seharusnya kan berinisiatif untuk melihat semuanya. I was about to say something tapi kemudian I realized it will just then waste my energy.
Kejadian kedua adalah menjelang Maghrib. Hari ini seperti Om Dubes melakukan puasa rutin Senin - Kamis. I was in my desk cleaning old files dan tiba-tiba saja saya ingat bahwa hari ini adalah hari Kamis dimana Om Dubes biasanya puasa. Lalu sebelum berangkat menuju airport untuk menyambut anggota dewan yang terhormat, saya kemudian bertanya hendak buka dan makan malam dimanakah beliau ? beliau bilang akan buka dan makan malam di kantor *hiiksss .. berarti akan pulang malam banget nampaknya malam ini*.
I called Ibu KRT untuk memberitahukan kabar bahwa Om Dubes akan buka dan makan malam di kantor. Selang beberapa lama she called me dan minta Mr. Driver untuk ke Wisma mengambil buka dan makan malam Bapak. Saya bilang bahwa Bapak and the driver went to airport untuk sambut tamu. Lalu mulailah dengan kebingungannya mengenai siapa yang akan ambil makanan karena tidak ada supir, karena tidak ada yang punya motor, karena tuk tuk sudah sulit jam pulang kantor .. karena ...
Again, I didn't say anything, only then I took actions dengan menghubungi kiri-kanan, minta tolong kiri-kanan dan berkorban sedikit, akhirnya segala perangkat makan dan lauk-pauk Om Dubes untuk buka puasa bisa available.
Hal ini bukan yang pertama kali terjadi, namun sudahlah saya berusaha untuk mentolerirnya. Banyak kejadian yang menurut pandangan saya pribadi sekarang ini merupakan penurunan prestasi. Satu hal yang tidak disadari oleh beliau bahwa beliau semakin hari semakin tua, namun kekerasan hatinya dan kalau boleh dikatakan kesombongan akan kemampuannya membuat beliau tidak sadar akan hal itu.
Secara kerja pun sudah tidak seperti ketika baru saja datang. Well, saya tidak mengatakan bahwa kondite kerja saya baik namun jika kita sudah terbiasa akan satu standard dan tiba-tiba dirasakan bahwa standard itu sudah tidak ada lagi, pastinya kita merasakan perubahan yang significant akan hal tersebut.
Saya pernah mencoba untuk bicara seperti yang disarankan oleh salah seorang sobat saya disini, namun yang terjadi adalah mogok kerja secara halus walaupun beliau tidak mengatakannya namun hal itu sangat saya rasakan. Instead of being open minded selayaknya seorang profesional yang sudah lama dibidangnya, ini malah merajuk seperti anak baru magang.
Mungkin sekali apa yang saya katakan diatas terkesan kasar namun itulah apa adanya. Saya hanya coba untuk mengeluarkan apa yang ada didalam hati dan pikiran saya. Nobody wants to listen to me dan nobody has an available time to listen to what I want to say or tell, jadi mungkin cara yang paling baik adalah dengan menulis.
Well, predikat saya dari dulu adalah PENDENGAR yang baik, saya tidak pernah complaint jam berapapun teman-teman saya mau cerita, terkadang mereka mengulang cerita yang sama berjuta-juta kali namun saya hanya tersenyum. Sayangnya hal ini tidaklah dibalas dengan hal yang sama, acap kali saya mau cerita, pastinya selalu dipotong atau tidak didengar. Again, I am not complaining here tapi sudahlah, mungkin memang jalan atau pun suratannya begitu.
Sekarang ini saya banyak menelan sendiri akan apa yang sedang terjadi, akan apa yang saya rasa. Itu mungkin cara yang paling baik, saya hanya berharap bahwa saya masih punya kesabaran dan kekuatan lebih untuk bertahan.
I am not asking too much, listen to me for a while, that's all I ask ...
Wednesday, April 27, 2005
Am I in Love ?
27 April 2005
Selesai keluar dari ruang meeting tiba-tiba saja di inbox email saya terdapat satu email, salah seorang rekan mengirim pertanyaan yang tiba-tiba saja menggelitik perasaan saya, benarkah apa yang dikatakannya ?
Dia bilang, kalo baca beberapa postingan elo terakhir, gue jadi pengen nanya, are you in love ?
Tidak pernah terpikir sebelumnya bahwa pertanyaan seperti itu akan muncul dan datang dari seseorang yang sama sekali belum mengenal diri saya secara face-to-face. Akhirnya yang saya lakukan adalah membaca kembali beberapa postingan terakhir yang saya tulis. Mostly adalah percakapan saya dengan; katakan saja; The Dear.
Saya ngga pernah menolak perasaan yang ada didalam diri saya untuk dirinya. Honestly speaking saya suka sama dia semenjak pertama kali ketemu dengan dia. Ngga tau kenapa, mungkin karena ada sifat-sifat misterius yang dia punya yang terkadang membuat saya ingin tahu lebih banyak tentang dia. Awal mulanya semua berjalan kaku tetapi mungkin dikarenakan bertemu secara regular basis, secara day-to-day, akhirnya kekakuan itu lenyap sirna dan tidak ada lagi, malah yang mengejutkan adalah dia sudah berani untuk bicara lebih banyak mengenai kehidupannya serta juga terkadang bisa mengatakan perasaannya jika dia kesal dengan saya. Tapi jangan harap dia mau bersikap terbuka dan tertawa lebar jika ada orang lain, whenever orang lain ada disekitar kita, dia akan kembali menjadi orang yang sangat sangat pendiam.
Lalu definisi I am in love itu seperti apa sich ? ..
Mungkin juga yaa I am in love without I realized karena anytime tidak ketemu tiba-tiba saja ada satu perasaan yang tidak bisa dijelaskan, I feel like ingin pergi ketemu atau at least bicara di telpon. Lalu anytime saya pergi ke satu tempat yang menarik atau saya beli sesuatu, saya selalu teringat sama dia. So ini yang dinamakan fall in love ?
Saya coba untuk tidak meng-sms ataupun menelpon selama beberapa hari dan anehnya adalah dia yang sms atau menelpon saya sekedar menanyakan apa kabar dan saya dimana. Tapi diantara kita tidak pernah membicarakan masalah hubungan ataupun lebih jauh dari itu. Hanya saja pada satu hari saya pernah bilang dia bahwa saya do care a lot sama dia dan dia tidak bereaksi apa pun atas perkataan saya. Ketika saya mulai dengan memanggil dia dengan Dear, tak pernah ada kata keberatan ataupun protes yang keluar dari mulut dia.
Anyway, mungkin yang dikatakan oleh teman saya itu melalui pesannya benar adanya bahwa YES, I AM IN LOVE namun apakah ini conditional or unconditional love, that's I don't know.
27 April 2005
Selesai keluar dari ruang meeting tiba-tiba saja di inbox email saya terdapat satu email, salah seorang rekan mengirim pertanyaan yang tiba-tiba saja menggelitik perasaan saya, benarkah apa yang dikatakannya ?
Dia bilang, kalo baca beberapa postingan elo terakhir, gue jadi pengen nanya, are you in love ?
Tidak pernah terpikir sebelumnya bahwa pertanyaan seperti itu akan muncul dan datang dari seseorang yang sama sekali belum mengenal diri saya secara face-to-face. Akhirnya yang saya lakukan adalah membaca kembali beberapa postingan terakhir yang saya tulis. Mostly adalah percakapan saya dengan; katakan saja; The Dear.
Saya ngga pernah menolak perasaan yang ada didalam diri saya untuk dirinya. Honestly speaking saya suka sama dia semenjak pertama kali ketemu dengan dia. Ngga tau kenapa, mungkin karena ada sifat-sifat misterius yang dia punya yang terkadang membuat saya ingin tahu lebih banyak tentang dia. Awal mulanya semua berjalan kaku tetapi mungkin dikarenakan bertemu secara regular basis, secara day-to-day, akhirnya kekakuan itu lenyap sirna dan tidak ada lagi, malah yang mengejutkan adalah dia sudah berani untuk bicara lebih banyak mengenai kehidupannya serta juga terkadang bisa mengatakan perasaannya jika dia kesal dengan saya. Tapi jangan harap dia mau bersikap terbuka dan tertawa lebar jika ada orang lain, whenever orang lain ada disekitar kita, dia akan kembali menjadi orang yang sangat sangat pendiam.
Lalu definisi I am in love itu seperti apa sich ? ..
Mungkin juga yaa I am in love without I realized karena anytime tidak ketemu tiba-tiba saja ada satu perasaan yang tidak bisa dijelaskan, I feel like ingin pergi ketemu atau at least bicara di telpon. Lalu anytime saya pergi ke satu tempat yang menarik atau saya beli sesuatu, saya selalu teringat sama dia. So ini yang dinamakan fall in love ?
Saya coba untuk tidak meng-sms ataupun menelpon selama beberapa hari dan anehnya adalah dia yang sms atau menelpon saya sekedar menanyakan apa kabar dan saya dimana. Tapi diantara kita tidak pernah membicarakan masalah hubungan ataupun lebih jauh dari itu. Hanya saja pada satu hari saya pernah bilang dia bahwa saya do care a lot sama dia dan dia tidak bereaksi apa pun atas perkataan saya. Ketika saya mulai dengan memanggil dia dengan Dear, tak pernah ada kata keberatan ataupun protes yang keluar dari mulut dia.
Anyway, mungkin yang dikatakan oleh teman saya itu melalui pesannya benar adanya bahwa YES, I AM IN LOVE namun apakah ini conditional or unconditional love, that's I don't know.
Tuesday, April 26, 2005
Friday, April 22, 2005
22 April 2005
Hai dear, where are you ?
On the way from the airport. What's wrong ?
Nothing. Just want to call you. Still busy ?
Can we go at 11 ? because at 2 I should go back to aiport.
Oh, I thought you finish all the work before lunch.
No.
What time you finish then ?
May be around 3 or 3.30. Will you go with me to aiport at 2 ?
Sure. I'll go with you. I will go to mosque first and be ready at 2.
Okay. I'll pick you up and then we go.
Sure. Bye
Bye bye.
Hai dear, where are you ?
On the way from the airport. What's wrong ?
Nothing. Just want to call you. Still busy ?
Can we go at 11 ? because at 2 I should go back to aiport.
Oh, I thought you finish all the work before lunch.
No.
What time you finish then ?
May be around 3 or 3.30. Will you go with me to aiport at 2 ?
Sure. I'll go with you. I will go to mosque first and be ready at 2.
Okay. I'll pick you up and then we go.
Sure. Bye
Bye bye.
Wednesday, April 20, 2005
20 April 2005
So you still want to change your motor ?
Yupe, I don't think I can be safe using this motor in rainy season which will start next month
Okay. Let's find out the good one
Hmm
Friday I pick you up and we go
What time ?
Around 10
By the way, don't you think it's better for you to buy a car ? you know, the cheap one
May be but not now I guess. I still want to buy a camera and a laptop and both of it will cost me fortune
Do you think you can postpone it ? car is more important. I am just thinking of your safe, no more or less
I'll think about it
Okay
You look good today
You too. You always look handsome
So you still want to change your motor ?
Yupe, I don't think I can be safe using this motor in rainy season which will start next month
Okay. Let's find out the good one
Hmm
Friday I pick you up and we go
What time ?
Around 10
By the way, don't you think it's better for you to buy a car ? you know, the cheap one
May be but not now I guess. I still want to buy a camera and a laptop and both of it will cost me fortune
Do you think you can postpone it ? car is more important. I am just thinking of your safe, no more or less
I'll think about it
Okay
You look good today
You too. You always look handsome
Tuesday, April 19, 2005
BERITA FOTO
19 April 2005
Memasuki bekas Penjara TOUL SLENG atau dikenal juga sebagai S-21.
Tempat interogasi Khmer Merah kepada rakyat Kamboja sebelum orang-orang itu dibawa ke tempat pembantaian THE KILLING FIELD.
Adik-adik, dulunya gedung ini merupakan gedung sekolah yang dibangun oleh pemerintah Perancis sebelum Phnom Penh jatuh ke tangan rezim Khmer Merah. Setelah Phnom Penh jatuh, maka dibangunlah apa yang disebut dengan bahasa sandi S-21, tempat interogasi, tempat penahanan para keluarga kerajaan, cendekiawan, guru, mentri, tentara dan lain-lain sebelum mereka dibawa ke KILLING FIELD.
Menunjukkan 14 kuburan korban kekejaman rezim Khmer Merah.
Nah, didepan kita ini sekarang terdapat 14 kuburan. Pertanyaannya siapakah 14 orang ini sehingga mereka bisa dikuburkan di Toul Sleng ? mereka adalah korban terakhir dari penyiksaan rezim Khmer Merah. Jadi pada saat tahun 1979 ketika Khmer Merah dikalahkan oleh tentara pemerintah dengan bantuan Vietnam, saat mereka memasuki tempat ini, ditemukanlah 14 orang ini dengan keadaan sangat menyedihkan, kaki masih terikat dengan besi ditempat tidur, badan berlumuran darah dan perut terbuka.
Perut terbuka, kak ?
Iya. Nanti dikamar yang akan kita masuki, kita bisa melihat photonya seperti apa. Jadi mereka menyiksa dengan sangat perlahan-lahan. Mereka belah perut korban sehingga sebagian isi perut keluar lalu mereka letakkan burung pemakan bangkai di kamar tersebut sehingga sang burung akan mematuki bagian perut yang terbuka itu.
*wajah anak-anak Pramuka itu terlihat terpana dan sesaat mereka terdiam, sementara anak-anak putrinya langsung menutup telinga tidak mau mendengarkan cerita kelanjutannya*
Ke 14 korban ini pun tidak diketahui identitasnya. Yang diketahui adalah mereka pastinya orang dari kalangan atas karena ditemukan di Gedung A. Sementara Gedung B dan Gedung C adalah tempat rakyat biasa ataupun pegawai yang levelnya biasa-biasa saja.
Di ruangan bekas Penjara
Nah, sekarang bisa kita lihat bagaimana dulu mereka sangat kejam. Photo-photo yang terpampang disini adalah photo-photo para korban. Dari sekitar 20,000 yang dikirim dari Toul Sleng ke Killing Field, terdapat 9 orang asing diantaranya orang Amerika yang disangka sebagai agen dari CIA.
Nomor-nomor ini untuk apa, Kak ?
Coba perhatikan, ada beberapa orang yang nomernya sama. Nomer ini adalah kode untuk tanggal eksekusi, jam dan dieksekusi dimana. Sebelum dieksekusi mereka diphoto dulu lalu kemudian didata secara lengkap hendak dimana eksekusinya dan jam berapa. Orang dengan nomer yang sama berarti mereka akan dieksekusi pada hari, jam dan tanggal, tempat yang sama.
Dari semua korban, sampai dengan akhir tahun 1982 ketika diadakan penggalian di Killing Field, ada 7 orang saksi hidup. Sampai dengan tahun 2005, saksi hidup itu hanya tinggal satu orang saja. Dialah yang merekonstruksikan semuanya.
Cerita tentang Mrs. Huo Nim, istri Menteri Penerangan.
Ini siapa, Kak ?
Ini adalah Madame Huo Nim, istri dari Menteri Penerangan pada masa pemerintahan Lon Nol, rezim yang digulingkan oleh Khmer Merah. Madame ini ditangkap beserta suaminya dan juga anaknya yang masih bayi. Suaminya ditembak kemudian Madame ini dieksekusi dengan cara dia didudukkan dikursi khusus dan sambil menggendong anaknya, kepala sang Madame ini; dalam keadaan hidup; dibor sampai mati. Setelah itu sang bayi dibawa ke Killing Field dan kepala bayi tersebut dihantamkan ke pohon sampai mati.
*Pramuka yang perempuan menjerit dan berlari keluar ruangan sementara yang laki-laki terdiam lalu salah seorang berbisik .. Kak, ceritanya nanti lagi aja di mobil*
19 April 2005
Memasuki bekas Penjara TOUL SLENG atau dikenal juga sebagai S-21.
Tempat interogasi Khmer Merah kepada rakyat Kamboja sebelum orang-orang itu dibawa ke tempat pembantaian THE KILLING FIELD.
Adik-adik, dulunya gedung ini merupakan gedung sekolah yang dibangun oleh pemerintah Perancis sebelum Phnom Penh jatuh ke tangan rezim Khmer Merah. Setelah Phnom Penh jatuh, maka dibangunlah apa yang disebut dengan bahasa sandi S-21, tempat interogasi, tempat penahanan para keluarga kerajaan, cendekiawan, guru, mentri, tentara dan lain-lain sebelum mereka dibawa ke KILLING FIELD.
Menunjukkan 14 kuburan korban kekejaman rezim Khmer Merah.
Nah, didepan kita ini sekarang terdapat 14 kuburan. Pertanyaannya siapakah 14 orang ini sehingga mereka bisa dikuburkan di Toul Sleng ? mereka adalah korban terakhir dari penyiksaan rezim Khmer Merah. Jadi pada saat tahun 1979 ketika Khmer Merah dikalahkan oleh tentara pemerintah dengan bantuan Vietnam, saat mereka memasuki tempat ini, ditemukanlah 14 orang ini dengan keadaan sangat menyedihkan, kaki masih terikat dengan besi ditempat tidur, badan berlumuran darah dan perut terbuka.
Perut terbuka, kak ?
Iya. Nanti dikamar yang akan kita masuki, kita bisa melihat photonya seperti apa. Jadi mereka menyiksa dengan sangat perlahan-lahan. Mereka belah perut korban sehingga sebagian isi perut keluar lalu mereka letakkan burung pemakan bangkai di kamar tersebut sehingga sang burung akan mematuki bagian perut yang terbuka itu.
*wajah anak-anak Pramuka itu terlihat terpana dan sesaat mereka terdiam, sementara anak-anak putrinya langsung menutup telinga tidak mau mendengarkan cerita kelanjutannya*
Ke 14 korban ini pun tidak diketahui identitasnya. Yang diketahui adalah mereka pastinya orang dari kalangan atas karena ditemukan di Gedung A. Sementara Gedung B dan Gedung C adalah tempat rakyat biasa ataupun pegawai yang levelnya biasa-biasa saja.
Di ruangan bekas Penjara
Nah, sekarang bisa kita lihat bagaimana dulu mereka sangat kejam. Photo-photo yang terpampang disini adalah photo-photo para korban. Dari sekitar 20,000 yang dikirim dari Toul Sleng ke Killing Field, terdapat 9 orang asing diantaranya orang Amerika yang disangka sebagai agen dari CIA.
Nomor-nomor ini untuk apa, Kak ?
Coba perhatikan, ada beberapa orang yang nomernya sama. Nomer ini adalah kode untuk tanggal eksekusi, jam dan dieksekusi dimana. Sebelum dieksekusi mereka diphoto dulu lalu kemudian didata secara lengkap hendak dimana eksekusinya dan jam berapa. Orang dengan nomer yang sama berarti mereka akan dieksekusi pada hari, jam dan tanggal, tempat yang sama.
Dari semua korban, sampai dengan akhir tahun 1982 ketika diadakan penggalian di Killing Field, ada 7 orang saksi hidup. Sampai dengan tahun 2005, saksi hidup itu hanya tinggal satu orang saja. Dialah yang merekonstruksikan semuanya.
Cerita tentang Mrs. Huo Nim, istri Menteri Penerangan.
Ini siapa, Kak ?
Ini adalah Madame Huo Nim, istri dari Menteri Penerangan pada masa pemerintahan Lon Nol, rezim yang digulingkan oleh Khmer Merah. Madame ini ditangkap beserta suaminya dan juga anaknya yang masih bayi. Suaminya ditembak kemudian Madame ini dieksekusi dengan cara dia didudukkan dikursi khusus dan sambil menggendong anaknya, kepala sang Madame ini; dalam keadaan hidup; dibor sampai mati. Setelah itu sang bayi dibawa ke Killing Field dan kepala bayi tersebut dihantamkan ke pohon sampai mati.
*Pramuka yang perempuan menjerit dan berlari keluar ruangan sementara yang laki-laki terdiam lalu salah seorang berbisik .. Kak, ceritanya nanti lagi aja di mobil*
PRAMUKA
Praja Muda Karana
19 April 2005
Kami Pramuka Indonesia, manusia Pancasila
Satya kukudarmakan, Dharma kukubaktikan
agar jaya Indonesia, Indonesia
Tanah Airku, Kami jadi Pandumu
Agak tercekat dan tenggorokan ini terasa tersumbat dan tanpa terasa tiba-tiba saja airmata sudah menggenang walaupun tidak sempat jatuh. Bukan masalah nasionalisme yang tergugah, juga bukan masalah patriotisme tapi benar apa yang dikata orang, ketika kita sedang dinegeri orang lalu mendengar lagu tentang tanah air ataupun hymne, hal itu bisa memberi satu rasa tersendiri, rasa lain, rasa betapa kita sebenarnya jauh dari tanah leluhur, dari tanah kelahiran, dari tanah ibu pertiwi.
Itulah yang saya rasakan kemarin ketika Om Dubes menerima rombongan delegasi Pramuka Indonesia yang sedang mengadakan wisata edukatif 2005. Sesaat setelah mereka diterima di Wisma Duta, lalu diperdengarkanlah lagu kebangsaan Indonesia Raya (dengan aransemen terbaru dari Twilite Orchestra. Thanks to Mr. Gregorius) dan disusul Hymne Pramuka, saya tiba-tiba mendapati bulu kuduk saya berdiri dan keharuan mendadak melimpah ruah menggelegak di pikiran.
Rombongan yang terdiri atas 14 anak-anak (berusia antara 13 - 17 tahun) dan 2 orang pembimbing ini melakukan apa yang disebut sebagai ASEAN'S BOYSCOUT OUTBOUND. Delegasi kali ini datang dari grup pesantren Darunnajah (or is it Darulnajah ?). Disini mereka bertatap muka dan melakukan dialog dengan Menteri Kepemudaan dan Pendidikan. Lalu juga bertemu dengan anggota-anggota Pramuka dari salah satu sekolah di Phnom Penh; Shan To Mok School.
Kesenjangan bahasa ternyata bukanlah satu penghalang buat generasi muda untuk bisa berkarya bersama, bekerja bersama. Hal ini terlihat pada saat di Shan To Mok School, ketika atraksi dari kedua belah pihak berlangsung, banyak sekali bahasa isyarat yang dipergunakan walaupun hanya sekedar bertanya hal yang kecil-kecil ataupun trik-trik dalam melakukan atraksi itu.
Saya menghabiskan sepanjang hari Minggu itu bersama dengan adik-adik Pramuka, menemani mereka berkeliling Phnom Penh dan sekitarnya (mendadak tugas saya berubah menjadi protocol officer).
Photo ini diambil tanggal 17 April 2005 sekitar pukul 4 sore di KILLING FIELD. Terlihat sebagai latar belakang adalah Stupa yang dipakai untuk menyimpan sisa-sisa baju dan tengkorak yang ditemukan pada saat penggalian kuburan massal.
Praja Muda Karana
19 April 2005
Kami Pramuka Indonesia, manusia Pancasila
Satya kukudarmakan, Dharma kukubaktikan
agar jaya Indonesia, Indonesia
Tanah Airku, Kami jadi Pandumu
Agak tercekat dan tenggorokan ini terasa tersumbat dan tanpa terasa tiba-tiba saja airmata sudah menggenang walaupun tidak sempat jatuh. Bukan masalah nasionalisme yang tergugah, juga bukan masalah patriotisme tapi benar apa yang dikata orang, ketika kita sedang dinegeri orang lalu mendengar lagu tentang tanah air ataupun hymne, hal itu bisa memberi satu rasa tersendiri, rasa lain, rasa betapa kita sebenarnya jauh dari tanah leluhur, dari tanah kelahiran, dari tanah ibu pertiwi.
Itulah yang saya rasakan kemarin ketika Om Dubes menerima rombongan delegasi Pramuka Indonesia yang sedang mengadakan wisata edukatif 2005. Sesaat setelah mereka diterima di Wisma Duta, lalu diperdengarkanlah lagu kebangsaan Indonesia Raya (dengan aransemen terbaru dari Twilite Orchestra. Thanks to Mr. Gregorius) dan disusul Hymne Pramuka, saya tiba-tiba mendapati bulu kuduk saya berdiri dan keharuan mendadak melimpah ruah menggelegak di pikiran.
Rombongan yang terdiri atas 14 anak-anak (berusia antara 13 - 17 tahun) dan 2 orang pembimbing ini melakukan apa yang disebut sebagai ASEAN'S BOYSCOUT OUTBOUND. Delegasi kali ini datang dari grup pesantren Darunnajah (or is it Darulnajah ?). Disini mereka bertatap muka dan melakukan dialog dengan Menteri Kepemudaan dan Pendidikan. Lalu juga bertemu dengan anggota-anggota Pramuka dari salah satu sekolah di Phnom Penh; Shan To Mok School.
Kesenjangan bahasa ternyata bukanlah satu penghalang buat generasi muda untuk bisa berkarya bersama, bekerja bersama. Hal ini terlihat pada saat di Shan To Mok School, ketika atraksi dari kedua belah pihak berlangsung, banyak sekali bahasa isyarat yang dipergunakan walaupun hanya sekedar bertanya hal yang kecil-kecil ataupun trik-trik dalam melakukan atraksi itu.
Saya menghabiskan sepanjang hari Minggu itu bersama dengan adik-adik Pramuka, menemani mereka berkeliling Phnom Penh dan sekitarnya (mendadak tugas saya berubah menjadi protocol officer).
Photo ini diambil tanggal 17 April 2005 sekitar pukul 4 sore di KILLING FIELD. Terlihat sebagai latar belakang adalah Stupa yang dipakai untuk menyimpan sisa-sisa baju dan tengkorak yang ditemukan pada saat penggalian kuburan massal.
Tuesday, April 12, 2005
LIBUR, KERJA, PULANG
12 April 2005
Lusa KBRI Phnom Penh tidak beroperasi selama satu minggu dikarenakan di Kamboja mulai dari tanggal 14 April sampai dengan tanggal 18 April adalah hari libur nasional dalam rangka Tahun Baru Khmer atau bisa dikatakan sebagai Lebarannya orang Kamboja.
Menurut sahibul hikayat itu pula selama perayaan tahun baru tersebut, udara sedang dalam kondisi yang paling top panasnya, bisa mencapai 40 - 42 derajat celsius. Satu hal yang memang tidak bisa dipungkiri ataupun dihindari, kecuali memang malas keluar ataupun kalau mau keluar haruslah malam hari yang tidak membawa efek banyak.
Manisnya lagi, libur selama hampir lima hari ini ternyata tidak bisa dinikmati secara full, secara bebas dan merdeka. Tanggal 17 rombongan Pramuka Republik Indonesia tiba di Phnom Penh dan dijadwalkan untuk courtesy call dengan Om Dubes jam 10.00 pagi saja. Tanggal 18nya Om Dubes direncanakan dipanggil oleh Menteri Kebudayaan Kamboja untuk satu hal penting. Lalu kapan liburnya ? hari Sabtu tanggal 16, Om Dubes harus menghadap Raja di Istana. So then, dengan adanya kegiatan-kegiatan tersebut maka tentunya I will be so hectic dan harus mendampinginya terus. Memang nasib.
Sementara pekerjaan lain masih menunggu dengan sabar untuk diselesaikan. Laporan kegiatan selama pameran kemarin, laporan dokumentasi kegiatan selama bulan Maret 2005. Oh apa daya .. mungkin nanti pas hari libur I will spend most of my time at the office.
Dan pas sore hari tadi, Tante Dubes menelpon saya mengatakan bahwa beliau kemungkinan harus kembali ke Tanah Air untuk urusan KKR alias Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang sudah mulai terdengar gaungnya dan sudah mulai terima pendaftaran untuk pembentukannya. Mengingat bahwa Tante Dubes adalah seorang aktifis rekonsiliasi bangsa, maka sudah dipastikan bahwa beliau akan sibuk. Terus terang saja, agak gimana gitu mendengar kabar bahwa beliau harus pulang namun tugas adalah tugas dan kewajiban adalah kewajiban.
Alih-alih saya yang mau pulang tanggal 14 ini, alhasil jadinya Tante Dubes yang pulang.
12 April 2005
Lusa KBRI Phnom Penh tidak beroperasi selama satu minggu dikarenakan di Kamboja mulai dari tanggal 14 April sampai dengan tanggal 18 April adalah hari libur nasional dalam rangka Tahun Baru Khmer atau bisa dikatakan sebagai Lebarannya orang Kamboja.
Menurut sahibul hikayat itu pula selama perayaan tahun baru tersebut, udara sedang dalam kondisi yang paling top panasnya, bisa mencapai 40 - 42 derajat celsius. Satu hal yang memang tidak bisa dipungkiri ataupun dihindari, kecuali memang malas keluar ataupun kalau mau keluar haruslah malam hari yang tidak membawa efek banyak.
Manisnya lagi, libur selama hampir lima hari ini ternyata tidak bisa dinikmati secara full, secara bebas dan merdeka. Tanggal 17 rombongan Pramuka Republik Indonesia tiba di Phnom Penh dan dijadwalkan untuk courtesy call dengan Om Dubes jam 10.00 pagi saja. Tanggal 18nya Om Dubes direncanakan dipanggil oleh Menteri Kebudayaan Kamboja untuk satu hal penting. Lalu kapan liburnya ? hari Sabtu tanggal 16, Om Dubes harus menghadap Raja di Istana. So then, dengan adanya kegiatan-kegiatan tersebut maka tentunya I will be so hectic dan harus mendampinginya terus. Memang nasib.
Sementara pekerjaan lain masih menunggu dengan sabar untuk diselesaikan. Laporan kegiatan selama pameran kemarin, laporan dokumentasi kegiatan selama bulan Maret 2005. Oh apa daya .. mungkin nanti pas hari libur I will spend most of my time at the office.
Dan pas sore hari tadi, Tante Dubes menelpon saya mengatakan bahwa beliau kemungkinan harus kembali ke Tanah Air untuk urusan KKR alias Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang sudah mulai terdengar gaungnya dan sudah mulai terima pendaftaran untuk pembentukannya. Mengingat bahwa Tante Dubes adalah seorang aktifis rekonsiliasi bangsa, maka sudah dipastikan bahwa beliau akan sibuk. Terus terang saja, agak gimana gitu mendengar kabar bahwa beliau harus pulang namun tugas adalah tugas dan kewajiban adalah kewajiban.
Alih-alih saya yang mau pulang tanggal 14 ini, alhasil jadinya Tante Dubes yang pulang.
Monday, April 11, 2005
TUNTAS SUDAH SATU KERJA
11 April 2005
Setelah memakan waktu persiapan hampir tiga bulan lebih, akhirnya tuntas sudah hajatan 3 hari Kedutaan Besar Republik Indonesia di Phnom Penh, Kerajaan Kamboja. KBRI Phnom Penh yang pada bulan lalu menggelar Indonesian Trade, Services and Tourism Promotion 2004, maka kemarin pada tanggal 8 sampai 10 April 2005 mengadakan Indonesian Trade, Service and Tourism - Touch of Indonesia 2005.
Namanya juga kerja dengan birokrat maka proses birokrasi yang berbelit-belit dan berkepanjangan akhirnya menimbulkan gesekan-gesekan dan juga percikan-percikan kecil yang saya sadari pada akhirnya nanti akan meledak (hmm .. mengingat nanti tanggal 13 akan ada evaluasi besar-besaran .. )
Dimulai pada hari Kamis pagi ketika tim inti dari panitia meninjau lokasi. Menurut sahibul hikayat katanya hari itu sudah bisa up-load barang dari pagi tapi ternyata hari itu akhirnya baru bisa pada up-load barang menjelang malam hari karena booth baru saja dimulai pekerjaan pemasangannya pada menjelang siang hari. Tertundalah satu pekerjaan. Setelah booth terpasang maka dimulailah pemuatan barang ke masing-masing stand. Gilanya lagi, dengan udara yang cukup cerah ceria atau bahasa halusnya menyengat ubun-ubun, AC tidak dipasang. Setelah kita semua mengeluh mengenai betapa saunanya ruangan tersebut, sang ketua panitia dengan santainya hanya bilang : "Maaf saya salah informasi, AC baru bisa itu besok, hari ini tidak termasuk AC." Grrrrrgggggghhhhhhhhh ... geram namun sudah tidak bisa apa-apa lagi.
Set up panggung pun dilakukan semenjak siang, yang mana membuat semua orang mukanya seperti kepiting rebus dan badan berkeringat seperti diguyur air. Sedikit demi sedikit pekerjaan dijalani dan akhirnya menjelang malam, selesai sudah, tinggal finishing touchnya saja.
Saya sampai di Wisma menjelang pukul sepuluh malam, niatnya tadinya ingin menunggu Om dan Tante Dubes (beliau berdua sedang menghadiri acara makan malam bersama Menlu Kamboja) tapi setelah melihat waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh kurang dan sebagian teman menggussip sudah pulang, alhasil pulanglah saya.
Baru saja tiba sekitar lima belas menit di Wisma, tiba-tiba muncullah Om Dubes didepan pintu kamar saya. "Har, kita ke Chenla yuk. Berangkat sekarang saja." ... dengan tergagap-gagap saya bilang iya dan segera lari kebawah untuk menyiapkan mobil.
Sampai di Chenla semua sudah siap secara 85 persen. Tinggal finishing touchnya pagi-pagi menjelang pembukaan. Lagi asyik-asyik ngobrol dengan Mr. Gregg; the photographer, tiba-tiba Om Dubes minta saya untuk merubah setting panggung ... Gubraaaaaakkksssss ... !!! .. lalu dengan sedikit argumentasi dan juga daya pikir yang logis, akhirnya setting panggung tidak jadi dirubah (Pfffuuuiiihh .. baru pertama kalinya ini saya mendebat beliau, untungnya didukung background pengalaman sebagai floor director di beberapa event).
Setelah melakukan the last round checking, pulanglah kami pada pukul 00.45.
Inilah hasil karya putra bangsa dengan kondisi yang seadanya dan serba dadakan. Birokrasi bertele-tele dari birokrat yang akhirnya menghambat daya cipta kreasi manusia .... beberapa teman ditanah air ada yang mengatakan bahwa panggung itu seperti panggung 17an or seperti panggung kawinan .. namun bagi saya pribadi, ini adalah panggung kebanggaan, yang dicipta ditengah konflik yang terjadi pada satu event besar membawa nama bangsa dan negara tercinta. I am proud of it, I don't care what others said ... at least in the depression and pressure yang ngga jelas, sebagai makhluk ciptaan-Nya yang dikarunia otak, akal dan pikiran .. masih bisa berkarya :)
11 April 2005
Setelah memakan waktu persiapan hampir tiga bulan lebih, akhirnya tuntas sudah hajatan 3 hari Kedutaan Besar Republik Indonesia di Phnom Penh, Kerajaan Kamboja. KBRI Phnom Penh yang pada bulan lalu menggelar Indonesian Trade, Services and Tourism Promotion 2004, maka kemarin pada tanggal 8 sampai 10 April 2005 mengadakan Indonesian Trade, Service and Tourism - Touch of Indonesia 2005.
Namanya juga kerja dengan birokrat maka proses birokrasi yang berbelit-belit dan berkepanjangan akhirnya menimbulkan gesekan-gesekan dan juga percikan-percikan kecil yang saya sadari pada akhirnya nanti akan meledak (hmm .. mengingat nanti tanggal 13 akan ada evaluasi besar-besaran .. )
Dimulai pada hari Kamis pagi ketika tim inti dari panitia meninjau lokasi. Menurut sahibul hikayat katanya hari itu sudah bisa up-load barang dari pagi tapi ternyata hari itu akhirnya baru bisa pada up-load barang menjelang malam hari karena booth baru saja dimulai pekerjaan pemasangannya pada menjelang siang hari. Tertundalah satu pekerjaan. Setelah booth terpasang maka dimulailah pemuatan barang ke masing-masing stand. Gilanya lagi, dengan udara yang cukup cerah ceria atau bahasa halusnya menyengat ubun-ubun, AC tidak dipasang. Setelah kita semua mengeluh mengenai betapa saunanya ruangan tersebut, sang ketua panitia dengan santainya hanya bilang : "Maaf saya salah informasi, AC baru bisa itu besok, hari ini tidak termasuk AC." Grrrrrgggggghhhhhhhhh ... geram namun sudah tidak bisa apa-apa lagi.
Set up panggung pun dilakukan semenjak siang, yang mana membuat semua orang mukanya seperti kepiting rebus dan badan berkeringat seperti diguyur air. Sedikit demi sedikit pekerjaan dijalani dan akhirnya menjelang malam, selesai sudah, tinggal finishing touchnya saja.
Saya sampai di Wisma menjelang pukul sepuluh malam, niatnya tadinya ingin menunggu Om dan Tante Dubes (beliau berdua sedang menghadiri acara makan malam bersama Menlu Kamboja) tapi setelah melihat waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh kurang dan sebagian teman menggussip sudah pulang, alhasil pulanglah saya.
Baru saja tiba sekitar lima belas menit di Wisma, tiba-tiba muncullah Om Dubes didepan pintu kamar saya. "Har, kita ke Chenla yuk. Berangkat sekarang saja." ... dengan tergagap-gagap saya bilang iya dan segera lari kebawah untuk menyiapkan mobil.
Sampai di Chenla semua sudah siap secara 85 persen. Tinggal finishing touchnya pagi-pagi menjelang pembukaan. Lagi asyik-asyik ngobrol dengan Mr. Gregg; the photographer, tiba-tiba Om Dubes minta saya untuk merubah setting panggung ... Gubraaaaaakkksssss ... !!! .. lalu dengan sedikit argumentasi dan juga daya pikir yang logis, akhirnya setting panggung tidak jadi dirubah (Pfffuuuiiihh .. baru pertama kalinya ini saya mendebat beliau, untungnya didukung background pengalaman sebagai floor director di beberapa event).
Setelah melakukan the last round checking, pulanglah kami pada pukul 00.45.
Inilah hasil karya putra bangsa dengan kondisi yang seadanya dan serba dadakan. Birokrasi bertele-tele dari birokrat yang akhirnya menghambat daya cipta kreasi manusia .... beberapa teman ditanah air ada yang mengatakan bahwa panggung itu seperti panggung 17an or seperti panggung kawinan .. namun bagi saya pribadi, ini adalah panggung kebanggaan, yang dicipta ditengah konflik yang terjadi pada satu event besar membawa nama bangsa dan negara tercinta. I am proud of it, I don't care what others said ... at least in the depression and pressure yang ngga jelas, sebagai makhluk ciptaan-Nya yang dikarunia otak, akal dan pikiran .. masih bisa berkarya :)
Saturday, April 09, 2005
Monday, April 04, 2005
TOUCH OF INDONESIA 2005
04 April 2005
Untuk kedua kalinya Kedutaan Besar Republik Indonesia bekerjasama dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia di Kamboja dan partner kerja kedua belah pihak mengadakan Indonesian Trade, Service and Tourism Exhibition 2005.
Kali ini eventnya lebih besar dari yang dilaksanakan pada bulan Desember 2004. Event yang sekarang diadakan disalah satu convention hall terbesar di Phnom Penh, Chenla Theater dan akan berlangsung selama tiga hari dari mulai tanggal 08 sampai 10 April 2005, pukul 09.00 sampai dengan pukul 21.00.
Persiapan sudah dilakukan semenjak dari bulan Januari 2005 dan saat sekarang mendekati hari H yang kurang lebih tinggal 3 hari lagi, masih banyak terdapat celah kosong yang harus diisi dan harus dijadual ulang ataupun dibuang dan diganti dengan yang baru. Memang bukan hal yang baru buat saya menangani apa yang disebut dengan event, tetapi hal yang baru buat saya mengerjakan event dengan melibatkan orang-orang yang punya etos kerja malas, hanya mau uangnya saja, hanya melihat dompet orang lain tanpa mau melihat dompet sendiri, birokrasi [please God forgives me for keep swearing about the government policy] yang naudzubillah min dzalik dan sejuta enam belas komando yang datang dari sejuta enam belas komandan.
Akhirnya saya menyadari bahwa terkadang dengan memberitahu banyak hal dengan niatan berbagi ilmu pengetahuan ataupun pengalaman, terkadang malah menjadi bumerang bagi diri sendiri. Banyak usulan saya yang pada akhirnya kembali kepada saya untuk mengerjakannya sementara itu kredit diambil oleh orang lain. Sekali dua kali saya masih diam tapi ketika hal ini terus berulang, saya tak tahan lagi untuk tidak berteriak dan berbicara dengan intonasi yang oktafnya naik setengah nada acap kali ada meeting mingguan untuk evaluasi dan informasi.
Dari jumlah 33 orang yang terdaftar pada daftar kepanitiaan, yang bekerja keras membanting tulang jungkir jempalik bisa dihitung dengan jari tangan. Bayangkan, sebuah event besar membawa nama bangsa dan negara tetapi rasa nasionalisme dan loyalitas pada Negara Kesatuan Republik Indonesia seolah-olah hanya obligasi semata.
Saya hanya bisa berdoa saja semoga segala jerih payah yang sudah dilakukan dan dikerjakan secara bersama-sama oleh satu tim kecil yang merupakan bagian dari tim besar, dapat berhasil dan bisa mengharumkan nama Tanah Air.
Buat saya bukan masalah eksistensi saya sebagai seseorang yang boleh dikatakan cukup punya pengalaman sebagai floor director di berbagai event yang harus diakui, namun buat saya adalah satu masalah jika acara ini tidak berlangsung dengan lancar sesuai keinginan bersama, karena nama bangsa dan negara yang dipertaruhkan.
Adakah saya mampu menyelesaikannya dengan baik ? Ora et Labora .. berdoa dan berusaha .. :)
04 April 2005
Untuk kedua kalinya Kedutaan Besar Republik Indonesia bekerjasama dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia di Kamboja dan partner kerja kedua belah pihak mengadakan Indonesian Trade, Service and Tourism Exhibition 2005.
Kali ini eventnya lebih besar dari yang dilaksanakan pada bulan Desember 2004. Event yang sekarang diadakan disalah satu convention hall terbesar di Phnom Penh, Chenla Theater dan akan berlangsung selama tiga hari dari mulai tanggal 08 sampai 10 April 2005, pukul 09.00 sampai dengan pukul 21.00.
Persiapan sudah dilakukan semenjak dari bulan Januari 2005 dan saat sekarang mendekati hari H yang kurang lebih tinggal 3 hari lagi, masih banyak terdapat celah kosong yang harus diisi dan harus dijadual ulang ataupun dibuang dan diganti dengan yang baru. Memang bukan hal yang baru buat saya menangani apa yang disebut dengan event, tetapi hal yang baru buat saya mengerjakan event dengan melibatkan orang-orang yang punya etos kerja malas, hanya mau uangnya saja, hanya melihat dompet orang lain tanpa mau melihat dompet sendiri, birokrasi [please God forgives me for keep swearing about the government policy] yang naudzubillah min dzalik dan sejuta enam belas komando yang datang dari sejuta enam belas komandan.
Akhirnya saya menyadari bahwa terkadang dengan memberitahu banyak hal dengan niatan berbagi ilmu pengetahuan ataupun pengalaman, terkadang malah menjadi bumerang bagi diri sendiri. Banyak usulan saya yang pada akhirnya kembali kepada saya untuk mengerjakannya sementara itu kredit diambil oleh orang lain. Sekali dua kali saya masih diam tapi ketika hal ini terus berulang, saya tak tahan lagi untuk tidak berteriak dan berbicara dengan intonasi yang oktafnya naik setengah nada acap kali ada meeting mingguan untuk evaluasi dan informasi.
Dari jumlah 33 orang yang terdaftar pada daftar kepanitiaan, yang bekerja keras membanting tulang jungkir jempalik bisa dihitung dengan jari tangan. Bayangkan, sebuah event besar membawa nama bangsa dan negara tetapi rasa nasionalisme dan loyalitas pada Negara Kesatuan Republik Indonesia seolah-olah hanya obligasi semata.
Saya hanya bisa berdoa saja semoga segala jerih payah yang sudah dilakukan dan dikerjakan secara bersama-sama oleh satu tim kecil yang merupakan bagian dari tim besar, dapat berhasil dan bisa mengharumkan nama Tanah Air.
Buat saya bukan masalah eksistensi saya sebagai seseorang yang boleh dikatakan cukup punya pengalaman sebagai floor director di berbagai event yang harus diakui, namun buat saya adalah satu masalah jika acara ini tidak berlangsung dengan lancar sesuai keinginan bersama, karena nama bangsa dan negara yang dipertaruhkan.
Adakah saya mampu menyelesaikannya dengan baik ? Ora et Labora .. berdoa dan berusaha .. :)
Friday, April 01, 2005
Budayawan :
Borobudur Concert
Omong Kosong Angkat Borobudur
01 April 2005
Jika pergelaran Borobodur Live in Concert untuk mengangkat nama Candi Borobudur, maka kegiatan tersebut hanyalah sebagai omong kosong, kata Budayawan Borobudur Ariswara Sutomo.
Event seperti itu non sense kalau mau mengangkat Borobudur, justru mereka hanya ndompleng(Menumpang, Red) nama besar Borobudur, mereka tidak studi tentang Borobudur, katanya di Magelang, Rabu.
Menurut rencana, Pemda Provinsi Jawa Tengah menggelar Borobudur Live in Concert 2005 bertema Pesan Damai dari Negeri Keajaiban, 23 April mendatang di Lapangan Gunadharma zona II Candi Borobudur di Magelang Jawa Tengah.
Berbagai pentas kesenian yang digelar antara lain orkestra melibatkan 160 musisi, penampilan penyanyi Ruth Sahanaya, Waljinah, Iyeth Bustami, Didi Kempot, Edo Kondolongit, Tasya dan grup band GIGI. Selain itu paduan suara Surya Vokalia melibatkan 160 personil, atraksi seni bela diri Merpati Putih dan peragaan busana.
Ariswara mengemukakan, visi dan misi pergelaran itu harus bisa dipahami masyarakat terutama mereka yang tinggal di kawasan candi Budha terbesar di dunia, yang dibangun abad ke-8 masa Dinasti Syailendra itu.
Sampai sekarang publikasi belum jelas, misinya apa juga belum tahu, jangan sampai masyarakat setempat hanya jadi penonton karena event itu hanya dinikmati orang borjuis, katanya.
Menurut penulis buku Temples of Java itu, jika kegiatan di Borobudur bertemakan seni dan budaya maka pihak penyelenggara boleh dikatakan telah memahami Borobudur sebagai monument peradaban dunia.
Tetapi, katanya, jika suatu even di Borobudur hanya untuk mendapatkan profit maka mereka hanya memahami Borobudur sebagai alat atau obyek.
Seperti launching BMW beberapa waktu lalu, itu hanya menjadikan Borobudur sebagai obyek, cari untung, katanya.
Ia mengatakan, upaya mengangkat citra seni dan budaya Indonesia penting dilakukan meskipun tidak harus di Borobudur.
Borobudur sebagai salah satu diantara tujuh keajaiban dunia, katanya, sudah dikenal masyarakat dunia.
Ia mengiyakan, Borobudur bisa menjadi magnet yang memiliki daya tarik kuat sehingga suatu even tidak harus dilakukan terlalu dekat dengan Candi Borobudur.
Tidak harus semua dilakukan di tengah magnet. Sekarang ini Borobudur sudah sumpek, kalau Borobudur mau dikembangkan maka jangan dipusatkan di zona II, semua maunya ditumpuk di Borobudur sehingga menjadi kumuh, harusnya dikeluarkan dari situ sehingga lebih terasa manfaatnya bagi masyarakat setempat, yang di tengah itu magnet saja, kata Ariswara Sutomo.
[dikutip dari www.kompas.com]
Borobudur Concert
Omong Kosong Angkat Borobudur
01 April 2005
Jika pergelaran Borobodur Live in Concert untuk mengangkat nama Candi Borobudur, maka kegiatan tersebut hanyalah sebagai omong kosong, kata Budayawan Borobudur Ariswara Sutomo.
Event seperti itu non sense kalau mau mengangkat Borobudur, justru mereka hanya ndompleng(Menumpang, Red) nama besar Borobudur, mereka tidak studi tentang Borobudur, katanya di Magelang, Rabu.
Menurut rencana, Pemda Provinsi Jawa Tengah menggelar Borobudur Live in Concert 2005 bertema Pesan Damai dari Negeri Keajaiban, 23 April mendatang di Lapangan Gunadharma zona II Candi Borobudur di Magelang Jawa Tengah.
Berbagai pentas kesenian yang digelar antara lain orkestra melibatkan 160 musisi, penampilan penyanyi Ruth Sahanaya, Waljinah, Iyeth Bustami, Didi Kempot, Edo Kondolongit, Tasya dan grup band GIGI. Selain itu paduan suara Surya Vokalia melibatkan 160 personil, atraksi seni bela diri Merpati Putih dan peragaan busana.
Ariswara mengemukakan, visi dan misi pergelaran itu harus bisa dipahami masyarakat terutama mereka yang tinggal di kawasan candi Budha terbesar di dunia, yang dibangun abad ke-8 masa Dinasti Syailendra itu.
Sampai sekarang publikasi belum jelas, misinya apa juga belum tahu, jangan sampai masyarakat setempat hanya jadi penonton karena event itu hanya dinikmati orang borjuis, katanya.
Menurut penulis buku Temples of Java itu, jika kegiatan di Borobudur bertemakan seni dan budaya maka pihak penyelenggara boleh dikatakan telah memahami Borobudur sebagai monument peradaban dunia.
Tetapi, katanya, jika suatu even di Borobudur hanya untuk mendapatkan profit maka mereka hanya memahami Borobudur sebagai alat atau obyek.
Seperti launching BMW beberapa waktu lalu, itu hanya menjadikan Borobudur sebagai obyek, cari untung, katanya.
Ia mengatakan, upaya mengangkat citra seni dan budaya Indonesia penting dilakukan meskipun tidak harus di Borobudur.
Borobudur sebagai salah satu diantara tujuh keajaiban dunia, katanya, sudah dikenal masyarakat dunia.
Ia mengiyakan, Borobudur bisa menjadi magnet yang memiliki daya tarik kuat sehingga suatu even tidak harus dilakukan terlalu dekat dengan Candi Borobudur.
Tidak harus semua dilakukan di tengah magnet. Sekarang ini Borobudur sudah sumpek, kalau Borobudur mau dikembangkan maka jangan dipusatkan di zona II, semua maunya ditumpuk di Borobudur sehingga menjadi kumuh, harusnya dikeluarkan dari situ sehingga lebih terasa manfaatnya bagi masyarakat setempat, yang di tengah itu magnet saja, kata Ariswara Sutomo.
[dikutip dari www.kompas.com]
Subscribe to:
Posts (Atom)