Sesuatu yang direncanakan terkadang tidak berjalan sesuai rencana, tapi sesuatu yang terkadang spontanitas malah kemudian menjadi kenyataan. Hal ini terjadi dengan liburan akhir tahun. Basically tadinya saya tidak mempunyai satu rencana pun untuk melepas tahun 2006 dan menyongsong tahun 2007, lhaa wong biasanya juga hanya nonton acara di televisi lalu kemudian minum coca-cola dan sebangsanya plus camilan dan diakhiri dengan tidur.
Tapi tidak untuk tahun yang baru lalu itu, saya tiba-tiba saja memutuskan untuk pergi ke Bangkok, salah satu kota yang tak pernah tidur di kawasan Asia Tenggara, kota yang dikatakan sebagai Heaven on Earth for some people.
Saya sudah beberapa kali ke Bangkok, kepergian saya kali ini mungkin untuk yang ke 10 or ke 11 kalinya, mengingat bahwa jarak tempuh antara Phnom Penh dan Bangkok dengan menggunakan pesawat hanya 50 menit atau sekitar 12 jam dengan memakai bis, maka Bangkok merupakan destinasi liburan terdekat yang digandrungi oleh orang-orang di Phnom Penh especially para expatriates. Selain Bangkok, destinasi lain yang kini pun mulai digandrungi adalah Ho Chi Minh City (dahulu bernama Saigon), dengan jarak tempuh sekitar 45 menit dengan pesawat dan sekitar 6 – 9 jam dengan memakai bis.
Perkembangan Bangkok terjadi dengan sangat cepat, banyak sekali hal baru yang ada setelah kunjungan terakhir saya di Bangkok. Terkadang saya berpikir kapan kiranya Jakarta mampu bersaing dengan Bangkok dan Kuala Lumpur dalam hal tata kota, keramahan penduduknya, kesiapan infrastruktur dalam mengelola kepariwisataan, kesadaran penduduknya bahwa kotanya merupakan salah satu kota tujuan wisata di dunia.
Saat ini saya dengar dan baca bahwa Jakarta pun sedang membangun monorail, subway dan lainnya untuk mendukung fasilitas busway yang sudah ada, tapi akankah itu semua didukung sepenuhnya dengan kesadaran masyarakatnya yang tinggi ? secara terus terang saya katakan bahwa saya tidak akan heran jika di gerbong-gerbong monorail nantinya akan ada tulisan-tulisan dengan pylox atau pun spidol besar dari kelompok preman atau pun gank anak-anak sekolahan yang menyatakan bahwa mereka pernah di gerbong tersebut *menarik napas panjang* and yet they called it grafitti art ? ... *so help me God* ..
Saya pun tidak akan heran jika nanti di stasiun pemberhentian untuk monorail akan banyak pedagang-pedagang kaki lima yang menggelar lapaknya dimana-mana dan tentunya dengan pungutan-pungutan tak jelas dan belum lagi ditambah bau urine dimana-mana.
Silahkan katakan bahwa saya tidak mencintai negara saya sendiri, tapi apakah rasa nasionalisme atau kebanggaan sebagai bangsa Indonesia diukur oleh kebencian atau ketidaksukaan saya dengan hal-hal tadi yang saya sebut diatas ? apa yang saya katakan adalah atas dasar apa yang saya lihat dan saya pikir. Cobalah untuk membuka mata, berpikir secara obyektif dan melihat dari sudut kacamata yang lain maka apa yang saya katakan benar adanya. Bangsa kita belum siap untuk tinggal landas menuju Jakarta yang Cosmopolitan, Jakarta yang disukai oleh banyak wisatawan karena dikenal oleh keramahannya, kesiapannya dalam melayani.
Entah kemana larinya predikat Indonesia adalah negara dengan bangsanya yang ramah tamah dan selalu tersenyum, mungkin ini semua hilang secara perlahan karena himpitan serta desakan akan kehidupan yang terus harus meningkat dan meningkat.
Begitu banyak hal yang saya dapat dari perjalanan liburan terakhir yang baru lalu ke Bangkok, hal-hal kecil yang sekiranya pun kita mampu untuk kerjakan tidaklah dikerjakan, salah satu contoh adalah .. ketika saya berjalan-jalan di salah satu sudut kota sekitar pukul satu dini hari, sebuah truk tanki air berlalu didepan saya dengan menyemburkan airnya ke sepanjang trotoar dan pinggiran jalan untuk melenyapkan debu-debu, dari situ saya baru tahu kemana larinya sang debu di Bangkok, ... jajan di pinggir jalan di Bangkok you don’t need to be worry of being sick or getting the dust to your food karena memang lingkungannya bersih dan seolah tak berdebu. Lalu kenapa kita tidak bisa melakukan itu ? .. jawabannya nanti pasti beraneka macam seperti manasuka siaran niaga, acara yang beken di era 80an.
Saya tetap berharap Jakarta sebagai ibukota negara akan bisa memacu dirinya untuk tampil paripurna dan sejajar dengan kota-kota kosmopolitan lainnya.
No comments:
Post a Comment