Tuesday, January 16, 2007

THE LETTER

Libatkan Swasta Adopsi Gedung Bersejarah

JAKARTA, KOMPAS - Pihak swasta perlu dilibatkan dalam perawatan gedung tua di Jakarta melalui bentuk "adopsi". Pengarang Buku Batavia in 19thCentury Photographs, Scott Merrillees, yang ditemui di sela acara kunjungan Kota Tua Jakarta, Minggu (14/1), menjelaskan, skema tersebut memberikan kesempatan pihak swasta untuk memilih salah satu gedung tua untuk dirawat dan direvitalisasi.

Sebelumnya, dalam acara kunjungan terlihat beberapa gedung yang berasal dari abad ke-18 dan awal abad ke-20 sudah rusak."Upaya itu sudah dilakukan oleh Bank Mandiri yang merawat Gedung NHM (Nederlansche Handel Maatschappij/Perusahaan Perdagangan Belanda) dan menjadikan sebagai Museum Bank Mandiri. Bank Indonesia juga melakukan langkah serupa dengan memanfaatkan bekas gedung di Jalan Pintu Besar sebagai Museum Bank Indonesia. Langkah tersebut menyelamatkan gedung, sekaligus menciptakan sarana pendidikan. Bahkan tidak tertutup kemungkinan pihak swasta dapat mengadopsi gedung sekaligus memanfaatkan untuk tempat usaha, seperti kantor, tanpa mengubah bentuk asli.

Selain perbankan, pihak swasta juga sudah mulai berinvestasi di KotaTua. Semisal sebuah klub di Jalan Kunir yang merenovasi bangunan tua dengan biaya ratusan miliar rupiah dan sejumlah klub di depan Museum Sejarah Jakarta juga mulai membangun usaha hiburan dengan mengombinasikan situs sejarah berikut artifak di bekas gedung kantor pos.

Scott, pria asal Melbourne, Australia, yang pernah 16 tahun bermukim di Jakarta, menyatakan sangat menghargai antusiasme warga Indonesia pada warisan sejarah bersama di Kota Tua.

Acara tersebut diikuti ratusan warga Indonesia dan sejumlah orang asing. Kawasan yang dikunjungi, seperti Kalibesar, pernah menjadi pusat perusahaan multinasional. Sebagai contoh, cabang pertama Hongkong Shanghai Banking Corporation (HSBC) di luar Hongkong dan Shanghai didirikan di Jalan Kalibesar Barat.

Pengamat sejarah, Lilik Sudarminto, yang ditemui seusai acara menyayangkan sejumlah situs seperti batu nisan di Taman Prasasti banyak yang rusak."Waktu perombakan pagar banyak nisan yang pecah. Puluhan nisan kuno dicungkil begitu saja," ujar Lilik. Lilik adalah Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UniversitasIndonesia yang meneliti sejarah melalui keberadaan makam Belanda. (ONG).

***kalau tidak hati2 dalam melakukkan fertilisasi swasta yangbertanggungjawab, justru akan membawa gedung gedung peninggalan sejarah itu akan bertambah pendek usianya.Controlling system harus diterapkan baik kepada pihak swasta yang diserahi tanggungjawab maupun pihak pemerintah daerah yang sarat dengan kolusi dan korupsi biadab.


TANGGAPAN SAYA :
Well, sebuah usaha yang tentunya tidak akan sia-sia jika dijalankan dengan penuh dedikasi, konsekuensi dan benar serta jujur. Hal ini pernah terjadi *mungkin beberapa rekan milis ada yang mengetahuinya secara lebih jelas* ketika waktu itu terjadi ribut-ribut antara Pemerintah dengan Tim Pengelola / Yayasan Gedung Arsip.

Dulu Gedung Arsip diserahkan oleh pemerintah untuk dikelola secara profesional dan saat itu Yayasan yang dipimpin oleh Tamalia Alisjahbana *CMIIW* telah melakukan upaya itu dengan baik. Terbukti bahwa setelah dikelola oleh Yayasan Gedung Arsip tersebut, tempat tersebut dipugar, kemudian bagian taman dalamnya dijadikan tempat pesta kebun untuk hajatan baik itu berupa reuni, pameran ataupun kawinan.

Selang entah berapa tahun kemudian, Pemerintah meminta kembali hak pengelolaan Gedung Arsip tersebut. Hal ini banyak diprotes oleh berbagai kalangan mengingat bahwa pengelolaan hal-hal yang berbau sejarah di negara kita tercinta ini merupakan secondary option atau bahkan not an option at all untuk diseriusi apalagi oleh pemerintah. Lihat saja begitu banyaknya museum yang terbengkalai dan dijaga dengan orang-orang yang tidak kompeten dalam bidangnya *belum lagi mereka menjaga dengan memakai sandal jepit!!*. Tapi pemerintah saat itu tetap mengotot untuk mengambil alih kembali pengelolaan Gedung Arsip tersebut. Lhaa iya kalau sesudah diambil alih terus dimantain dengan baik apa yang telah tercapai selama ini atau malah dikembangkan secara lebih jauh lagi, lhaa kalau terus setelah diambil alih kembali kacau balau, bagaimana ? siapa yang mau bertanggung jawab ? .. siapa kali ini yang hendak dikambinghitamkan ? Yayasan yang mengelola sebelumnya ?

Saya ingat bahwa salah seorang teman saya bercerita beberapa saat setelah terjadi ribut-ribut mengenai pengelolaan Gedung Arsip, salah satu kolektor atau museum, saya lupa, saat itu sudah bersedia untuk mengembalikan kurang lebih 50,000 naskah serta barang-barang antik milik Indonesia yang dulu dijual atau dirampas selama masa penjajahan sampai dengan beberapa saat setelah kemerdekaan. Kemudian setelah mengetahui adanya kemungkinan bahwa Gedung Arsip pengelolaannya akan dikembalikan kepada Pemerintah, kolektor atau museum tersebut menolak untuk menghibahkan koleksinya tersebut kepada Gedung Arsip.

Sungguh mengenaskan sekali begitu banyaknya Gedung Tua dan Bersejarah di Bumi Pertiwi ini yang dengan mudahnya dihancurkan atau diperjual belikan dengan tak lagi memandang arti dari perjalanan sejarah yang sangat panjang bagi bangsa yang besar ini. Agaknya apa yang dicetuskan oleh Bung Karno bahwa Jangan Sekali-Sekali Melupakan Sejarah hanyalah tinggal ucapan saja tanpa kita mampu untuk memaknainya secara lebih mendalam dan lebih konkrit lagi.

Mudah-mudahan sumbangan pikiran yang sedikit ini bisa membantu jalannya pelestarian sejarah bangsa kita sendiri. At least I feel free after writing all this that has been kept in my mind for queit sometimes.

Terima kasih atas kesediannya untuk membaca.

No comments: