Masih ingat film di tahun 1984 kalau tidak salah, film yang memberikan piala Oscar untuk Dr. Haing S. Ngor sebagai Pemeran Pembantu Pria Terbaik dalam filmnya The Killing Field.
Merupakan kisah nyata, film ini bercerita mengenai masa-masa pembantaian di Kamboja pada jaman kekuasaan Khmer Merah pada tahun 1975 – 1979. Masa-masa dimana semua orang tanpa terkecuali dibunuh oleh Rezim Pol Pot. Dr. Haing S. Ngor yang berperan sebagai Dith Pran seorang asisten journalis yang membantu journalis Amerika dalam menjalankan tugasnya di Phnom Penh, Cambodia.
Pada masa pendudukan rezim Khmer Merah di Kamboja pada tahun 1975 – 1979, terdapat dua tempat pembantaian utama di Phnom Penh. Yang satu disebut Penjara S – 21 yang akan kita bahas nanti dan satunya adalah Choeung Ek atau lebih dikenal dengan nama The Killing Field.
Ketika fasilitas di Penjara S – 21 sudah penuh dan juga kuburan-kuburan massal disekitarnya, maka pada tahun 1977 di kuburan Cina di pinggir kota Phnom Penh (sekitar 17 km dari kota) didirikanlah The Killing Field. Disinilah semua orang yang selesai di interogasi di Penjara S – 21 dibawa dan kemudian di eksekusi. Pembantaian yang paling kejam yang pernah terjadi sepanjang perjalanan sejarah hidup manusia.
Di kalangan masyarakat Kamboja, tempat ini dikenal dengan nama Choeug Ek Genocidal Centre.
Merupakan kisah nyata, film ini bercerita mengenai masa-masa pembantaian di Kamboja pada jaman kekuasaan Khmer Merah pada tahun 1975 – 1979. Masa-masa dimana semua orang tanpa terkecuali dibunuh oleh Rezim Pol Pot. Dr. Haing S. Ngor yang berperan sebagai Dith Pran seorang asisten journalis yang membantu journalis Amerika dalam menjalankan tugasnya di Phnom Penh, Cambodia.
Pada masa pendudukan rezim Khmer Merah di Kamboja pada tahun 1975 – 1979, terdapat dua tempat pembantaian utama di Phnom Penh. Yang satu disebut Penjara S – 21 yang akan kita bahas nanti dan satunya adalah Choeung Ek atau lebih dikenal dengan nama The Killing Field.
Ketika fasilitas di Penjara S – 21 sudah penuh dan juga kuburan-kuburan massal disekitarnya, maka pada tahun 1977 di kuburan Cina di pinggir kota Phnom Penh (sekitar 17 km dari kota) didirikanlah The Killing Field. Disinilah semua orang yang selesai di interogasi di Penjara S – 21 dibawa dan kemudian di eksekusi. Pembantaian yang paling kejam yang pernah terjadi sepanjang perjalanan sejarah hidup manusia.
Di kalangan masyarakat Kamboja, tempat ini dikenal dengan nama Choeug Ek Genocidal Centre.
Setelah memasuki komplek Killing Field ini maka yang pertama kali kita akan lihat adalah sebuah stupa yang sangat besar yang didalamnya terdapat tengkorak kepala-kepala manusia. Ada sekitar 8,985 tengkorak kepala. Maksud didirikannya stupa ini adalah untuk menyimpan dan mengenang orang-orang Kamboja yang mati dibantai oleh rezim Pol Pot.
tengkorak kepala yang disimpan di dalam stupa, sebagian terlihat pecah batok kepalanya, sebagian terlihat bekas peluru di dahi atau di pelipis
sisa-sisa baju yang ditemukan di sekeliling area atau diambil dari kuburan massal. pada tahun 1988 tumpukan baju ini disemprot deodorant untuk mencegah bau yang menyengat timbul.
Dari arah stupa kita bergerak ke sebelah kanan dan kita temui sebuah gardu kecil yang didalamnya terdapat informasi mengenai seputar The Killing Field ini.
Setelah dari gardu itu kita memasuki area kuburan massal dan ladang pembantaian.
Pada masa itu pembantaian tidak mengenal jenis kelamin atau pun umur. Anak-anak baik itu bayi, balita ataupun remaja dibunuh karena menurut rezim Khmer Merah hal ini untuk mencegah terjadinya balas dendam kelak dikemudian hari.
Bayi-bayi dipisahkan dari ibunya kemudian dibawa ke Killing Field untuk dibunuh dengan cara dipegang kedua kakinya lalu diayunkan dan dihantamkan kepalanya ke pohon, yang mana pohon itu masih berdiri dengan tegar sekarang. Bisa dibayangkan berapa ratus kepala tak berdosa yang dihantamkan pada pohon tersebut.
Inilah salah satu bukti hitam dari sejarah kehidupan manusia dimana satu bangsa dibantai oleh bangsanya sendiri. Kamboja pada masa itu kehilangan banyak sekali ilmuwan-ilmuwannya, para ahli budaya, para ahli sejarah, diplomats, orang-orang penting (termasuk keluarga kerajaan).
Ada 129 kuburan massal namun yang teridentifikasi dengan baik hanyalah sekitar 86 kuburan dengan 8,985 korban.
pintu menuju kuburan massal
kuburan massal tempat ditemukannya wanita-wanita dan anak-anak kecil, semua dalam keadaan telanjang
kuburan massal tempat ditemukannya badan tanpa kepala. sampai sekarang masih misteri dimana kepala-kepala tersebut disimpan / dikuburkan
sisa dari nisan kuburan cina
Bangsa Khmer yang ada sekarang ini merupakan generasi baru dari mereka yang selamat pada masa pembantaian era 1975 – 1979. Tidak seperti di Indonesia dimana indoktrinasi mengenai PKI sudah ditanamkan semenjak kita duduk di bangku sekolah dasar. Di Kamboja ini jika kita berbincang-bincang dengan generasi mudanya dan kita bertanya tentang masa-masa rezim Pol Pot / Khmer Merah berkuasa, yang mereka jawab hanyalah mereka tahu itu terjadi tahun 1975 – 1979, that’s it.
Begitu banyak sumber daya manusia yang hilang pada masa itu sehingga berefek pada generasi muda sekarang dimana terkadang mereka terlihat seolah sedang mencari jati dirinya dan tampak tidak perduli dengan akar budaya bangsanya.
Sebuah negeri cantik pada masa gilang gemilangnya dahulu yang kini sedang merangkak kembali secara perlahan untuk meraih apa yang pernah dicapainya pada masa kekuasaan Jayavarman VII yaitu integritas sebagai satu bangsa yang diakui eksistensinya oleh bangsa lain di dunia karena kebesaran dan kemegahan tanah airnya.
Bangsa Khmer yang ada sekarang ini merupakan generasi baru dari mereka yang selamat pada masa pembantaian era 1975 – 1979. Tidak seperti di Indonesia dimana indoktrinasi mengenai PKI sudah ditanamkan semenjak kita duduk di bangku sekolah dasar. Di Kamboja ini jika kita berbincang-bincang dengan generasi mudanya dan kita bertanya tentang masa-masa rezim Pol Pot / Khmer Merah berkuasa, yang mereka jawab hanyalah mereka tahu itu terjadi tahun 1975 – 1979, that’s it.
Begitu banyak sumber daya manusia yang hilang pada masa itu sehingga berefek pada generasi muda sekarang dimana terkadang mereka terlihat seolah sedang mencari jati dirinya dan tampak tidak perduli dengan akar budaya bangsanya.
Sebuah negeri cantik pada masa gilang gemilangnya dahulu yang kini sedang merangkak kembali secara perlahan untuk meraih apa yang pernah dicapainya pada masa kekuasaan Jayavarman VII yaitu integritas sebagai satu bangsa yang diakui eksistensinya oleh bangsa lain di dunia karena kebesaran dan kemegahan tanah airnya.
6 comments:
kalo ini sih bukan objeck wisata kang... tapi rumah misteriiii..hihhh... ndak soeka akoeh *bergidik*
Hiiiiiiiiii merinding ih bacanya...
cocok tuh keknya buat uji nyali :p
Way
Kang Qiiiihhh,
Nanti akan segera kuposting Rumah Misteri berikutnya yang tentunya lebih menyeramkan ... hiiiiyyy ... *tertawa kuntilanak* ...
Way,
.. tapi kalo disuruh uji nyali disini mah saya ndak mau ... suer dech .. ngebayanginnya ajah udah maleus ..
Aduh Hary.. gue bacanya sambil nggak berenti Istighfar mulu.. aduh, itu yang anak2 dipegang kedua kakinya dan terus di... (Naudzubillahi min dzalik).. Aduh ternyata ada yang lebih "babak-belur" kisah bangsa nya daripada kita ya? *mengelus dada*
Iya, Vin .. kalo Hitler dulu merasa bahwa Bangsa Aria adalah yang paling baik di dunia makanya terus ngebunuhin orang-orang Yahudi .. kalo disini malah lebih parah .. pemusnahan satu bangsa oleh bangsanya sendiri ..
cheers,
Post a Comment