Dalam satu perbincangan santai beberapa
waktu lalu dengan beberapa teman baik di salah satu tempat ngopi di bilangan
Jakarta Pusat, berbagai topic ramai dibicarakan mulai dari masalah baju, sepatu,
alis palsu, bulu mata lapis tiga sampai dengan hal remeh yang terkadang ngga
kepikiran bahwa itu bisa berefek besar. Salah satu yang menarik dalam
pembicaraan itu ketika tiba-tiba saja terkuak satu pokok pembicaraan mengenai
perselingkuhan dan pertemanan.
Hal yang memang ngga pernah bakalan habis
untuk diuraikan, dibahas, didiskusikan, diperdebatkan, disanjung, dipuja,
dihujat dan di-di lainnya.
Menurut kabar entah darimana asalnya bahwa
90 % perselingkuhan itu terjadi karena adanya curhat dari satu pihak dan
kemudian diakomodir oleh pihak lain. Tentunya ini tidak termasuk curhat dalam
konteks sahabat yaa.
Beberapa waktu yang lalu pula gue pernah
posting mengenai sebuah hubungan percintaan yang terjadi karena hubungan
persahabatan awal mulanya. Istilah kerennya sih “from brothers to lovers.”
Catatan kecil kali ini adalah cerita
tentang perkembangan yang terjadi pada mereka dan perkembangannya ini
benar-benar tidak menyangka akan seperti ini.
Gaya pacaran mereka yang menurut gue adalah salah satu bentuk atau role
model terbaik yang pernah gue lihat dan saksikan ternyata jauh di dalamnya
memendam bom waktu dan bom waktu itu ternyata meledak pada saat yang tidak
tepat.
Kompromi ataupun pengertian yang terjadi
diantara kedua pihak ternyata tidak selamanya bisa berjalan dengan baik. Satu
pihak pada satu titik menuntut untuk mendapat perhatian lebih atau perlakuan
diluar standar kebiasaan.
Sementara pihak yang lain mengikuti dan
menyanggupinya namun sesungguhnya jauh didalam lubuk hatinya ada rasa kesal dan
tidak puas.
Lalu pada suatu hari meledaklah itu semua.
Bentuk ledakannya bukan ledakan luar biasa
yang membombardir kemana-mana tetapi lebih kepada sebuah pernyataan sikap yang
dilakukan dan itu tidak tanggung-tanggung. Kenapa tidak tanggung-tanggung
karena satu pihak jadian dengan pihak lain padahal masih memiliki status sebuah
hubungan:
Perselingkuhan!
Ketika kemudian gue mendapatkan satu kesempatan untuk ngobrol
dengan salah satu pihak terungkaplah kekesalan hatinya. Terungkaplah apa yang
kemudian menjadi bahan pertimbangannya untuk selingkuh.
Lalu apakah itu sebuah tindakan yang memang
perlu dilakukan?
Di satu sisi itu mungkin, di sisi lain hal
itu tentunya menjadi seperti sebuah ajang balas dendam atas perlakuan yang
mungkin dianggapnya tidak adil.
Sebuah hubungan memang begitu rentan jika
sudah masuk dalam sebuah ranah dominan atas perlakuan dan sikap.
Terkadang kita menjadi berpikir bahwa
perlunya sebuah pendekatan yang bisa dikatakan mendalam perlu dilakukan sebelum
akhirnya kita masuk dalam sebuah langkah untuk bersama.
No comments:
Post a Comment