Sunday, October 26, 2008
JENG JONI - Sebuah Cerita Masa Lalu
Thanks to Hera.
Bunda is the best woman I ever know in my life. Love you so much, Bun.
JENG JONI
Cerita Singkat Jeng Joni...
Entah mengapa hari itu tiba-tiba mendung, padahal kami berdua baru saja menapakan kaki di rumah kavaleri yang kerap kami kunjungi itu.
Niat hanya berhalal bi halal ternyata berlanjut menjadi Nostalgia-nya Jeng Joni, dan beberapa pelajaran bagi kami berdua (dua mahkluk yang selalu dirundung pertanyaan...4W + 1H -who,when,where,why dan how).
Mendadak saja pembicaraan tentang lebaran bergeser 180 derajat menjadi cakap-cakap bertopikkan : "Eyang pernah pacaran berapa kali?"
Eyang atau yang dia kerap memanggil dirinya Jeng Jon itu hanya mengacungkan jari telunjuknya saja...yah berarti 1...hanya 1 kali.
Bukan bohong, bukan membesar-besarkan. LANGIT mendadak seperti tak berujung...hitam...terdengar gelegar petir dikejauhan, "belum hujan, teman", mata aku dan sahabat aku bertatapan takut.
Lanjut kata, Jeng Jon menceritakan kehidupan dia yang tampak sangat ia nikmati, mulai dari Perjalanan Dansa yang menjadi hobinya ketika sekitar tahun 1940-an...
Kami berdua terperangah...DANSA .. okey ...TAHUN 1940 .. okey...di BANDUNG .. wow... Dia berkata hobi dansa itu memang sudah turunan dari kakak lelakinya, yang selalu mengajak dia untuk dansa setiap "Saturdah Avon" – malam minggu, jam 18.00 di tempat dansa teman kakaknya, jam 21.00 mereka pindah ke Hotel Homan, dan lanjut ke Hotel Lembang sampai jam 5.00 subuh.
Bukankah itu ketika masa-masa para pejuang terbirit-birit ingin berkata MERDEKA...(hanya itu yang tampaknya kami tahu setelah mengenyam pendidikan pelajaran sejarah lebih dari 10 tahun) kami tiba-tiba merasa tersaingi secara KO...tahun 1940-an!!! Senang merasa ada teman seperjuangan yang berbeda jaman.
Mata kami saling bertatapan...air mulai mengucur dari atap yang disambung canopi berwarna putih itu...Yah sudahlah, memang positf hujan semakin membesar...namun Jeng Jon tetap bercerita.
Masih bersikukuh dengan pertanyaan kami...Bagaimana Jeng Jon bertemu Suami?
Saat ini Jeng Jon memiliki 7 orang anak yang sudah menyebar dimana-mana...Namun suami Jeng Jon wafat pada tahun 2001, entah tepatnya bulan apa.
Jeng Jon...menatap foto, foto itu setia menyambut kami dalam setiap pertemuan yang memang berposisi di tembok ruang tengah...hujan sangat lebat dan angin mendadak masuk ke rumah bergaya kolonial Belanda itu karena memang kami tidak pernah menutup jendelanya.
Jeng Jon bilang, pertemuan ia dengan Joni sangatlah aneh...
Pertemuan itu dimulai ketika Sri, Sahabatnya ketika masih muda, menitipkan surat untuk kekasihnya yang memang anggota militer bernama Yavni Lubis. Jeng Jon muda pun tanpa keberatan pergi ke daerah barak Kavaleri dari kediamannya sekitar jalan Pasirkaliki - yang kami kenal saat ini.
Pertemuan Jeng Jon muda dan Joni pun hanya sebatas perbincangan menunggu waktu saja sambil Yavni mempersiapkan diri untuk menengok Sri bersama Jeng Jon muda.
Lanjut cerita, suatu hari Sri mengajak Jeng Jon muda untuk menonton di Concordia - saat ini, Gedung Merdeka. Sri tentu datang bersama Yavni dan Yavni membawa serta Joni untuk menemani Jeng Jon muda. Dipertengahan pemutaran film, Jeng Jon muda merasa mual...akhirnya Joni lah yang terpaksa mengantarkan Jeng Jon muda ke rumahnya menaiki becak.
Jeng Jon, mengambil nafas sebentar sambil berdiri mengambil beberapa toples kue untuk kami berdua.
Ia tertawa seketika ketika bercerita soal becak yang ia tumpangi, tampaknya Joni muda ini memang benar-benar militer sejati yang jarang bertemu orang sipil dan bersosialisasi dengan perempuan. Joni muda duduk di becak mendahului Jeng Jon muda, Jeng Jon muda berkata : "lho gimana aku bisa duduk kalo kamu duduk duluan disitu, gimana sih?"...dengan lurus, Joni muda turun kembali dan duduklah mereka berdua di becak itu.
Jeng Jon muda lari mendahului Joni memasuki rumah, terbirit menuju kamar mandi...Mami Jeng Jon melirik aneh, lalu dia melihat sesosok pria di depan pintu yang hanya berkata : "Iya nih dari tadi aku suruh pulang," Mami Jeng Jon dan Jeng Jon terhenyak dengan nada yang terhempas dari bibir lelaki muda ini.
Jeng Jon dan maminya membahas ucapan Joni muda yang cukup tegas untuk seukuran orang yang baru sekali itu bersandang ke rumahnya. Mami Jeng Jon berpendapat, tampaknya lelaki itu baik, tegas, dan tidak macam-macam. Lalu Jeng Jon muda melanjutkan kisah hidupnya menjadi kekasih Joni...kalau memang ada istilah seperti itu di masa tersebut.
Hujan berhenti dengan tiba-tiba, tapi angin malah semakin menusuk rusuk rasanya. ehh benar saja, hanya sekitarr lima kedipan mata ternyata hujan sudah tak kuasa lagi ingin membasahi bumi. Jeng Jon berlanjut dengan kisahnya.
Suatu hari, setelah pertemuan mereka yang kedua kali tersebut, Jeng Jon mendapatkan teguran dari Sri, teguran titipan dari Joni yang berkata bahwa Jeng Jon muda itu sombong benar, seringkali bertemu di Pasar Kosambi, eh kok tampaknya cuek saja.
Lalu kami berdua bertanya, "lho kok bisa eyang?"
Ia hanya menjawab singkat, "yah...aku sih emang kaya gini, suka lupa sama muka orang..." jawaban modern yang keluar dari penghuni dunia yang sudah tiga perempat abad hidup di dunia.
Suatu kali, Jeng Jon tambahkan, ketika mereka sudah menjadi kekasih Jeng Jon bercerita kalu mereka memiliki prinsip : Kamu bebas dengan temanmu siapa pun, urusanmu yah urusanmu, yang penting kami satu sama lain mengerti, dan kalau jodoh tidak akan kemana.
Sebenarnya itu merupakan satu pernyataan yang aku dan sahabat aku bikin ngeri. Kami terlanjur haus belaian kasih akung dan perhatian yang senantiasa menyerap energi kami berlebihan. tapi kami tiba-tiba menunduk...kok eyang bisa seperti itu...
Lanjut kata, Jeng Joni muda pernah bertemu Joni sedang berduaan nonton film di Alun-Alun Bandung. Jeng Jon muda sedang bersepeda, "Mas lagi apa?" Joni muda, "Baru nonton ni, eh aku anter dulu dia yah nanti aku kerumahmu." Jeng Jon, "Ok sampai ketemu". Joni berlalu dan Jeng Jon muda pun kembali mengayuh sepedanya ke arah kota. Tak ada rasa jengkel atau cemburu atau apapun yang tersirat dimukanya.
Kami berdua angkat bicara, "lho kok eyang diem aja?" setengah ingin tahu dan setengah lagi membayangkan kecengan masing-masing *yang dalam tanda kutip sangat sulit dan tidak ada kabar secuil apapun. stres mulai menggema dalam dada.."Eit belum selesai" tambah Eyang.
"Ngapain musti cape-cape cemburu, wong belum tentu dia juga berselingkuh, mungkin perempuan itu temannya, daripada habis energi eyang mikir mending, santei"
Kedua alis kami mendadak beradu seperti banteng edan yang meronta tapi buta arah.
"Eyang Joni juga ga komentar tuh kalau Eyang pergi main sama cowo lain, sahabat Eyang, suruh siapa dia telat nyamper ke rumah...kan waktu itu ga ada telepon...yah wayah na aja (yah terima aja)..." memang benar, hobi Jeng Jon muda adalah jalan-jalan, jadi siapapun yang mengajaknya pergi dan diperbolehkan maminya, pasti dia pergi. Adalah resiko bagi Joni muda jika dia telat datang, pilihannya adalah menunggu di ruang tamu sambil membaca atau pulang dan kembali lagi sore harinya. Joni muda tidak pernah juga mengeluh atau bertanya mengapa Jeng Jon muda pergi bersama pria lain, toh dia hanya berprinsip, jika jodoh pasti takan kemana, mungkin pria itu temannya Jeng Jon, karena memang hobinya bersosialisasi.
Sahabat aku dan aku kembali melihat LANGIT, berharap reda...tapi entah kenapa, tampaknya Eyang harus menyelesaikan ceritanya baru LANGIT mengijinkan kami berangkat.
Pernah suatu saat ketika mereka sudah menikah, Jeng Joni didatangi oleh sahabat Joni muda yang sedang ada di luar kota. Abdullah datang dengan berita bahwa Joni muda sedang Haberhoven – Jalan-jalan ke puncak/daerah atas dengan perempuan lain. Jeng Joni hanya tersenyum dan berkata, "Oh bukannya dia lagi dinas jaga yah di Jakarta, ooo kalo dia memang main ke puncak yang ndak apa-apa toh, mungkin perempuan itu temannya." Abdullah mati-matian berkata kalo Joni muda berbohong dan Jeng Jon dengan muka lurus hanya tersenyum dan berkata, "yah...ngapain buang energi marah, nanti saja tanya sama Mas Jon kalau pulang."
Beberapa hari kemudian Joni muda pulang dari tugas dan langsung menyodori amplop yang dipenuhi uang pada Jeng Jon. Jeng Jon yang memang jujur bertanya, "Ini uang apa? Dari mana?" Joni muda menjawab, "ini uang kamu", "kok banyak sekali, dari mana ini?" sanggah Jeng Jon. Joni pun bertanya apakah Abdullah temannya mampir ke rumah beberapa hari lalu dan menjelaskan kalau mereka berdua taruhan untuk membuat Jeng Jon cemburu. Abdullah tidak percaya dengan kata-kata Joni muda bahwa Jeng Jon bukanlah perempuan biasa yang pencemburu dan akhirnya Abdullah menelan ludahnya sendiri, maka satu bulan gaji pun harus dia relakan pada Joni muda. Jeng Jon menolak setelah tahu uang itu adalah uang Abdullah, namun Abdullah dan Joni bersikukuh dengan taruhan mereka dan akhirnya Jeng Jon hanya kipas-kipas dan tersenyum.
Jam handphone kami menunjukan waktu pukul 20.00 wib, sudah sangat telat untuk pergi sebenarnya, karena kami berniat untuk membeli dua mangkuk bubur hangat spesial di jalan Burangrang dan melanjutkan perjalanan ke TOBUCIL untuk membeli benang rajut untuk sahabat aku ini.
Percakapan pun kami tutup karena waktu sudah sedikit larut untuk melanjutkan perjalanan.
Jeng Joni...
Perempuan berusia 74 tahun ini tetap sederhana, hidup sendiri di rumahnya dan berprinsip tidak mau menyusahkan anak-anaknya dengan menemaninya di hari tua. Jeng Jon tetap memandang foto Joni dan terlihat sangat tegar bercerita semua kepada kami, padahal air mata kami sama derasnya dengan hujan di luar sana. Karena dia terlahir yatim sejak berusia belia dan terpaksa harus mau dijadikan anak angkat oleh keluarga tak beranak dan akhirnya berakhir dengan menjadi separuh pekerja buruh tani untuk menghidupi keluarganya dan membiayai sekolahnya.
Banyak hal yang kami dapat tidak hanya dari cerita Jeng Jon dimasa muda dengan pengalaman dansanya, tapi juga menyikapi hidup ini dengan sederhana saja dan yakin bahwa apa yang kita lakukan adalah yang terbaik untuk kita.
Joni dan Jeng Jon menikah diatas prinsip saling mempercayai satu sama lain dan berusaha untuk fokus dengan hal yang harus mereka lakukan sesuai dengan porsinya.
Semangat dan cinta Jeng Jon tiba-tiba saja melingkupi aura kami berdua, entah mengapa udara dingin bekas hujan itu tidaklah terlalu menusuk seperti yang kami kira.
Boleh dibilang, kami kagum dengan kekuatan hati Jeng Jon melihat Joni sebagai sebuah kepercayaan. Sedang kami berdua menghela nafas di sisa perjalanan kami menuju warung bubur untuk sekedar mengisi kekosongan perut kami.
Lima menit perjalanan dipenuhi dengan kekaguman pada Jeng Jon dan sisa perjalanan itu tanpa sadar kami tujukan pada persemedian masing-masing.
Tiba-tiba kami berkata sesuatu berbarengan "Haberhoven" Bahasa Belanda yang berarti jalan-jalan ke daerah atas. Kami tertawa terbahak-bahak sambil berucap ala menir dan nyonya Belanda. mendadak dada kami terasa sesak dan bertanya mengapa kami tidak sabar dan sulit menumbuhkan rasa percaya atau sikap positif pada keadaan kami saat ini, sulit memang, sulit, lebih sulit dari pelajaran statistik karena tidak ada data yang bisa dihitung atau diolah.
Aura Jeng Jon memudar, kami mulai kembali bias dengan rasa yang kami selalu pertanyakan. Mengapa tidak ada kabar...sahabat aku angkat bicara, "aku rindu dia..." aku menyambung kata sambil tangan kanan memegang helm proyek putih yang mulai merosot, "sama...ga ada kabar..." Teringat betapa gundah gulana nya kami jika hidup di masa Jeng Jon yang tidak ada telepon untuk mengabari, handphone membuat kami menjadi budak...yah kami tiba-tiba menjadi budak seperti di jaman Fir'aun...yang rakus akan kekuasaan...namun kita haus akan kasih sayang.
Kehangatan rasa Jeng Jon yang sederhana menusuk mata hati, mengapa kami tidak bisa seperti dia...memang orang berbeda, tapi betapa murninya dan sederhananya pemikiran dia. Jujur, aku merasa merangkak di atas belukar dengan pasir hisap ketika harus memikirkan-nya...
Sahabat aku berkata "aku pasrah...nyerah..."
LANGIT, entah mengapa tampak cerah di daerah atas...namun tidak di daerah bawah Bandung tadi, seakan memberikan kesempatan bagi Eyang untuk memberikan kami kehangatan dan jawaban ditengah kerinduan kami dengan merumahkan kami selama kurang lebih dua jam di rumah Kavaleri itu dengan cerita-cerita tentang kesederhanaan dan percaya pada kondisi.
Seperti biasa, ketika kami mulai terdesak, kami bernyanyi...kami mencari soundtrack yang tepat dengan perasaan kami...akhirnya tersenandunglah lagu
kau boleh acuhkan diri ku
membuat ku terluka
tapi takan merubah perasaanku kepada mu
aku mau mendampingi dirimu
aku mau cintai kekurangan mu
aku yang rela terluka untuk masa lalu...uuuu
Alhasil dua bait itu membuat kami terjepit diantara dua angkot yang mengebut dari arah yang sama...jeritan pun keluar...mengeluarkan nama masing-masing yang tentunya dirindukan di dalam dalam dalam nya hati.
"_ _ _ _" dan "_ _ _ _" sahabatku menjerit sambil tertawa dan aku pun demikian...sampai kami saling bertatapan dan merasa bodoh.
Honda Revo pun kembali memancangkan gasnya....
Lalu kami berteriak bersamaan "Hidup Jeng Joni...."
*Malam itu, buat ku pribadi, adalah malam yang tak pernah terlupakan...karena Perjalanan cerita Jeng Joni membuahkan limpahan kebahagiaan tak terduga. Beberapa jam kemudian di tempat yang lebih tinggi dengan udara yang lebih menusuk rusuk, semangat Jeng Jon kembali muncul...walaupun LANGIT kembali meminta aku untuk bersabar dan yakin - dengan mengambil balon merah ku...entah sampai kapan...:)
Monday, September 22, 2008
TTM - sebuah langkah kebodohan
"Sejak jumpa kita pertama
kulangsung jatuh cinta
walau kutahu kau ada pemiliknya
tapi ku tak dapat membohongi hati nurani
ku tak dapat menghindari gejolak cinta ini
Maka ijinkanlah aku mencintaimu
atau bolehkah ku sekedar sayang padamu
Memang serba salah rasanya
tertusuk panah cinta
apalagi juga ada pemiliknya
tapi ku tak mampu membohongi hati nurani
ku tak mampu menghindari gejolak cinta ini
Maka maafkan jika ku mencintaimu
atau biarkan ku mengharap kau sayang padaku"
It was back then few months ago when I was single (and yet now still remaining single) lalu saya terlibat hubungan dengan seseorang, kategori yang saya jalani dapat saya katakan adalah TTM menurut istilah sekarang (Teman Tapi Mesra), tidak pernah ada komitmen diantara kita plus juga tidak pernah ada kata untuk memutuskan jalan bersama, all happened just like that. You want to believe it or not, it's up to you.
Hubungan yang buat saya pada saat itu adalahmenjadikan diri naik turun dalam hal emosional dan lainnya. Entah kenapa di satu sisi terkadang rasa sebal muncul dengan status yang hanya seperti itu tapi terkadang di sisi lain muncul rasa senang dan membayangkan bahwa jika saja hubungan itu kemudian menjadi resmi dan happily ever after like in a fairy tales story. How I wish.
Sudah beberapa kali saya mengalami hal seperti itu sampai kemudian ketika saya ngobrol dnegan salah satu sahabat baik saya dan kemudian kami menyimpulkan bahwa it is my destiny untuk selalu terlibat dengan seseorang yang sudah punya pasangan. DAMN!!! Though I was so hard try to deny but still could not. The fact was I did it!.
Tentunya ketika menjalani hubungan TTM ini sebagai individu yang sadar akan segala risiko yang ditempuh, saya menyadari sepenuhnya konsekuensi yang saya ambil atas jalan yang saya jejakkan ini. Bahwa tidak bisa menuntut lebih atas apa yang terjadi di dalam hubungan, bahwa tidak bisa mengatakan apa pun atas status yang biasanya selalu dikatakan dalam ruang lingkup pergaulan, bahwa tidak bisa ini, tidak bisa itu, dan banyak tidak bisa lainnya. Belum lagi availabilitas atas kapan bisa bertemu dan kapan tidak bisa bertemu, itu semua adalah bentuk toleransi dan pengertian ketika kita menjalani apa yang disebut dengan status TTM.
Kebodohan itu berulang dan berulang kembali dan entah kenapa saya tidak kuasa untuk menolaknya atau mungkin saya tidak punya keteguhan hati untuk tidak melakukannya lagi. Yang pasti saya menikmati setiap waktu, setiap moment bersama TTM saya tersebut. I know it's wrong but again ... I just can't help it.
Seperti semua orang bilang bahwa ketika kita taruhlah belum jatuh cinta tapi dalam masa pendekatan, segala sesuatu terasa menjadi bermakna dan memiliki arti tersendiri. Every single conversation, every single message, every single gesture, every single words spoken ... semua menjadi bahan pemaknaan tersendiri dan terkadang tanpa kita sadari kita salah dalam menilainya, but hey! it's normal.. (mungkin).
Pernah dalam satu percakapan dengan seseorang dia bilang begini:
"Tau nggak ? gue itu yaa paling pantang ngejar orang yang udah punya pacar"
BANG!!! .. it's a big slap in my face and I was stunned and speechless. Kalau ditanya apakah ada yang salah dengan melakukan itu ? tentunya iya, well, namanya juga menganggu rumah tangga orang masak sich ngga salah ?
Teori pembenarannya adalah kembali ke syair lagu diatas, mungkin yang bisa dilakukan adalah hanya sekedar sayang tanpa mengharapkan balasan atas rasa sayangnyaitu. Bukan hal yang mudah untuk dilakukan tapi, well, mungkin itu adalah hal yang paling baik yang bisa dilakukan dengan catatan tentunya tak boleh lagi ada pengharapan-pengharapan walaupun itu sekedar pengharapan semu.
Tapi yang paling baik mungkin adalah memberhentikannya. Tokh hal itu tidak akan bisa berjalan kemana-mana. Pertanyaannya adalah apakah sudah siap untuk berhenti ? apakah sudah bisa untuk melepas dengan rasa ikhlas dan tidak lagi membebani pemikiran-pemikiran tersebut dengan hal itu ?
Well, setiap jejak langkah pasti ada konsekuensinya, ada risiko yang harus diambil dan ditempuh dan dirasakan.
Seperti tadi malam ketika saya dikirim sms oleh salah seorang teman baik saya untuk minum kopi dan saya membalas bahwa saya akan menyusul kemudian, tiba-tiba dia membalas sms saya itu dengan:
".. things are not the same when you are not single"
Teman baik saya itu berpikir bahwa karena saya dengan seseorang lalu saya telah menjadi seseorang yang berubah. The fact is that I just want to have time for myself.
Saya hanya tertawa miris membaca kalimat itu, I do wish that I am not single but the fact is that I am single!
Well, I am writing down all this that-so-called "menyek-menyek" stuff just wants to clear up things that bothering my mind. Mau dikomentarin drama atau apa pun, terserah, but I just am being honest to myself.
Monday, August 11, 2008
BODOH - sebuah kesalahan yang terulang
Semua orang selalu bilang bahwa jatuh cinta adalah hal paling mendasar yang bisa membuat orang menjadi berubah dan biasanya berubah menjadi seseorang yang lebih menyenangkan. Saya percaya bahwa kekuatan cinta adalah hal mutlak yang tidak bisa dipungkiri oleh orang-orang. Seperti yang pernah saya katakana dalam salah satu postingan blog saya bahwa jatuh cinta itu adalah suatu kondisi yang bisa dikatakan “unconditional” … naaah bingung
Seperti layaknya orang jatuh atau tersandung, jatuh cinta adalah hal yang tidak bisa dihindari karena datang dengan tiba-tiba dan begitu kita menyadarinya, kita sudah terjebak didalamnya dengan segala problematika, kekalutan dan hal-hal lain yang terkadang, sekali lagi saya katakan, menyenangkan atau sebaliknya malah membuat kita terpuruk jatuh.
Sejak pertama kali mengenal dunia cinta *halaaaaahhh .. cheesy banget sich linenya?* saya selalu terjebak pada situasi yang sama dan berakhir pada kegagalan. Bukan suatu hal yang mudah untuk dapat meraih suatu cinta dengan suatu proses menarik dan tentunya kedua belah pihak pun tertarik satu sama lainnya.
Setahun yang lalu kurang lebih ketika saya sudah mulai menyerah untuk mencari cinta, saya menemukan seseorang yang jauh lebih muda dari usia saya, saya pikir saat itu saya bisa berinteraksi dengan baik, saya bisa menjabarkan lapangan asmara menjadi suatu lapangan permainan yang sangat menyenangkan, saya bisa membuka kembali hati saya yang saya pikir sudah waktunya untuk ditutup.
Perjalanan tersebut menjadi menarik ketika komunikasi yang berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Pesan berantai, kata berkait, kalimat bertaut semua seolah merupakan bumbu-bumbu kehidupan yang menjadikan roda perjalanan keseharian berdinamika naik turun tapi dengan ritme yang riang gembira.
Sampai kemudian menyadari pada akhirnya bahwa itu semua salah kaprah! Itu semua hanyalah sekedar bumbu pertemanan! Itu semua adalah bayang-bayang semu khayal semata. Dan akhirnya tidak sekedar jatuh cinta tapi kemudian menjadi jatuh dalam artian sebenarnya. Jatuh pada satu jelaga hitam dan membutakan hati nurani dan membuat torehan luka yang semakin dalam. Akhir dari segala adalah menyerah dan tidak mau mengungkit kembali hal tersebut.
Pada masa setahun yang lalu itu, saya berupaya melakukan rekonsiliasi dengan diri saya sendiri, menyadari bahwa selama ini saya hanya terbuai dan menyesali mengapa hal itu bisa terjadi. Bahwa kemudian yang bersangkutan menyatakan rasa sayangnya dalam satu definisi yang berbeda, membuat saya membuka mata dan menjadikan saya sadar bahwa selama ini saya telah dibutakan oleh perasaan saya sendiri.
Jangankan sampai taraf komitmen, menuju ke arah
Setahun sudah hal itu berlalu, saya berupaya untuk tidak lagi menjadi sakit, tidak lagi menjadi menderita, tidak lagi jatuh cinta. Saya berusaha begitu keras agar hal ini bisa terwujud. Namun kembali kegagalan mendera dan menjadi salah satu bumbu pahit dalam kehidupan manis saya. Saya tahu bahwa hal itu tidaklah beralasan.
Beberapa minggu yang lalu saya bertemu dengan seseorang yang usianya jauh lebih muda dari saya. 15 tahun perbedaan usia adalah jenjang perbedaan yang sangat besar. Tapi entah kenapa saat itu saya mempunyai kenyamanan tersendiri atas apa yang telah dilakukan bersamanya dalam hal komunikasi, cerita-ceritanya sepanjang percakapan telepon, pesan-pesannya dalam kotak pesan di telepon tangan dan hal-hal lain yang saya pikir bahwa ini adalah awal dari suatu proses untuk menjadi satu kesatuan yang mungkin sudah saya nantikan. Jawaban atas doa yang pernah saya ucapkan.
Sampai kemudian suatu ketika saat saya menanyakan arah dan tujuan dari semua ini, tiba-tiba semua hilang, limbung dan tak lagi menapak pada kenyataan. Saya dihadapkan pada satu kenyataan yang seolah membuka kembali luka lama atas apa yang telah terjadi hampir setahun yang lalu. Saya merasa menjadi manusia paling bodoh karena tanpa saya sadari pada mulanya saya kembali melakukan kesalahan yang sama. Saya dibutakan oleh perasaan!
Panggilan menjadikan satu makna yang tak berarti dan perilaku menjadi hal yang bias.
Yang dirasa adalah seperti jatuh dan kemudian menghantam batu yang kemudian menyadarkan saya bahwasanya saya telah, kembali, melakukan harapan semu atas semua yang telah terjadi sepanjang perkenalan saya dengannya. Kini saya hanya bisa tercekat, menelan ludah dengan rasa pilu dan mengusap dada dengan harapan rasa sakit itu akan lenyap dengan seketika tanpa saya harus merasakannya dalam setiap denyut nadi kehidupan saya.
Saya tidak menyalahkan siapa pun, tidak pada keadaan, tidak pada situasi, tidak pada hal-hal lain. Saya hanya menjatuhkan rasa salah ini pada diri saya sendiri. Saatnya mungkin untuk tersenyum getir. Sebuah fenomena kehidupan yang berjalan dengan apa adanya. Saya ingin bisa tetap berdiri tegar dan tersenyum manis tanpa ada embel-embel getir.
Mungkin saatnya untuk kembali menutup pintu hati dan menjalankan kehidupan sebagaimana layaknya manusia biasa yang tak pernah mengenal arti kata cinta. Rasa sayang saya mungkin tak cukup bagi dirinya, rasa kecintaan saya yang saya boleh katakan tulus dan ikhlas tak memenuhi kategorinya.
Seperti kata dalam sebuah lagu lama: “Hidup ini indah, penuh dengan warna .. “
Saya memilih warna hitam saat ini. Kegelapan merupakan sebuah keindahan yang sempurna!
Wednesday, July 16, 2008
PERUBAHAN - sebuah pemikiran sederhana
Beberapa waktu yang lalu ketika lagi asyik minum kopi dengan Fad an Dhie di Kedai Kopi Bintang Dollar di Menteng, tiba-tiba saya sedikit terperangah dengan kalimat yang dikeluarkan oleh Dhie.
Beberapa waktu lalu saya dan teman-teman pergi ke Klab Surga. Sekedar membayar keramahan yang sudah ditawarkan maka saya setuju untuk pergi. Waktu itu kita baru saja selesai sesi pemotretan untuk sebuah buku yang akan diluncurkan tidak lama lagi.
Sesampai di Klab Surga, saya seperti biasa hanya berdiri dengan manis dan merokok sambil sesekali tertawa mendengar komentar-komentar dari beberapa teman saya tentang orang-orang yang hobi datang ke Klab Surga itu dan melakukan “pose – pose cantik” (dilafalkan dengan
Saya noticed bahwa Dhie sepertinya sedang mengadakan pendekatan dengan seseorang secara gencar, terlihat dari segala manuver-manuver yang dia lakukan. Sesekali saya membahas hal itu dengan Li atau Lex.
Setelah capai berdiri dan sementara itu Klab pun sudah mulai kosong, kami semua bergegas pulang dan istirahat mengingat setelah seharian beraktifitas. Tidur tengah malam, bangun pagi untuk urusan shooting trailer sebuah festival film dilanjutkan dengan session pemotretan untuk cover buku yang berlangsung sampai tengah malam kemudian lanjut clubbing, well, untuk ukuran orang seusia saya, hmm .. tampak sedikit dipaksakan energi yang saya keluarkan plus tidak sebanding dengan apa yang didapat. HAHAHAHA.
Setelah beberapa waktu dan lama tidak bertemu dengan Dhie, tiba-tiba saya mendapat kabar kalau Dhie jadian dengan seseorang yang dikenalnya di Klab Surga itu dan mereka tampak sekali intens dalam berhubungan. Agaknya saya mulai mengenal Dhie secara baik, hampir setiap hari kita selalu berkomunikasi baik itu melalui telpon atau sms. Prinsipnya adalah jika tidak ada kabar dari Dhie untuk satu waktu yang signifikan maka itu berarti semua berjalan dengan baik-baik. Demikian pula dengan masalah dia jadian dengan katakanlah JS. No news at all from him so I think that it’s a good news.
Saya bisa melihat perubahan yang mendasar yang terjadi pada diri Dhie. Mungkin karena saya hampir setiap hari ketemu, setiap hari komunikasi sehingga apa yang menjadi kebiasaan dia atau tingkah laku dia pun secara tidak langsung saya mengenalinya. Perubahan mendasar yang saya katakan adalah saat saya melihat bahwa setelah jadian begitu banyak hal yang tadinya dia sering omongkan dan terkadang dia tidak suka menjadi kebalikannya. Dia melakukan segala hal yang pernah dia katakan bahwa dia tidak suka! .. I guess that’s the power and magic *again* of LOVE. Yuuuuuccccckkkk …. !!!!!!
Yang paling membuat saya agak tertohok adalah apa yang dia katakan ketika kita baru saja selesai meeting mingguan untuk project buku dan kemudian meeting tersebut masih mau berlanjut karena rencananya kita akan bertemu dengan salah satu penulis plus Dhie pun terlibat pada satu film festival yang akan berlangsung dan dia in-charge untuk desain-graphisnya dan menjelang festival berlangsung, tentunya kesibukan semakin meningkat.
I do remind him untuk bisa focus dan bisa menjalankan semua tugasnya dengan simultan dan tentunya dengan harapan dapat berhasil dengan baik. When I did remind him about all those things, he came up with one statement:
“Things are not the same when we are not single!”
Entah mungkin disebabkan oleh kecemburuan bahwa saya masih single up to the moment (ngiklan diri dikit aaahhh .. hahahahaha) atau mungkin juga karena dia yang begitu santainya berbicara seperti itu and yet up till now I still cannot forget his expression when he said that, I was then so angry with him.
Tapi kemudian saya mengkaji ulang semuanya dan mengingat-ingat apakah benar adanya bahwa ketika kita tidak lagi single semuanya berubah dan tidak sama ?
Hmm … saya perhatikan beberapa teman-teman saya yang ketika masih single statusnya begitu berbeda dengan sikapnya ketika sudah berpasangan.
Ryn misalnya, seorang anak muda yang berusia 18 tahun dan baru saja menapaki dunia barunya, tiba-tiba saja tanpa ada kabar berita menghilang dan ketika saya iseng-iseng mencari tahu kabarnya, dia baru saja putus dan kemudian sekarang sudah menjalin hubungan dengan seseorang yang baru lagi dan hilang tanpa ada kabar. I used to send him some messages yang terkadang dijawab tapi terkadang pun tidak sama sekali.
Hal, salah seorang teman baik, tiba-tiba saja ketika dia jadian dengan seseorang, hidupnya pun penuh dengan kemisteriusan walaupun terkadang dia masih suka cerita. Saya tak pernah lagi bertanya ini dan itu karena saya percaya eventually tokh nanti dia akan cerita ketika things are not the same dengan situasi yang dia inginkan.
Dhie, dia pun begitu, menjadi saksi hidup atas tiga kali jadiannya dia. Saya menyimpulkan bahwa yes, he changes.
Al, yang baru dalam tahap pendekatan pun tiba-tiba saja mempunyai tingkah yang berbeda dan tidak lagi menjadi seseorang yang saya kenal sebelumnya.
Agaknya saya harus sudah mulai belajar untuk menerima perubahan teman-teman dekat saya yang pada masanya sedang mengalami masa-masa romansa. Seperti yang selalu Dhie katakan pada saya, “Kang, people change.”
Yes, I do agree that people change but we also do need to remember bahwasanya perubahan yang terjadi itu pun seharusnya disadari oleh masing-masing individunya dan seyogyanya dengan bijaksana yang bersangkutan ataupun saya sendiri bisa menyikapinya.
Agaknya saya harus belajar untuk menerima perubahan secara bijaksana dan tertawa pada akhirnya jika perubahan itu kemudian berbalik kembali menjadi seperti sebelumnya. What I mean, sometimes ketika things what happen are not the same like what we expect, biasanya kita berubah menjadi seseorang yang sama seperti sebelumnya. Haruskah begitu ? Dapatkah hal itu dikatakan tidak konsisten ? …
Hanya anda yang dapat menjawabnya karena saya tidak mau berdebat untuk urusan ini.
Friday, July 11, 2008
PERTEMANAN - Sebuah Keputusan
Back then around couple years ago in
“I guess so much for the friendship now and you should know very well, Hary, that people change.”
Kutipan sebuah pembicaraan diatas itu terjadi ketika pada hari Sabtu lalu saya bertemu dengan teman lokal yang mana kita berdua cukup lama tidak bertemu. Mister V ini adalah salah satu anggota dari High Quality Bitches yang dulu sekitar enam atau delapan bulan yang lalu sempat merambah dunia pergaulan Phnom Penh setiap akhir minggu dari satu tempat gaul ke tempat gaul lainnya atau dari satu pesta ke pesta lainnya.
Berawal dari satu perkenalan tidak resmi, pembicaraan seputar kehidupan dan jalannya dinamika hidup percintaan, saya mengenal Mister V ini dari Mister J yang saya kenal terlebih dahulu, dari Mister J ini pula saya mengenal Mister D. Lalu hampir setiap weekend dimulai dari hari Jumat sampai dengan Minggu sore kami berempat selalu bertemu entah itu undangan suatu pesta perpisahan salah satu expat atau pesta ulang tahun atau acara-acara lainnya. Mister J menamakan kami sebagai High Quality Bitches, the name that for sure I am not proud of :p.
Mister J berasal dari Korea Selatan, saya dari
Singkat cerita, setelah kepindahan Mister J ke
Saya berpikir apakah karena saya waktu itu baru saja mengenal mereka (the three of them had known each other long time before they knew me) atau mungkin proses adaptasi saya tidak berhasil ? that left a big question mark in my mind tapi saya coba untuk tidak ambil pusing walaupun sedikit banyaknya saya menyayangkan hal itu terjadi.
Then to my surprise, I met with Mister V last Saturday nite.
Setelah segala urusan pekerjaan selesai; well, yes, you can complain, I did work last Saturday because of my boss held a friendly dinner; saya memutuskan untuk gabung dengan beberapa teman saya yang sudah lebih dulu ada di Elsewhere, salah satu tempat membaurnya para lokal dan expats di
Tapi kemudian entah kenapa, saya berubah pikiran dan memutuskan untuk pay a short visit to Salt Lounge, one of my favorite place in
“I only realize that it is may be my condition so they did not want to be my friend anymore. I know, Hary, I am jobless now, I have no money and I am not the person that may be they used to know.”
KABOOOMM!!!!
It hit me hard right in my heart and I felt my chest hurt.
Kejadian sekian tahun lalu kembali terputar dengan indahnya dalam memori. Betapa sangat menyakitkannya ketika you are really in the deep shit and really in the deep trouble terus tiba-tiba semua orang menghilang, dihubungi tidak bisa, didatangi pun tak mau keluar menemui, kalau bertemu atau berpapasan di jalan atau dimana pun terlihat satu senyuman terpaksa dan basa-basi yang anak kecil pun tahu bahwa itu adalah basa-basi semata saja.
Oh yes, been-there-done-that.
I was grateful while I was in deep shit and trouble, I still have those that I can call friend. Those I can lean on and those that I still can share my story with or laugh together over something that may be buat sebagian orang tidak lucu atau tidak perlu ditertawakan. I don’t need to mention them but they know who they are and I pray to God every damn day may they always get happiness and nothing else except happiness in their entire life. I love you guys so much …
So yes I can understand damn well perasaannya Mister V sekarang.
He said:
“I was surprised when I saw you entering this place and you look so happy to meet me and hug me and as if nothing happens with me. So, after you know my condition now, will you still be my friend ?”
Mata saya berkaca-kaca, kenapa harus sebegitunya ? kenapa harus untuk menjadi teman pun masih harus dipertanyakan ? mungkin pengalaman Mister V dengan dua orang (mantan) sahabatnya yang membuat dia sekarang menjadi sangat berhati-hati.
And I said:
‘I might not be as rich as Mister J or as lucky as Mister D but one thing that you should know, Mister V. Whatever you are, even you are scum or anything lower than that, you are still my friend. A one dear friend. So, take out those worried eyes and I want to see the smile back in your face. The real smile!’
We ordered drink and we toast! That nite we spent the whole nite together. Talking !
Keesokan harinya ketika saya membereskan kamar tidur saya; yang tentunya merupakan tugas rutin hari Minggu; saya teringat kejadian semalam dan saya merasa bahwa saya bersyukur sampai dengan saat ini saya tidak pernah berhenti mengucap syukur kepada-Nya atas segala yang telah diberikan pada perjalanan hidup saya. At least saya tahu bagaimana menghargai pertemanan dan tahu bagaimana teman yang sesungguhnya itu.
Kini ketika keadaan berbalik dan saya kembali mengalami apa yang dialami oleh Mister V, I am smiling because I know that there are some of my friends that really a truly friends around me ..
Seperti tertulis di liriknya the Golden Girls ..
“.. thank you for being my friend .. “
Yes, it’s right, somehow lately I did really want to cry. Well, you can call me anything. Mau dibilang cengeng, manja dan lainnya atau ngga malu sama umur, I just don’t care. This is what I feel right now. I do want to cry. Ngerasa aja ketika kita membutuhkan teman hanya untuk sekedar berbagi cerita dan keluh kesah kok kayaknya susah yaa ? .. too busy, too hectic dan too too lainnya padahal hanya butuh teman untuk mendengarkan cerita, apalagi kalau butuh hal lain yaa ? .. it hurts. Mungkin memang sudah destiny-nya bahwa saya harus menjadi seorang pendengar yang baik. Bahwa saya harus selalu ada setiap saat untuk orang yang membutuhkan even only to borrow ear to listen. Hey! I am also a human being yang juga punya keinginan untuk bercerita, punya keinginan untuk mengeluarkan isi hati, .. is it too much to ask ?
So, for the time being walaupun mungkin dalam hati begitu sesak dan sampai-sampai mengeluh seolah tidak punya teman atau out of list from any invitation, I will try so hard to be back to my old life, being solitaire. Don’t complain, don’t say something but for the time being saya hanya merasa bahwa mungkin ini jalan terbaik.
Hmm .. sudahlah .. hari sudah menjelang pagi. Time to prepare my bed and then later on wake up and continue my work preparing for the film festival. Better make myself busy so then my mind not focusing to other things.
Tuesday, July 08, 2008
7th Q! Film Festival 2008
- The Amazing Truth About Queen Raquela (Dir: Olaf De Fleur Johannsson – Iceland/Philiphines)
- I Don’t Want to Sleep Alone (Dir: Tsai Ming Liang - Taiwan/France)
- My Super 8 Season (Dir: Alessandro Avellis - France)
- Spinnin’ (Dir: Eusebio Pastrana – Spain)
- Sita Sings The Blues (Dir: Nina Paley - USA)
- Good boys (Dir: Yair Hochner - Israel)
- A Very Natural Thing (Dir: Christopher Larkin - USA)
- With Gilbert and George (Dir: Julian Cole - UK)
- 881 (Dir: Royston Tan - Singapore)
- Risk, Stretch or Die (Dir: Saskia Heyden - Germany)
- The Birthday (Dir: Negin Kianfar & DaisyMohr - The Netherlands)
- Suddenly last winter (Dirs: Gustav Hofer & Luca Ragazzi - Italy)
- Love songs (Christophe Honore - France)
Human Rights Section:
- Perempuan Punya Cerita (Chants of Lotus) – Dir. Fatimah T. Rony, Upi, Nia Dinata, Lasja Fawzia - Indonesia
- 9808 – Dir. Anggun Priambodo, Ariani Darmawan, Edwin, Hafiz, Ifa Ifansyah, Lucky Kuswandi, Otty Widasari, Ucu Agustin, Steve Pillar Setiabudi, Wisnu Suryapratama - Indonesia
- May – Dir. Viva Westi - Indonesia
- Suddenly Last Winter – Dir. Gustav Hofer & Luca Ragazzi - Italy
- My Super 8 Season – Dir. Alessandro Avellis - France
- Opera Tikus Got – Dir. Santosa Amin - Indonesia
- Dua Sisi – Dir. Faisal - Indonesia
- The Birthday – Dir. Negin Kianfar & Daisy Mohr – The Netherlands
Most of the events are FREE OF CHARGE and will take place in:
Blitz Megaplex at Grand Indonesia
Goethe Institute
Erasmus Huis
Galery Cemara 6
Centre Culturel Francais (CCF) Salemba
Kineforum
Subtitles
This year festival will also be attended by the directors, actors as well as the organizer of film festivals from abroad, such as:
1. Julian Cole – Director (With Gilbert and George) – United Kingdom
2. Saskia Heyden – Director (Risk, Stretch or Die) - Germany
3. Ocean Leroy – Actor/Drag King Performer (Risk, Stretch Or Die) - Germany
4. Poj Anorn – Director (Bangkok Love Story) - Thailand
5. Chaiwat Thongsaeng - Actor (Bangkok Love Story) - Thailand
6. Jun Lana – Director (Roxxxanne) - Phillipines
7. Josh Kim – Director (The Postcard, The Police Box) – South Korea
8. K. Raja Gopal – Director (Lucky 7) – Singapore
9. Anita Schoepp – Director (Dedicated) - Canada
10. Petra Van Dongen – Cinemasia Film Festival Holland
11. Laura Gerber – Director Berlin Asian Hotshots Film Festival
12. Victor Silakong – Director Bangkok World Film Festival
Apart from the film screenings, the festival also has some wonderful fringe events not to be missed involving some well-known artists, like:
3 Photo Exhibitions
1. “Q! Life in Paris” by French Photographer: Amaury Grisel.
2. “Transgender in Indonesia” by Indonesian Photographer: Adi
3. “What Queer?” by several Indonesian and international professional and non-professional photographers.
Outdoor Screenings will be held during weekends at Goethe Institute, where the audiences could enjoy watching movie in an open air under the stars.
A talk show called “Silat Lidah Binan” adapted from one of Indonesian television channel program, with audiences that will throw the topics to be brought up to the panelists. The panelists that have been confirmed are: Melissa Karim, Ria Irawan, Djenar Maesa Ayu and will be moderated by Alvin Adam.
There is also a small comedy operette talk show called “Rush Hour” that will be performed by non-professional actors with some well-known guest stars.
Other program is the literature event. There will be a book launch “Heterophobia”, the second book of “Macho Man Ngomong Cong” – The Serial, taken from a blog author; Fa. Together with Institut Pelangi Perempuan, Q! Film Festival is also having a book discussion on poetry and short stories by lesbians.
The Festival also invites you to join the Q! Gossips. The hot topic is Homosexuality and Religion; a heated panel discussion with some religious experts. Another Q! Gossip’s subject is The application of “Bahasa Binan” or Indonesian Queer’s Language that has been a popular slang language from psychology and linguistic point of view.
All further completed info can be found at our website by end of July: www.qfilmfestival.org
Please pass this info to friends and lovers and ex-friends, ex-lovers that you think might be interested in our events.
See you in August!
Q! Film Festival team
------------------------------------
Dimas Hary
Film Traffic & Administrator
Q!Film Festival 2008
Jakarta, 08 - 16 August 2008
Bali, 21 - 24 August 2008
Surabaya, 14 - 19 October 2008
Thursday, June 05, 2008
EKSISTENSIALISME - Sebuah Aliran Baru
4 bulan setelah kembali ke tanah ari tercinta, saya sudah taruhlah atau katakanlah datang pada 2 acara Gala Premiere Film Indonesia dan 1 acara Pembukaan Festival Film sebuah negara Eropa, 1 peluncuran buku, beberapa pembukaan pameran dan gathering-gathering yang sering kali saya lewatkan.
Well, di satu sisi cukup menyenangkan, kembali pada dunia lama, ketemu teman-teman lama, updating yang namanya gossip sebagai bumbu dalam perjalanan kehidupan dan hal-hal lainnya.
An old friend of mine bilang bahwa saya adalah Banci Eksis.
Ketika disebut sebagai Banci Eksis, saya agak tertegun. Berpikir beberapa detik dan kemudian mencari tahu arti dari eksis yang dimaksud.
Diambil dari kata “exist” atau “existences”, pengertian sesungguhnya adalah hadir, tampak, ada, muncul.
Pengertian Banci Eksis disini adalah untuk setiap kehadiran saya pada beberapa event tertentu menurut teman saya. Well, saya katakan bahwa sebutan itu agak kurang cocok sebenarnya untuk saya, .. lha wong ndak di semua acara saya ada dan hadir kok! Misalnya, saya tidak pernah hadir dalam acara-acara diplomatik di Indonesia, atau, saya tidak pernah hadir dalam acara-acara peluncuran buku masak misalnya! Atau acara Istighosah atau juga kumpul-kumpul bareng FPI ..
Saya pernah membicarakan masalah ini dengan soulmate saya, Des, .. di suatu sore sambil bincang-bincang minum kopi, tiba-tiba saja kita bicara tentang eksistensi. Des menyebutnya sebagai suatu aliran baru Eksistensialisme.
Kita berdua kemudian asyik membahas mengenai apa yang disebut dengan Eksistensialisme ini. Hal ini mungkin terpacu dengan semakin berkembangnya jaman dan bergantinya waktu. Keberadaan individu untuk bisa tampil dalam suatu ruang lingkup komunitas tertentu yang kemudian membuat individu tersebut merasa bahwa kehadirannya haruslah diakui. Belum lagi masalah senioritas yang sering menjadi suatu kendala pada satu komunitas.
Misalnya,
Beberapa tahun yang silam ketika saya lagi getol-getolnya membuat puisi, pernah pada suatu hari ketika sedang berdiskusi dengan teman-teman yang juga punya hobi sama kemudian memutuskan untuk membuat suatu antalogi puisi bersama.
Sebuah ide yang spektakuler untuk saat itu, dengan bersemangat kami meluangkan waktu setiap hari Minggu untuk bertemu dan berdiskusi, sampailah pada saat pengumpulan puisi-puisi untuk kemudian diseleksi dan dibaca oleh seorang sastrawan senior.
Ketika kemudian puisi-puisi tersebut sudah dikirimkan melalui email kepada sang sastrawan yang mana beliau ini merupakan salah satu sastrawan senior dalam kancah perpuisian Indonesia, kami tak pernah mendapat jawaban yang pasti dari beliau-beliau sampai saat ini.
Mungkin kesibukan beliau yang menyita waktu sehingga puisi-puisi kami terbengkalai ? atau mungkin juga email kami yang masuk ke bulk mail dan beliau bukan tipe orang yang tidak pernah memeriksa bulk mail ? atau mungkin beliau adalah tipe orang yang enggan ke-eksistensi-an dirinya terusik apalagi oleh generasi-generasi yang jauh lebih muda dari beliau ?
Adalah suatu hal yang cukup sulit untuk diterima ketika kita terbiasa untuk selalu ada atau istilah sekarang adalah ya itu tadi exist dan tiba-tiba eksistensi itu mulai memudar. Istilah lebih luasnya adalah “post power syndrome.”
Well, tampaknya Eksistensialisme ini sekarang mulai merambah menjangkiti (walaupun tidak semua) hampir setiap orang. Ketika aliran baru ini mulai bekerja sistematikanya, adalah bagaimana cara individu yang berhasil lulus dalam bidang Eksistensialisme ini menyikapinya. Baiknya untuk tetap sadar, membumi dan menikmatinya dengan satu pemikiran positif, untuk tidak menjadi besar kepala dan kemudian tidak mengenal kawan-kawan lamanya lagi misalnya.
Banyak orang yang menyikapi eksistensi dirinya dengan berbagai hal. Salah satu teman baik saya yang menjadi founder dari salah satu komunitas yang cukup besar (besar karena anggota-anggotanya yang mendunia) di Jakarta malah ingin mengundurkan diri dari status founder. Lhaaa .. bagaimana bisa ? sampai Lebaran Brimob pun tidak akan bisa. Mengundurkan diri dari eksistensinya di komunitas adalah mungkin tetapi untuk mengundurkan diri dari status founder .. kembali saya katakan .. sampai Lebaran Brimob pun ngga akan bisa.
Naaahh! .. bagaimana dengan anda ? apakah anda sudah masuk dalam aliran baru Eksistensialisme ini ? atau mungkin anda sedang merintisnya ? atau mungkin anda sudah eksis dan mulai terjangkiti rasa kecemasan akan kepudaran eksistensi anda ? …
Monday, May 12, 2008
Busway - Sebuah Cerita
Anyway, tadi malam seusai balik dari First Movie Magazines untuk sedikit urusan, saya kemudian melanjutkan perjalanan saya ke Gunung Sahari. Di Gunung Sahari bertemu dengan Tante saya untuk mengambil titipan dan setelah itu ngobrol meng-update gossip ini dan itu *teuteup* akhirnya saya memutuskan untuk pulang dan memutuskan pula untuk menggunakan busway.
Ini adalah kali ketiga saya menggunakan angkutan Trans Jakarta. Dari Gunung Sahari tepat didepan Hotel Sheraton Media, saya naik busway menuju Senen. Saya tidak mendapat tempat duduk, berdiri agak ditengah dan menghadap ke arah jendela. Tiba-tiba kuping saya yang satu *karena yang satunya saya pakai untuk mendengarkan Wednesday Slow Machine* mendengar pembicaraan:
“Gue udah bilang kita udah nggak ada apa-apa lagi” …
‘Aku tahu, kok kamu sekarang kasar ? jadi sekarang udah lu gue ?’ ..
“Ini terakhir kita ketemu. Gue pikir semua udah selesai”
Itulah pembicaraan dua pria berbusana kantoran di busway dari Gunung Sahari menuju Senen.
Sesampainya di Senen saya bergegas mencari pintu untuk menunggu busway dari Senen menuju Harmoni. Antrian cukup panjang, ketika pintu busway dibuka maka antrian mulai kacau, banyak orang yang sudah tidak memperdulikan lagi masalah antrian dan etika mengantri. Seorang ibu tua dibelakang saya dengan dandanan kantoran dan scarf terlihat cantik *yakin dech waktu mudanya pasti cantik* mengomel:
“Gimana Negara ini mau maju dan disebut bangsa yang beradab, wong ngantri aja ngga bisa”
Bibir ini rasanya ingin ikut serta untuk mengomentari tapi saya tahu diri, saya sudah cukup banyak memberikan nuansa kehebohan tersendiri acap kali naik busway walaupun ini baru kali ketiganya, makanya saya hanya tersenyum, mengangguk tanda setuju kepada Ibu tersebut dan kemudian menggandeng beliau masuk ke busway .
Sesampai di Harmoni, saya kemudian mencari pintu busway menuju Blok M dengan rencana untuk turun di Bank Indonesia, jalan kaki sebentar menuju Sarinah karena busway-nya tidak berhenti di Sarinah. Ketika Busway pertama datang, serombongan orang didepan saya masuk semua, pas bagian saya mau masuk, sang penjaga di pintu bilang untuk masuk ke busway berikutnya. Di sebelah saya seorang anak muda dengan kaos biru dan celana jeans serta tas slempang seolah baru pulang dari kuliah dengan rambut tatanan masa kini, memain-mainkan handphonenya. Saya masih asyik mendengarkan Kiss FM sampai kemudian tanpa disadari ketika saya menoleh, dia pun menoleh dan mata kita saling bertatap *anjeeeeerrr bahasanya …*, dia tersenyum dan saya pun tersenyum, soalnya kata sobat saya Jem, kalau orang baik dengan kita maka kita pun harus baik sama orang tersebut.
“Waah kita paling depan, muda-mudahan dapat tempat duduk. Baru balik, Mas ?”
‘Iya. Kamu juga baru balik ?’
“Iya, Mas, Jakarta panas hari ini. Eh kenalan dulu, saya …”
‘Oh, Hary.’
Pembicaraan basa-basi terus berlanjut, tukeran nomer handphone dan akhirnya dengan sukses keterusan sampai dengan Halte Bunderan HI .. yang tadinya mau turun di Halte Bank Indonesia …
Yuuuukkk Marrriiieee ….
Busway - Another "Oh, he understands"
Jam setengah enam pagi mandi dan terus siap-siap buat berangkat balik ke Jakarta. Jam setengah tujuh taksi datang, drop Bunda di sekolahan terus udah gitu langsung ke Transporter di Cihampelas. Dari mulai travel berangkat sampai dengan tiba di SCBD, yang mana menghabiskan waktu total tiga jam, beneran itu mah tidur ngga inget apa-apa. Ngantuk pisan. Rasanya belum puas tidur harus segera turun dari kendaraan terus udah gitu langsung menuju kantor sementara buat nebeng ke acara Brunch Pembubaran Panitia Festival Sinema Perancis 2008.
Selesai makan yang mana sangatlah mengenyangkan tentunya, tambah rasa ngantuk itu, kemudian didukung dengan suasana ruangan yang adem dan cuaca hujan yang tampak mengguyur Jakarta. Malamnya karaokean sebentar sama temen-temen Komunitas 80an, udah lama aja ngga ngumpul. Dari situ ngopi bentar di tempat biasa sama Wee terus pulang.
Naaaaahhh, pagi ini yang rencananya mau bangun jam 8, ketika alarm berbunyi maka diri berlalu melanjut mimpi tanpa peduli lagi. Pikiran kan cuman nambah lima belas menit itu adalah hal yang wajar, tapi ternyata nambahnya tiga jam. Jadi begitu lihat jam sudah menunjukkan pukul 11, gubraaaaaaaaaaakkkk .. jungkir balik, masuk kamar mandi, beresin tas *teuteup yaa tas, baju, sepatu kudu matching mau setelat apa pun!* dan langsung siap-siap berangkat.
Tadinya berpikir untuk naik rute biasa, Mikrolet 06 terus di Kampung Melayu ganti dengan 213 dan berhenti di BBD belakang Mandarin itu dan tinggal jalan kaki ke Panarukan. Tapi entah kenapa kok rasanya hari ini ingin sedikit berpetualang *halaaaahhh …. Gaya!* dan kayaknya naik busway kok menyenangkan walaupun mungkin pengalaman pertama sudah cukup dikatakan tidak menyenangkan, well, ngga seluruhnya menyenangkan sich, teuteup aja kan sebagai banci eksis diperhatikan orang se-busway adalah pengalaman yang menyenangkan dan sebuah prestasi .. bhuahahahahahhaha … *sakit jiwa kalo kata Jem*
Pertama naik di Kampung Melayu, memperhatikan jalur busway dengan baik dan benar supaya ngga salah transit dan bisa sampai di tujuan akhir Plaza Indonesia dengan sukses. Suasana Shelter Busway Kampung Melayu sangat hangar bingar, panas dan penuh sesak. Tadinya saya pikir dengan naik busway sekitar jam duabelasan lewat akan sepi ternyata saya salah perkiraan. Penuh sesak, padat dat dat dat.
Busway tiba, saya naik dan kebagian lagi di dekat pintu tapi kali ini tampak suasana aman dan kondusif, saya asyik aja memperhatikan orang-orang seperti biasanya. Yang ribut cuman yang sebelah saya, entah kenapa lelaki itu mengeluh panjang lebar sama istrinya bahwa busway penuh, panas dan bawa anak kecil pun ngga bisa dapat prioritas, .. tentunya secara dia tidak bicara dengan saya maka saya pun hanya melengos dan tidak memberikan komen apa pun, kalau saya tidak melengos saya takut nanti tiba-tiba bibir saya yang tidak terlatih ini mengeluarkan pernyataan ngga penting. Saya cuman berpikir yaa kalo misalnya maksud dan tujuan dia bawa anak kecil untuk dapat prioritas masuk busway dan dapat tempat duduk .. helooooooooooooooooooowwwww!!!! .. dia ngga sadar kalo dia sudah menjual anaknya. Itu namanya eksploitasi anak.
Di Shelter Matraman kemudian saya turun dan berganti naik busway yang menuju Dukuh Atas. Well, perjalanan yang cukup jauh yaa ternyata dari tempat turun sampai ke tempat naik, walaupun ada tempat berjalannya tapi entah kenapa kok ngga bisa *teuteup* disamain dengan Bangkok.Nggak begitu ramai yang hendak naik ke arah Dukuh Atas, so saya berbaur dengan beberapa penumpang lain menunggu busway datang dan pintu dibuka. Sambil menunggu, saya memperhatikan *again* keadaan sekeliling, tampak beberapa anak muda yang dengan dandanan spektakuler sambil menikmati that-so-called iPod menunggu dalam antrian untuk naik busway yang berlawanan arah dengan jurusan yang akan saya naik. Tampak beberapa ibu-ibu sambil merumpi dan asyik dengan bisik-bisiknya sambil lirik kiri kanan dan ada beberapa orang lagi. Tak lama kemudian busway datang, pintu dibuka dan saya naik. Kali ini saya mendapat tempat di tengah dan berdiri. Di sebelah kanan saya ada seorang wanita muda berusia kira-kira empatpuluhan dan dia bersama kawannya yang lagi hamil besar dan terlihat cape. Kalau saja saya lagi duduk, maka tentunya saya akan memberikan tempat duduk saya kepada wanita hamil tersebut dengan sukarela. Teman wanita hamil itu kemudian dengan sopan meminta kepada seorang lelaki yang kurang lebih berusia 45 tahunan gitu dech agar mau bertukar tempat sehingga temannya yang hamil bisa duduk. Tau tidak apa yang dikatakan oleh lelaki setengah tua itu ? Dia tidak mengiyakan pun tidak menidakkan, dia hanya melengos. Dan entah kenapa hati saya menjadi agak *ah hem!* geram. Ceritanya sich mau sok sok jadi hero, saya kemudian bilang pada lelaki setengah tua yang duduk dan tidak melepas back-packnya itu,
Saya:
“Maaf, Pak, mbak ini terlihat cape, kiranya berkenan untuk tukeran tempat ?”
Lelaki Setengah Tua:
“Maksudnya ?”
Begitu dia mengatakan kata “maksudnya”, darah saya agak terpompa sedikit, kok yaa dijaman ini masih aja ada manusia tolol yang tidak mengerti kalimat yang baru saja saya katakan, secara yaaa saya mengatakannya udah dengan bahasa Indonesia yang saya pikir cukup sopan *semoga Om Yus Badudu terkesan*.
Saya:
“Maksudnya begini, Mbak ini lagi hamil dan tampak cape, kalau Bapak tidak keberatan makan kiranya bisa bertukar tempat. Bapak berdiri dan Mbak ini duduk.”
Mbak dan temannya memandang saya dengan muka penuh arti, entah takut ribut dan malu atau muka penuh arti tanda terima kasih.
Bapak:
“Kalau saya tidak mau ? masalah ?”
Naaaahhh .. ini dia nieeeee ….
Saya:
“Ya nggak sich, Pak, ngga salah, hanya aja kok kesannya jadi buta huruf.”
Bapak:
“Maksud anda ?” *tone dia udah mulai naik*
Saya:
“Bapak ngga lihat yaa ?” *saya menunjuk kepada sticker yang ditempel di kaca busway* “disitu tertulis dahulukan wanita hamil, orang cacat, lansia. Nah! Bapak bilang dech sama saya bapak masuk kategori mana ? Wanita hamil ? jelas bukan, wong bapak laki-laki. Orang Cacat ? atau Lansia ? usia bapak sudah sepuh ?” ..
Trust me, whoever with me at that moment pasti pengen menjauh karena entah kenapa saya seolah mendapatkan aura untuk ngoceh terus.
Bapak itu kemudian menatap saya dan saya tatap balik. Ah urusannya nanti kalo saya digebukin yaa sutralah biarin saja, niat saya cuman untuk membantu orang kok, masa Tuhan ngga liat sich ?.
Setelah menatap saya kemudian dia berdiri memberikan kursinya pada Mbak hamil tersebut dan exactly disebelah kuping saya bapak itu bilang: “Merde!”
Bhoooooooooooooooooooooo … naiklah darah ke ubun-ubun!
Saya:
“Excuse Moi *entah ada apa dengan saya dan kata excuse me*, Parlez-vous-francais ? Je parle francais. Je comprend bien ce que vous avez dit! Eh Pak, kalau ngga niat ngasih, nggak apa-apa. Saya bisa minta Mbak ini untuk berdiri dan Bapak duduk lagi disitu. Kalau ngasih yaa ngasih aja, jangan terus bilang “merde!.”
Bapak:
“Pardon” *dengan intonasi Perancis dan dikatakan dengan sebal*
Untungnya yaa Bapak itu hanya mengatakan pardon, coba kalau dia mengatakan “Oh, vous comprenez” … instead of marah-marah saya pasti nyekakak.
Busway terus berjalan dan saya tetap berdiri disebelah Bapak tersebut sampai turun di Landmark dan kemudian berjalan kaki menuju Shelter Dukuh Atas untuk melanjutkan ke destinasi terakhir di Plaza Indonesia.
Dooohh … entah ada apa dengan saya dan busway, padahal saya sudah mulai mencintai busway lhooo, bayangkan dengan hanya Rp. 3.500 saya bisa ganti-ganti bis tiga kali dan pada dasarnya sich cukup nyaman.
Kapan yaa saya dapat pengalaman menarik seperti cerita beberapa teman-teman yang dapat kenalan di busway kemudian menjadi teman atau pacar.
What a great afternoon! Indeed!
Dapat salam dari MERDE!!! …
Tuesday, April 29, 2008
Busway - Sebuah Pengalaman
Kemarin siang ketika sampai di temporary office saya (mengingat by 1 Mei saya sudah tidak lagi berkantor disitu) kemudian mengecheck email, saya mendapatkan email dari Panitia Hut Milis 80an bahwa meeting Pembubaran Panitia yang sedianya dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 30 April 2008, pindah menjadi hari Senin tanggal 28 April 2008.
Begitu membaca email tersebut, entah kenapa tiba-tiba tekanan darah agak sedikit naik, bukannya apa-apa, saya sudah mengosongkan jadwal saya di hari Rabu agar dapat hadir pada Rapat Panitia tersebut yang untuk kedua kalinya sudah diundurkan dan saya memindahkan semua aktifitas hari Rabu ke hari Senin dan Selasa. Naaahhh, bisa dibayangkan kan ? betapa sangat menyebalkannya itu semua, bikin appointment kok seenak-enak jidat mindahin hari tanpa mempertimbangkan pihak-pihak lain yang sudah bersusah payah mengosongkan hari supaya bisa hadir … eeeehhh .. dan juaranya perubahan pun dilakukan pada hari H !! .. dooohh, untung masih ngantor, kalo udah ngga ngantor, mana punya saya akses internet seperti sekarang ini.
Anyway, alhasil saya berhasil memanage beberapa hal dan kemudian memutuskan untuk hadir pada acara Rapat Pembubaran Panitia pukul 18.30 tersebut. Karena kantor saya berada di daerah Menteng tepat dibelakang Gedung Gani Jemaat dan akses menuju tempat meeting di daerah Blok M yang tentunya macet pada jam-jam sebegitu, maka kemudian saya memutuskan untuk mempergunakan fasilitas Busway / Trans Jakarta, sebuah fasilitas kendaraan umum yang sekarang ini banyak digemari (?) pun juga banyak dihujat oleh masyarakat Ibukota. Ini adalah kali pertamanya saya mempergunakan Busway. Setelah mendengar banyak sekali pengalaman dari orang-orang sekitar saya yang bercerita tentang pengalamannya di busway, well, I am expecting to have my own experience yang mungkin bisa saya ceritakan pada beberapa rekan saya yang juga pengguna jasa Busway. What happened then is faaaaaaaaarrrr beyond my expectation.
Ketika memasuki tempat pembelian loket, saya mengamati keadaan sekitar, betapa sangat jauh perbedaannya dengan station MRT di Singapura (call me SOK!) atau dengan station BTS di Bangkok .. keadaan terlihat gelap dan somehow kumuh dan mbak penjaganya asyik mengunyah sesuatu sambil meladeni para pembeli tiket. Setelah membeli tiket kemudian saya memasukkan kartu tersebut ke tempatnya dan saya berharap kartu itu keluar kembali ternyata tidak, .. hihihi, keseringan naik BTS di Bangkok kali yaakkk … (again, SOK!) .. setelah menunggu beberapa saat, datanglah Trans Jakarta yang dinanti, saya naik dan tampak agak penuh, maklum pukul 18.30, three in one dan waktunya orang pulang kantor pula. Saya berdiri dekat pintu sambil memperhatikan sekeliling, well, kebanyakan adalah para pekerja yang setelah seharian bergulat di kantor dan tampaknya ingin segera pulang, .. ada yang asyik ngobrol, ada yang asyik dengerin iPod, ada yang asyik baca, ada yang juga duduk diam atau berdiri sambil terkantuk-kantuk.
Setelah beberapa saat naik, ketika Trans Jakarta sampai di daerah Senayan atau Bendungan Hilir, saya lupa tepatnya, .. orang yang duduk tepat di depan saya berdiri dan bersiap-siap untuk turun, well, finally I got my chance to sit in Trans Jakarta.Segera setelah wanita yang duduk dihadapan saya itu berdiri, saya langsung duduk di tempatnya. Well, the seat belongs to anyone and I feel that I am entitle to have that seat since I’ve been standing in front of her. Seperti juga layaknya kendaraan umum lain, saya pikir jamak bahwa siapa cepat dia dapat.
Akhirnya duduklah saya dengan manisnya, menikmati kursi Trans Jakarta dengan tenang sambil tentunya tetap memperhatikan sekeliling. Tiba-tiba ada dua wanita bergeser dari arah tengah menuju ketempat saya duduk dan berdiri tepat didepan saya. Salah seorang dari wanita tersebut tiba-tiba berkata:
“Not such a gentleman” .. sambil matanya melirik kepada saya. Saya yang lagi terkantuk-kantuk mendadak mata saya menyala mendengar kalimat bijaksana dari seorang wanita ngga jelas, berjilbab *sorry* dan sama sekali tidak cantik.
“Excuse me ?” .. saya mendongakkan kepala dan menatap tajam pada wanita itu.
“Oh he understands,” wanita bicara sama temannya.
“Do you think I am stupid ?,” saya tambah nyolot dan suara saya mulai keras, saya menyadari beberapa orang disekitar mulai melihat kearah kami. Saya tidak perduli.
“Well, do you know why Indonesian women celebrating the born of Raden Ajeng Kartini on 21st April ? I tell you, because she fights for emancipation. You called this emancipation ? asking a seat ?” saya terus bicara tanpa perduli lagi dengan kondisi bahwa tampaknya .. ehm .. satu Trans Jakarta sudah melihat kearah saya. Bodoh ah, sometimes we need to give lesson to people that seems underestimating other people.
Teman si wanita itu sudah sibuk mencolek-colek dia untuk tidak bicara lagi. Dan saya terus menatap wanita yang sama-sekali-tidak-cantik-dan-tak-jelas itu dengan tatapan saya yang pastinya kalo bisa nyala, bola mata saya udah nyala kayak singa ngamuk.
Tak berapa lama kemudian sampailah Trans Jakarta di pemberhentian terakhir di Terminal Blok M, saya kemudian berdiri dan sudah pasang ancang-ancang just in case the lady wants to talk some more .. tapi ternyata kedua wanita itu bergegas keluar dari Trans Jakarta dan saya melihat pandangan geli para penumpang lainnya.
Well, … Busway – sebuah pengalaman ..
Monday, April 07, 2008
SEMPURNA
dimataku kau begitu indah
kau membuat diriku akan slalu memujamu
di setiap langkahku
ku kan slalu memikirkan dirimu
tak bisa kubayangkan hidupku tanpa cintamu
*
janganlah kau tinggalkan diriku
takkan mampu menghadapi semua
hanya bersamamu ku akan bisa
reff:
kau adalah darahku,
kau adalah jantungku
kau adalah hidupku, lengkapi diriku
ooo sayangku .. kau begitu
SEMPURNA
kau genggam tanganku
saat diriku lemah dan terjatuh
kau bisikkan kata
yang hapus semua sesalku
satu pagi menjelang ufuk fajar datang untuk bersinar menyinari bumi persada tercinta ini, seseorang bertelanjang dada, memainkan jemarinya pada senar-senar gitar, sambil menikmati sebatang a mild merah dan menyanyikan lagu ini dengan tatapan penuh rasa cinta dan sayang. adakah yang lebih sempurna ?
Thursday, April 03, 2008
PACARAN
“Discovering myself through loving someone”
AL
“ … pacaran akhirnya buat jadi pendamping hidup gue nantinya, jadi masing-masing saling Bantu n mendukung dalam MENINGKATKAN KUALITAS DIRI, buat menghadapi kehidupan bersama ke depannya. Bukan cumin sekedar sayang-sayangan nggak jelas.”
RY
“Pacaran itu, nggak tau …”
YAN
“Proses pengenalan satu sama lain dalam keterikatan untuk menemukan pasangan untuk tahap yang lebih serius.”
WEDH
“Pacaran lebih kepada pengenalan karakter individu, dan hasrat untuk memliki biasanya lebih dominant. Hal inilah yang memunculkan rasa sayang, cemburu dan cinta.”
TOBH
“Tau, kenapa tanya gue ? gue udah ngga pacaran dua tahun!”
OW
“Masa-masa berdua menikmati apa yang lu berdua inginkan, dimana lu ngga mungkin bisa melakukan itu kalau ngga sama pacar lu, kecuali lu emang type sana sini mau.”
FACH
“Kegiatan melepas rasa sayang antar dua umat manusia yang sedang berkasih untuk lebih saling mencinta.”
IRZ
“Proses cari jodoh”
EM
“Hubungan dua orang yang lebih dari sahabat, biasanya pasti ada sexnya.”
IQ
“… hmm .. punya ‘teman’ untuk berbagi cerita, rasa suka dan duka *halah*. Dan yang penting kalo mau nonton ada yang nemenin .. “
DEW
“Dua orang yang sama-sama suka trus berkomitmen untuk ngejalin hubungan.”
WIEN
“… hubungan 2 orang yang saling tertarik n memiliki tujuan yang jelas n ada komitmennya.”
IRV
“Hubungan yang bisa menimbulkan kenyamanan dan kedekatan, bukan hanya secara fisik tapi lebih secara emosional.”
GUN
“Pacaran saat memahami, menjajaki, mengerti karakter masing-masing. Saat mencari tau kecocokan, berkomunikasi dua arah.”
EN
“Sharing perasaan dengan komitmen kali yaa”
JEM
“Pacaran adalah suatu hubungan yang lebih istimewa dari pertemanan dimana hati antara dua individu yang bersangkutan sudah merasa cocok satu sama lain dan dimana rasa cinta berkembang lebih cepat daripada sebelumnya.”
ATR
“Saat dua orang khilaf dan ngga peduli lagi, jadinya ngga waras baren in the sweetest way. Coz let’s face it, pacaran yang pake hati blinds the smartest people!”
AL H
“Pacaran ibarat dipindahkan dari neraka ke surga. Tapi di surga itu pun ada neraka-neraka yang lain, setan-setan berdatangan, ngajak pindah lagi ke neraka.”
WIL
“Pacaran, kata orang sih buat saling mengenal. Kalo kataku sih penjajahan terhadap kehidupan orang lain dalam bentuk terselubung.”
DHIT
“Pacaran itu nggak jaman! Yang lagi jaman yaa nikah! Kalo ngga bisa nikah yaa kawin!”
Well, itulah definisi pacaran ketika saya bertanya kepada beberapa teman. Adalah sebuah pernyataan mendasar bahwa pacaran merupakan hubungan antara dua orang manusia dalam berbagi suka, duka dan juga berkaitan dengan emosional, kejiwaan disertai dengan komitmen atau kesepakatan bersama.
Hubungan pacaran itu sendiri dijalankan tergantung atas bagaimana kesepakatan dua orang tersebut (ngga mungkinlah satu orang, itu namanya mencintai diri sendiri!). Beberapa orang sanggup melaksanakan dengan apa yang disebut hubungan jarak jauh atau lebih dikenal dengan Long Distance Relationship. Sementara ada yang hanya bisa satu kota saja. Lain orang ada yang menyebut dirinya dalam berhubungan / pacaran adalah “domestic partner” atau ada yang disebut dengan hubungan tanpa status atau mungkin juga teman tapi mesra.
Saya teringat dengan pembicaraan dengan sobat saya Re, dia bilang bahwa pacaran itu yang sering terjadi adalah agreement / perjanjian bukan komitmen. Menurut dia komitmen itu harus dating dari diri sendiri, atas kemauan hati yang tulus dari kita. Yang sering terjadi justru ketika orang menyatakan pacaran maka terjadilah suatu pernjanjian antara dua orang. Bahwa yang satu harus begini , yang lain harus begitu. Yang satu bilang tidak boleh pergi ke satu tempat tanpa pasangannya, sementara satunya bilang bahwa dalam satu minggu harus ada kebebasan untuk satu pihak tanpa diganggu ataupun ditanya kegiatannya apa saja hari itu.
Teman saya yang lain bilang bahwa dia lebih suka dengan long distance relationship. Karena dengan begitu maka masing-masing memiliki waktu untuk dirinya sendiri tanpa harus repot memikirkan pasangannya lagi apa, dimana dan sama siapa walaupun tetap harus ada komunikasi. Eh ?
Suatu sore dalam suatu perbincangan teman saya bilang bahwa dia ingin putus dari pacarnya . Dia tiba-tiba saja entah kenapa kemudian kehilangan esensi, makna dari hubungan dia dengan pacarnya. “Enggak tau kenapa yaa, Kang, kok tiba-tiba I didn’t feel the spark anymore.”
Melalui banyak definisi dan lainnya, saya berpikiran bahwa dalam berpacaran yang paling sulit dilakukan adalah melakukan komunikasi yang punya kualitas, pertemuan yang tidak sekedar bertemu tapi mempunyai pembicaraan yang berkualitas, kenyamanan, kehangatan yang bisa menimbulkan spark of love all the time dan itu tidak mudah. Banyak orang ketika pasangannya mulai berlebihan dalam menunjukkan rasa sayangnya kemudian mundur ketakutan, entah kenapa, mungkin mereka khawatir bahwa kemudian pasangannya menjadi seorang yang posesif dan psikopat.
Sebelum ditanya, maka saya bilang bahwa definisi pacaran buat saya adalah satu hubungan dengan kadar komunikasi, sayang, cinta, kejujuran diatas level rata-rata. Dalam artian bahwa dalam berpacaran buat saya yang paling utama adalah intensitas komunikasi yang berjalan dengan baik tanpa merasa dituntut harus memberi kabar atau juga harus meminta ijin untuk satu dan lain hal. Kemudian juga intimacy atau kemesraan (kok agak aneh yaa bahasa Indonesianya ?) yang berjalan terus dan masing-masing selalu mempunyai cara yang menyenangkan untuk terus meningkatkan hubungannya.
Pertanyaan berikut adalah .. kapan yaa saya pacaran ? ..
*halaaahh .. curhat colongan*
Tuesday, March 18, 2008
Selingkuh dan Ngalor - Ngidul
Entah kenapa kok tiba-tiba saya seolah melihat diri saya beberapa waktu ke belakang. Apakah benar adanya bahwa ketika kita suka atau taruhlah mencintai seseorang walaupun bertepuk sebelah tangan, kita akan terus berjuang dan berusaha ? .. sampai kapan ? .. sampai titik darah penghabisan ? .. sampai dengan kata penolakan terdengar ? ..
Saya pernah ada dalam situasi dimana saya merasa bahwa saya telah mengorbankan banyak hal untuk hanya mendapatkan sebongkah perhatian yang terkadang itu adalah perhatian yang sebenarnya tidak penting-penting banget. Dan itu terjadi berulang dan berulang.
Ketika (kembali saya cerita) beberapa waktu lalu saya melalui (boleh dikatakan) masa patah hati, saya berusaha untuk bisa bangkit kembali dan mencoba menata hidup saya kembali dari awal .. exactly dari awal. Saya memutuskan untuk sementara ini memfokuskan diri lebih kepada pekerjaan dan hal-hal terkait yang kiranya bisa membuat saya melupakan sesaat apa yang menjadi kekecewaan saya dalam urusan dunia cinta. Memutuskan untuk lebih fokus lagi dalam berbagi pengalaman kepada orang-orang yang sekiranya membutuhkan bahkan termasuk kepada orang yang pernah masuk dalam lingkaran hati urusan cinta saya.
Hari ini tiba-tiba saya mendapat telpon dari Al yang menyampaikan sebuah kabar baik bahwa dirinya sudah jadian dengan And. Kabar itu kemudian membuat saya kembali teringat pada pesan Her Ze tadi. Al sudah berjuang keras dari keberadaannya yang (mungkin) tidak dilihat oleh And menjadi terlihat, nyata dan And merasakan bahwa kehadiran Al membawa warna tersendiri dalam dirinya dan akhirnya perjuangan Al berhasil dan saya hanya bisa mengatakan bahwa semoga mereka senang dan tentunya bahagia dengan apa yang menjadi pilihan mereka.
Malam ini saya sms-an dengan Firel, ... Firel yang kemunculannya sangat spektakuler dan juga menimbulkan banyak kontradiksi dan juga hujatan-hujatan. Saya bertanya padanya sebuah pertanyaan sederhana, .. “Menurut kamu definisi selingkuh itu bagaimana ?”
Firel menjawab bahwa selingkuh adalah hati terikat oleh cinta pada satu orang, tapi nafsu mengambil alih dan raga menjadi nafsu. Selingkuh adalah saat nafsu ditempatkan lebih tinggi dari cinta.
Lalu saya bertanya lagi pada Firel apakah berarti selingkuh tidak melibatkan cinta ?
Firel kemudian menjawab kembali, .. rumitnya disitu. Kadang yang menjadi orang ketiga datang dengan cinta murni (otomatis cinta terlibat), tapi orang pertama , apakah punya cinta ? tidak berarti demikian.Kebanyakan adalah pelarian karena tidak puas dengan orang kedua / pasangannya.
Pertanyaan saya kembali, ... Pelarian atas nama nafsu atau atas nama cinta ?
Dijawabnya, ... Nafsu. Kalau pun pelarian atas nama cinta, maka bukan begitu caranya, orang pertama itu takkan pernah bisa mencintai dengan segenap hati kalau dari awal sadar atau tidak sadar, orang ketiga hanya dijadikan tempat pelarian. Hal itu akan menyakiti orang ketiga yang buka hati untuk cinta yang tulus.
Sebuah diskusi kecil dan menarik buat saya. Kadang dengan bertanya padanya saya seolah mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan saya yang terkadang saya pendam sendiri.
Saya jadi teringat ketika tiba-tiba ditengah siang bolong dapat sms dari Wedh, dia tanya ... ngobrol berjam-jam di telpon, tiap hari ketemu sampai jam tiga pagi ... meluangkan waktu bersama-sama .. apakah itu masuk kategori selingkuh ? ...
Wedh ini sudah punya pasangan dan sekarang dia dekat dengan Mok.
Saya bilang bahwa selingkuh itu relatif, tergantung kita sendiri mendefinisikannya seperti apa. Saya bilang padanya berdasarkan pengalaman saya bahwa sms-an, ngobrol setiap hari, ngopi, diskusi banyak hal dan tidur bersama namun tidak melakukan apa-apa ... saya tidak menganggap itu sebagai selingkuh. Tapi saya kategorikan Hubungan Tanpa Status .. eh itu sama saja dengan selingkuh yaa ? .. hihihihihi. Atau Teman Tapi Mesra ... halaaaahhhh ...
Saya akui bahwa perjuangan Wedh adalah sampai dengan titik penghabisan dengan segala macam cerita cinta dan dramaturgi yang mungkin sekarang sudah selesai karena sudah mendapatkan jawaban walaupun mungkin jawaban itu belum pasti.
Hmmm .. malam semakin larut dan saya terlenakan oleh lagu-lagu tahun 80an yang berkisaran seputar cinta.
Saya teringat pada satu malam di salah satu restoran cepat saji di Bandung ketika lagi menunggu teman-teman datang dari Jakarta. Saya, Fit, Her Ze, Al dan At berbincang-bincang tentang banyak hal .. tiba-tiba kita semua memutuskan untuk berdoa bersama (such a scene dech pokoknya) .. doa itu adalah doa kami untuk supaya dapat dimudahkan jalannya mendapatkan jodoh. Her Ze selalu bilang bahwa doa itu sudah terjawab sesuai dengan duduk dan berlawanan arah jarum jam. So, remembering the place we sat, ... saya kemudian membenarkan apa yang menjadi doa dan kemudian teori Her Ze. At baru saja jadian .. disusul dengan Al .. maka kemudian harusnya adalah Her Ze, Fit dan terakhir saya ...
Hahahaha, ..saya tertawa sendiri ketika saya membaca lagi semua tulisan ini dari awal, .. jadi menjadi tidak fokus pada cerita tapi malah jadi curhat colongan dan ngobrolin ngalor-ngidul ...
Anyway, .. saya kemudian berpikir, apakah kemudiah Her Ze akan menemukan cintanya ? ketika perjuangan yang dia lakukan terus berlanjut dan dia merasa bahwa apa yang dia perjuangkan belum sampai titik darah penghabisan. Lalu bagaimana dengan Fit ? ... akankah dia menemukan juga cintanya yang hilang ? ... sedang untuk saya sendiri, I prefer to say NO COMMENT seperti kata artis pemain Jendela Rumah Kita.
Ada baiknya saya kembali bekerja dan melupakan semua itu sesaat. Satu hal yang menggembirakan adalah bahwa saya akan ketemu dengan teman-teman dari Bandung yang menurut rencana akan datang ke Jakarta.
Malam semakin larut, ... secangkir kopi dan berbatang rokok sudah dihisap .. time to go to bed dan menyambut hari esok dengan senyum, doa dan ikhtiar.
Tuesday, March 11, 2008
Newbie, Player dan Makhluk Tuhan
Awal mulanya perkenalan itu berjalan biasa saja, tidak ada satu tendensi apa pun. Saya hanya memperhatikan sekilas mengingat bahwa banyak sekali yang bercerita tentang dia sebagai seorang newbie dalam dunia barunya yang dia yakini akan dia jalani.
Saat itu sama sekali tidak ada pemikiran bahwa kemudian hubungan saya dengannya akan berlanjut ke tahap-tahap berikutnya.
Keesokan harinya ketika saya lagi menikmati sebatang rokok dan secangkir kopi pahit pada saat bertugas di salah satu tempat pemutaran. Firel datang dan kemudian menyapa kami-kami yang dikenalnya satu persatu. Saat itu maksud dan tujuannya datang adalah untuk menonton film yang diputar. Ketika pemutaran selesai, sambil menunggu waktu pemutaran berikutnya, dia kemudian menggabungkan diri dengan saya, Eg, At dan beberapa rekan lainnya. Saat itu kami terlibat pada satu diskusi hangat seputar tentang kehidupan dunia baru yang baru saja dijalaninya.
Diskusi ini kemudian berlanjut di cafe tempat pemutaran berlangsung. Saya, Eg dan Firel. Dia bertanya ini dan itu mengenai kehidupan dunia barunya. Pada mulanya saya berpikir apakah sedemikian naif dan polosnya seseorang ketika dia baru memasuki satu dunia yang diniati untuk dijalaninya. Sebab, bukan hal yang mudah dan bukan keputusan yang harus diambil secara emosi ketika kita memutuskan untuk melakukan ataupun menjalani sesuatu.
Pembicaraan terus berlanjut, pembahasan dari mulai tipe orang yang disukai, hubungan intim sampai dengan pembahasan-pembahasan mendasar lainnya. Hari itu entah kenapa tiba-tiba saja saya merasakan satu rasa kesepian tiba-tiba menghentak masuk dalam diri saya dan saya berusaha untuk menetralisirnya.
Anyway, back to the topic,
Beberapa hari setelah itu, festival berakhir dengan ditutup oleh closing party. Menjelang Closing Party, Firel mengirimkan sms kepada saya yang bilang bahwa dia ingin ikut acara Closing Party. Saya bilang boleh saja dan saya menganjurkan untuk ikut bergabung siapa tahu dia bisa mendapatkan apa yang dia cari. Kehadiran Firel pada acara Closing Party itu ternyata membawa banyak nuansa dramaturgi yang sama sekali di luar jangkauan prediksi saya. Awal mula yang begitu menyakitkan untuk sebagian orang tapi saya sendiri mungkin masuk dalam lingkaran dramaturgi itu.
Pesta malam itu merupakan pestanya Firel lebih tepatnya tinimbang acara penutupan Festival Film. Awal mulanya dia hanya diam saja tapi kemudian ketika banyak orang mulai menyadarinya eksistensi dia dalam pesta itu, mulailah para ahli drama .. para ratu drama bermunculan. I should be ashamed to myself anyway.
Sampai kemudian Gam, salah seorang volunteer terlihat sangat intens berbincang dan selalu berada didekatnya. Pada saat yang lain tampak juga orang-orang lain sepertinya berebut untuk bicara dan dekat dengan Firel. I should have known that this would happen dan bodohnya saya masuk dalam lingkaran dramaturgi itu.
Malam itu Closing Party berakhir dengan banyak peristiwa, .. Ad dan At, ... Gam dan Firel, .. me and myself. Saya biarkan itu semua berlalu menjadi bagian kehidupan yang saya pikir tidak usah diungkit lagi.
Beberapa hari setelah Closing Party, saya seperti biasa kumpul dengan anak-anak untuk sekedar minum kopi dan ngobrol ini dan itu. Dalam satu perbincangan entah bahan pembicaraan apa kemudian tiba-tiba semua bicara tentang Firel. Hampir semua orang mengatakan bahwa Firel adalah seorang player pada dasarnya, cukup sadar dengan apa yang dia lakukan dengan menjerat jala kemana-mana dan juga seolah memberikan lampu hijau kepada setiap orang. Agak tertegun ketika saya mendengar semua itu. Benarkah demikian adanya ?
Saya sendiri kemudian mengkaji ulang semua peristiwa, semua pembicaraan saya dengan Firel, semua apa yang sudah saya diskusikan dengannya dan semua yang sudah saya bahas dengannya beserta seluruh tanggapannya.
Orang bilang bahwa hati kecil tidak pernah berbohong, dan hati kecil saya mengatakan bahwa sesungguhnya dia bukan seorang player, dia hanya mencoba berskap manis pada setiap orang dan saya pikir hal itu wajar mengingat bahwa dia baru saja menemukan teman-teman baru dalam dunia barunya. Seperti yang Eg bilang bahwa dia seperti anak kecil yang baru masuk Dufan untuk pertama kalinya.
Pada suatu siang setelah usai bertemu dengan teman-teman masa SMA, saya kemudian mengajak Al dan Her untuk minum kopi bersama. Pada dasarnya sich ingin curhat sama Al mengenai apa yang selama ini mengganjal dalam pemikiran saya. Tiba-tiba Al bilang bahwa Gam akan gabung. Saya sebenarnya agak reluctant, bukan karena saya tidak menyukai Gam tapi lebih kepada apa yang akan saya curhatkan pada Al adalah mengenai Firel dan sepanjang pengetahuan saya bahwa Firel lagi dekat dengan Gam.
Gam datang bergabung dengan saya dan Al serta Andh. Gam banyak bertanya mengenai seputar kehidupan percintaan dan bagaimana menyikapi sebuah hubungan. Saya agak terkejut ketika Gam bercerita bahwa malam ini dia janjian dengan Firel untuk makan malam bersama. Saya pikir ada sebuah langkah maju yang dilakukan oleh Firel dengan mengajak Gam makan malam. Firel datang agak terlambat, satu jam lebih dari waktu yang dijanjikan. Sepanjang saya ngobrol dengan Gam, beberapa kali Gam mencoba menghubungi Firel namun tidak berhasil karena telpon tangan Firel sepertinya mati atau dimatikan. Agak aneh buat saya.
Firel datang, ada sedikit ketidaknyamanan yang saya lihat dari dirinya, namun karena lagi asyik ngobrol dengan Andh mengenai tugas kampusnya sambil sesekali juga mengkomentari pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan-pernyataan dari Gam, saya tidak terlalu memikirkan tindak-tanduk Firel.
Selesai ngobrol di cafe dengan mereka (Firel dan Gam kemudian memisahkan diri untuk makan malam), saya melanjutkan obrolan di rumah Jak. Saat itu pun Al sedang sibuk ber-sms-an dengan Andh. Saya sibuk dengan pikiran saya sendiri, mengkaji apa yang baru saja saya lihat di cafe tadi seputar mengenai ketidaknyamanan Firel. Saya pikir bahwa hal itu mungkin karena suasana dan satu dan lain hal sehingga Firel bersikap seperti itu. Ada keengganan untuk makan malam namun karena sudah janji mungkin tidak enak buat dirinya untuk membatalkan. Itu sekedar analisa saya saja, yang mana biasanya analisa ngasal itu suka benar. Ah hem!
Sepulangnya dari makan malam, Gam yang tinggal dengan Jak, kemudian bercerita mengenai satu hal bahwa sesungguhnya saat ini Firel lagi dekat dengan seseorang dan seseorang ini dikenal sebagai salah satu teman dari kita semua. Saya kembali agak tertegun. Menarik garis ke belakang dan mencoba mencocokkan dugaan saya dengan cerita Gam.
Sampai dengan saya pulang, saya masih berpikir namun saya pikir ada baiknya saya tidak merepotkan diri dengan pemikiran-pemikiran tidak perlu. Baru keesokan paginya ketika bangun, saya mendapatkan kabar melalui sms dari Gam bahwa Firel sudah jadian dengan seseorang. Saya berpikir cepat dengan kemudian mengkontak Firel, mengirimkan sms menanyakan apa yang menjadi kegiatan dia hari ini dan dia menjawab bahwa dia akan berduaan dengan pacarnya. Rasa penasaran akan benarnya analisa saya kemudian membuat saya mengirimkan sms kepada seseorang menanyakan kabarnya dan mengenai kehidupan percintaannya apakah dia sudah punya pacar lagi atau belum dan orang ini menjawab bahwa dia baru saja jadian dan tampak terkejut dengan pertanyaan saya. Confirm sudah bahwa Firel sudah jadian dengan Adr. Saya kemudian mengirimkan satu sms yang cukup panjang pada Firel, mengucapkan selamat dan kemudian meminta dia untuk berhenti memberikan lampu hijau kepada orang-orang yang sedang mendekati dirinya.
Gam mengirimkan sms kepada saya menanyakan apakah saya tahu orangnya atau tidak, saya katakan padanya bahwa saya sedang menelusuri dan sekiranya benar maka sesungguhnya Gam sudah tahu siapa orangnya. Gam kemudian mengirimkan sms lagi kepada saya mengatakan bahwa Firel bilang bahwa saya sudah tahu orangnya. Bebelit yaa bhooo ... susaaaaaahhh .. damn complicated dan berputar-putar. Saya bilang pada Gam bahwa Adr adalah orangnya.
Hari itu kemudian saya pergi makan siang dengan Firel dan Adr. Bicara banyak hal dan dari situ saya tahu banyak bahwa selama ini yang dianggap oleh orang-orang mengenai diri Firel yang seolah-olah memberikan lampu hijau kepada setiap orang adalah salah. Well, saya tahu itu pasti tapi saya juga tidak bisa menyalahkan orang-orang yang menganggap Firel adalah seorang player sejati. Jauh dari anggapan bahwa dia adalah seseorang yang polos, newbie dan tidak tahu apa-apa, saya percaya bahwa Firel tahu apa yang harus dilakukan dan mungkin cara penyampaiannya yang salah.
Beberapa teman dekat saya sedemikian hebatnya men-judge seorang Firel, saya hanya bisa mengatakan kepada mereka bahwa mereka bukan Tuhan-Tuhan kecil yang dapat menilai orang hanya dari kadar luarnya saja. Seperti layaknya filsafat buah jeruk, kita selalu terpaku bahwa kalau kulit jeruk itu hijau sudah pasti buahnya asam, belum tentu!. Cobalah kupas dan rasakan buah jeruk itu apakah betul asam atau tidak ? seperti layaknya buah jeruk, cobalah kenali Firel lebih dalam, baru setelah itu dapat mengkomentari semua yang berkaitan dengannya. Jangan hanya mengandalkan teori pembenaran saja.
Buat saya beradaptasi dan menyelami Firel adalah merupakan satu bab tersendiri dalam kehidupan saya. Saya tidak memungkiri bahwa dia adalah seorang newbie tapi juga kita tidak boleh lupa bahwa dia adalah makhluk Tuhan yang tentunya jauh dari sempurna, mengutip kata orang bahwa kesempurnaan itu adalah milik Tuhan semata.
Sekarang buat saya terserah orang untuk menilai Firel seperti apa. Kebencian mereka atas tingkah laku Firel pun tidak bisa saya salahkan, again .. seseorang berkata bahwa dia tidak membenci orangnya tapi membenci tingkah lakunya. Urusan tingkah laku adalah tinggal bagaimana kita menyikapinya. Saya bukan orang bijak tapi saya berusaha agar masing-masing tahu porsi dan posisinya. Seandainya hal ini terjadi pada mereka, lalu apa yang akan mereka lakukan ? terkadang sebagai manusia kita luput untuk berempati, menempatkan diri kita pada posisi orang.
Eh .. ini hanya sekedar tulisan ... dan saya tulis panjang lebar karena belakangan ini tiba-tiba saja saya merasa terganggu dengan hal-hal yang berkaitan dengan dirinya yang terus-terusan mendapat konotasi buruk. Sedemikian buruknyakah sehingga untuk mendapatkan sedikit kredit baik pun tidak bisa ?
Semoga saja Firel dan Adr bisa bersama menghadapi semua ini dengan kepala dingin dan menjadikan hal ini pelajaran hidup. I know they are young but it doesn’t mean that they can’t learn.
Satu cerita selesai.