Friday, September 03, 2010

TIGA - Sebuah Pemikiran Sederhana akan Tiga Hal

Sepulang dari premiere film Darah Garuda – Merah Putih II, yang mana undangannya pun didapat karena minta dan bukan karena diundang, tiba-tiba saya merasa bahwa ada tiga hal yang entah kok jadi menganggu pemikiran saya. Mungkin tiga hal sederhana dan tidak semuanya buruk.

Pertama adalah pembangunan Gedung MPR / DPR yang katanya bakalan menghabiskan dana triliunan rupiah dan gedung tersebut pun akan dibangun 36 lantai dengan fasilitas tampaknya seperti hotel bintang lima plus fasilitas spa pula didalamnya, sangat hits sekali yaa para wakil rakyat kita ini.

Keadaan ini sungguh berbanding terbalik dengan dunia pendidikan Indonesia yang semakin carut marut ngga karuan, entah apa yang sesungguhnya dikerjakan oleh para menteri kita atau pun juga para wakil rakyat yang duduk di berbagai komisi. Gaung para public figure yang kemudian menjadi aktifis di lembaga tinggi negara ini pun seolah menghilang tak ada suaranya. Suara mereka adalah suara rakyat ? Wallahualam!

Kalau saja dana pembangunan gedung tersebut dialihkan kepada sektoral-sektoral yang kiranya significant bisa membantu kemaslahatan orang banyak, pastinya banyak pihak yang akan membantu, memberikan aspirasi dan memberikan rasa penghargaan tinimbang dijadikan bahan hujatan, celaan dan hinaan semata. Mungkin memang mentalitas yang ada di gedung itu haus akan hujatan daripada pujian atau penghargaan ? Wallahualam!

Ketika banjir menjadi permasalahan yang kerap datang setiap lima tahun sekali, ketika bencana alam menjadi hal yang sangat dramatis dan butuh dibantu, ketika Indonesia bagian timur seolah tertinggal jauh (walaupun ada Menteri Percepatan Pembangunan Wilayah Timur Indonesia), ketika dan ketika dan ketika, itu semua hilang lenyap tak ada jejak dan menjadi bahan – bahan yang tak perlu dibahas, ditelaah, diteliti.

Apakah gedung 36 lantai itu nantinya seperti layaknya hotel bintang lima dengan fasilitas kamar per kamar bagi para anggota dewan sebagai penghuninya ? dengan nama masing-masing tertera di pintu kamar ? dengan kemungkinan kamar – kamar tersebut dibiarkan kosong karena yang punya kamar asyik dengan bisnis sampingan lainnya dan tak pernah hadir walau hanya untuk tanda tangan daftar absen sekalipun ? dengan pendingin ruangan dan segala fasilitas yang sekiranya tidak diperlukan tetap menyala dan menjadi bahan hujatan pemborosan nasional ? Wallahualam!

Kedua adalah film Darah Garuda yang baru saja saya tonton beberapa jam yang lalu. Sebuah film trilogy yang sekarang memasuki bagian kedua. Film ini sangatlah nasionalis sekali. Dari judulnya pun kita mengetahui bahwa film ini bercerita tentang sejarah perjalanan bangsa dari beberapa saat sebelum kemerdekaan dan memasuki bagian kedua adalah menjelang atau saat agresi militer Belanda ke I seputaran tahun 1947. Bagian cerita yang buat saya pribadi sedikit mendetail adalah bahwa kisah Darah Garuda ini diambil dari akibat gagalnya Perjanjian Linggajati dan semua aksi ini ada dibawah komando Van Mook. Beberapa hal yang menarik dari premiere film ini adalah kata sambutan yang diberikan oleh Executive Producer Hashim Djojohadikusumo yang merupakan putra dari Begawan Ekonomi Indonesia Sumitro Djojohadikusumo dan juga saudara kandung dari Prabowo Subianto terkesan sangat nasionalis, saya seperti sedang menghadiri sebuah rapat akbar sebuah partai. Acara premiere ini pun dihibur oleh paduan suara yang saya lupa namanya yang menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dalam 3 stanzah yang berbeda yang hanya digunakan pada saat masa-masa lagu ini baru tercipta dan diperdengarkan pertama kalinya pada Kongres Pemuda II pada 28 Oktober 1928. Pertanyaan saya, kenapa harus dua bait yang tak pernah lagi dinyanyikan harus sekarang dinyanyikan kembali ? Kalau jawabannya adalah untuk menggelitik rasa kebangsaan dan juga rasa nasionalisme, well, saya tersentuh dan sempat meneteskan air mata pada bait yang tak lagi pernah diperdengarkan:

Indonesia, tanah yang suci,
Tanah kita yang sakti,
Di sanalah aku berdiri,
N'jaga ibu sejati.

Indonesia, tanah berseri,

Tanah yang aku sayangi,

Marilah kita berjanji,

Indonesia abadi.

S'lamatlah rakyatnya,
S'lamatlah putranya,
Pulaunya, lautnya, semuanya,
Majulah Neg'rinya,
Majulah pandunya,
Untuk Indonesia Raya.

Boleh bilang saya cengeng atau mungkin sentimentil namun demikian adanya bahwa saya tersentuh akan baik yang mengatakan kita berjanji untuk menjaga Indonesia menjadi abadi dan doa agar semua pulau, laut dan segalanya selamat.

Dalam film ini juga yang membuat saya tercengang adalah ketika di layar lebar tersebut ditulis: Written by … dan …, saya lupa dua nama tersebut namun yang saya ingat adalah dua nama itu adalah bukan nama orang Indonesia! Betapa miris ketika kita menonton sebuah film epik perjuangan tentang kemerdekaan bangsa ini dan TIDAK DITULIS oleh bangsa kita sendiri. Saya pikir kita punya banyak pakar dan saksi sejarah yang masih hidup dan bisa menjadi narasumber yang baik.

Untuk ukuran sebuah premiere film, Darah Garuda beruntung memiliki produser yang mungkin kuat. Gemebyarnya premiere sangat terasa. Acara yang dikemas buat saya sempurna. Mudah-mudahan generasi penerus mau menonton film ini tinimbang mencari-cari film Piranha yang dicekal entah kenapa. Mudah-mudahan generasi penerus ketika kemudian melihat film ini bisa mengerti lebih jauh makna dari perjuangan para pahlawan bangsanya membebaskan ibu pertiwi dari tangan penjajahan sehingga mereka sekarang bisa menikmati hidup tanpa harus bersusah payah berjuang hanya sekedar untuk merasakan apa yang dinamakan merdeka. Selamat buat Darah Garuda, saya sudah berjanji pada ponakan-ponakan saya semua untuk menonton film ini bersama – sama nanti pada saat Lebaran.

Hal terakhir yang menganggu adalah ketika membaca sebuah artikel di facebook milik seorang sahabat, Ibnu Rizal, artikel itu berjudul Candi Borobudur Akan Digugat ke Mahkamah Konstitusi.

Saya pikir ini permasalahan baru tentang keberadaan atau apalah yang berhubungan dengan Candi kebanggaan Indonesia ini. Ternyata oh ternyata yang akan menggugat adalah para peneliti muda dari Lembaga Studi Islam dan Kepurbakalaan. Buat saya mereka adalah orang-orang sinting yang sangatlah kurang kerjaan. Maaf kalau bahasa saya kemudian menjadi kasar karena itu yang saya rasakan. Orang-orang seperti inilah yang kemudian merusak nama Islam dan menjadikan image Islam adalah agama yang bodoh. Bukti – bukti otentik apa yang dapat mereka berikan kepada masyarakat umum bahwa Candi tersebut adalah bangunan yang dibangun oleh tentara jin dan setan Nabi Sulaiman dan kemudian patung-patung Budha tersebut adalah model para bidadari surga. Astaghfirullahaladzim!

Hal lain yang membuat saya kemudian juga terhenyak dan terkaget-kaget adalah semua ini didasari atas Matematika Islam. Seumur hidup saya baru kali ini saya mendengar kata Matematika Islam. Apakah ini sebuah ilmu baru ? atau ilmu jaman dulu yang baru ditemukan kembali dan coba diterapkan ? atau apa ? Buat saya matematika adalah satu ditambah satu sama dengan dua, lalu di Matematika Islam satu ditambah satu menjadi berapa ? empat ?

Mungkin nantinya dengan Matematika Islam akan ditemukan satu penemuan baru bahwa sesungguhnya Candi Prambanan adalah tempat Nabi Muhammad melakuan Isra Mi’raj. Wallahualam!

Kicauan burung semakin ramai bersahut-sahutan, inginnya meracau terus tapi saya pikir saya berhenti saja dulu disini. Besok, lusa atau minggu depan jika ada lagi pikiran-pikiran yang menganggu , insya ALLAH saya akan tuangkan dalam bentuk tulisan.

Pamit dulu. Selamat berpuasa!

No comments: