Sepulang dari premiere film Darah Garuda – Merah Putih II, yang mana undangannya pun didapat karena minta dan bukan karena diundang, tiba-tiba saya merasa bahwa ada tiga hal yang entah kok jadi menganggu pemikiran saya. Mungkin tiga hal sederhana dan tidak semuanya buruk.
Pertama adalah pembangunan Gedung MPR / DPR yang katanya bakalan menghabiskan dana triliunan rupiah dan gedung tersebut pun akan dibangun 36 lantai dengan fasilitas tampaknya seperti hotel bintang lima plus fasilitas spa pula didalamnya, sangat hits sekali yaa para wakil rakyat kita ini.
Keadaan ini sungguh berbanding terbalik dengan dunia pendidikan
Kalau saja dana pembangunan gedung tersebut dialihkan kepada sektoral-sektoral yang kiranya significant bisa membantu kemaslahatan orang banyak, pastinya banyak pihak yang akan membantu, memberikan aspirasi dan memberikan rasa penghargaan tinimbang dijadikan bahan hujatan, celaan dan hinaan semata. Mungkin memang mentalitas yang ada di gedung itu haus akan hujatan daripada pujian atau penghargaan ? Wallahualam!
Ketika banjir menjadi permasalahan yang kerap datang setiap lima tahun sekali, ketika bencana alam menjadi hal yang sangat dramatis dan butuh dibantu, ketika Indonesia bagian timur seolah tertinggal jauh (walaupun ada Menteri Percepatan Pembangunan Wilayah Timur Indonesia), ketika dan ketika dan ketika, itu semua hilang lenyap tak ada jejak dan menjadi bahan – bahan yang tak perlu dibahas, ditelaah, diteliti.
Apakah gedung 36 lantai itu nantinya seperti layaknya hotel bintang
Kedua adalah film Darah Garuda yang baru saja saya tonton beberapa jam yang lalu. Sebuah film trilogy yang sekarang memasuki bagian kedua. Film ini sangatlah nasionalis sekali. Dari judulnya pun kita mengetahui bahwa film ini bercerita tentang sejarah perjalanan bangsa dari beberapa saat sebelum kemerdekaan dan memasuki bagian kedua adalah menjelang atau saat agresi militer Belanda ke I seputaran tahun 1947. Bagian cerita yang buat saya pribadi sedikit mendetail adalah bahwa kisah Darah Garuda ini diambil dari akibat gagalnya Perjanjian Linggajati dan semua aksi ini ada dibawah komando Van Mook. Beberapa hal yang menarik dari premiere film ini adalah kata sambutan yang diberikan oleh Executive Producer Hashim Djojohadikusumo yang merupakan putra dari Begawan Ekonomi Indonesia Sumitro Djojohadikusumo dan juga saudara kandung dari Prabowo Subianto terkesan sangat nasionalis, saya seperti sedang menghadiri sebuah rapat akbar sebuah partai. Acara premiere ini pun dihibur oleh paduan suara yang saya lupa namanya yang menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dalam 3 stanzah yang berbeda yang hanya digunakan pada saat masa-masa lagu ini baru tercipta dan diperdengarkan pertama kalinya pada Kongres Pemuda II pada 28 Oktober 1928. Pertanyaan saya, kenapa harus dua bait yang tak pernah lagi dinyanyikan harus sekarang dinyanyikan kembali ? Kalau jawabannya adalah untuk menggelitik rasa kebangsaan dan juga rasa nasionalisme, well, saya tersentuh dan sempat meneteskan air mata pada bait yang tak lagi pernah diperdengarkan:
Indonesia, tanah yang suci,
Tanah kita yang sakti,
Di sanalah aku berdiri,
N'jaga ibu sejati.
Indonesia, tanah berseri,
Tanah yang aku sayangi,
Marilah kita berjanji,
S'lamatlah rakyatnya,
S'lamatlah putranya,
Pulaunya, lautnya, semuanya,
Majulah Neg'rinya,
Majulah pandunya,
Untuk
Boleh bilang saya cengeng atau mungkin sentimentil namun demikian adanya bahwa saya tersentuh akan baik yang mengatakan kita berjanji untuk menjaga
Dalam film ini juga yang membuat saya tercengang adalah ketika di layar lebar tersebut ditulis: Written by … dan …, saya lupa dua nama tersebut namun yang saya ingat adalah dua nama itu adalah bukan nama orang
Untuk ukuran sebuah premiere film, Darah Garuda beruntung memiliki produser yang mungkin kuat. Gemebyarnya premiere sangat terasa. Acara yang dikemas buat saya sempurna. Mudah-mudahan generasi penerus mau menonton film ini tinimbang mencari-cari film Piranha yang dicekal entah kenapa. Mudah-mudahan generasi penerus ketika kemudian melihat film ini bisa mengerti lebih jauh makna dari perjuangan para pahlawan bangsanya membebaskan ibu pertiwi dari tangan penjajahan sehingga mereka sekarang bisa menikmati hidup tanpa harus bersusah payah berjuang hanya sekedar untuk merasakan apa yang dinamakan merdeka. Selamat buat Darah Garuda, saya sudah berjanji pada ponakan-ponakan saya semua untuk menonton film ini bersama – sama nanti pada saat Lebaran.
Hal terakhir yang menganggu adalah ketika membaca sebuah artikel di facebook milik seorang sahabat, Ibnu Rizal, artikel itu berjudul Candi Borobudur Akan Digugat ke Mahkamah Konstitusi.
Saya pikir ini permasalahan baru tentang keberadaan atau apalah yang berhubungan dengan Candi kebanggaan
Hal lain yang membuat saya kemudian juga terhenyak dan terkaget-kaget adalah semua ini didasari atas Matematika Islam. Seumur hidup saya baru kali ini saya mendengar kata Matematika Islam. Apakah ini sebuah ilmu baru ? atau ilmu jaman dulu yang baru ditemukan kembali dan coba diterapkan ? atau apa ? Buat saya matematika adalah satu ditambah satu sama dengan dua, lalu di Matematika Islam satu ditambah satu menjadi berapa ? empat ?
Mungkin nantinya dengan Matematika Islam akan ditemukan satu penemuan baru bahwa sesungguhnya Candi Prambanan adalah tempat Nabi Muhammad melakuan Isra Mi’raj. Wallahualam!
Kicauan burung semakin ramai bersahut-sahutan, inginnya meracau terus tapi saya pikir saya berhenti saja dulu disini. Besok, lusa atau minggu depan jika ada lagi pikiran-pikiran yang menganggu , insya ALLAH saya akan tuangkan dalam bentuk tulisan.
Pamit dulu. Selamat berpuasa!
No comments:
Post a Comment