Tuesday, March 21, 2006

In Memoriam Djuanda

Hari ini tiba-tiba saja dikejutkan dengan sebuah berita yang saya baca di Kompas Online, meninggalnya pengamat intelijen dan militer Djuanda di Paris tanggal 18 Maret yang lalu pukul 03.00 waktu Paris.

Saya mengirimkan sms ke beberapa teman dekat saya yang juga merupakan temannya almarhum. Saya pertama kali mengenal almarhum enam belas tahun yang lalu, ketika itu saya masih menjadi junior manager di salah satu perusahaan fast food terkemuka yang sedang merambah cabangnya di Surabaya.

Salah satu family dari rekanan kerja saya saat itu adalah seorang perwira muda angkatan laut yang baru saja lulus dan masih menjalani pendidikan di Bhumi Moro Surabaya. Terkadang jika lagi libur, keluarga rekan kerja saya tersebut suka sesekali bertandang ke tempat kami bekerja dan satu kali dia membawa serta almarhum Djuanda ini.

Sosok yang ketika pertama kali saya bertemu dengannya, impresi yang saya dapat adalah seorang ningrat tanah Pasundan yang sangat “correct” dalam berkata dan bertutur sapa. Setiap kalimat yang diucapkannya begitu sempurna walaupun dilafalkan dengan dialek Sunda yang sangat kental. Santun dan selalu menatap mata orang yang diajak bicara.

Bicara punya bicara ternyata almarhum mengenal keluarga besar sahabat orang tua saya di Bandung waktu sama-sama tinggal di Ciumbuleuit. Ketika beliau menyebutkan nama per nama dan saya memberitahu bagaimana kabar orang-orang tersebut, dia sangat terkejut dan dia mengenal bunda saya, waktu itu almarhum masih dalam usia beranjak remaja. Dari situlah hubungan pertemanan kami berkembang, almarhum sering datang sesekali untuk kemudian sekedar bicara atau diskusi ringan mengenai kehidupan dan segala sesuatunya. Almarhum adalah pencinta buku sejati, setiap kali kami berdiskusi atau sekedar mengobrol, referensi atau quote dari buku-buku yang pernah dibacanya terkadang dicetuskan dan menambah panjang jalannya obrolan kami dan tentunya pengetahuan kami. Tak pernah dari sekian banyak obrolan yang terjadi, terbahas masalah militer atau intelijen.

Lama tidak bertemu dengannya, saya bertemu lagi dengan almarhum sekitar tahun 2002 atau 2003, saat itu saya bekerja temporer di salah satu majalah yang cuman berumur 3 kali penerbitan dan kebetulan kantor tempat saya bekerja saat itu dijadikan tempat peluncuran buku salah satu sastrawan eksil terkenal Om Sitor Situmorang. Peluncuran buku To Love To Wander karya Om Sitor ini dimotori oleh salah satu yayasan yang bergerak di bidang sastra, budaya dan sejarah Indonesia, Yayasan Lontar.

Kita berdua sama-sama terkejut dan sama-sama senang, saling menanyakan kabar dan saya masih melihat sosok seorang Djuanda sebagai orang besar, pintar dan punya karisma dan tidak sekedar asal bicara saja. Almarhum menanyakan kabar orang tua saya. Pada saat itu kabar burung yang terdengar tentang almarhum adalah bahwa almarhum merupakan salah satu juru bisik Presiden. Buat saya pribadi, lepas dari masalah bahwa almarhum adalah juru bisik atau bukan, almarhum adalah tetap salah satu teman terbaik saya, teman berdiskusi, teman bertukar pikiran mengenai buku-buku dan teman mengobrol yang mengasyikkan dan memiliki wawasan yang sangat luas. Seperti sms yang dikirimkan oleh beberapa teman-teman saya, “Kita semua sama-sama kehilangan.” “He is a great man, idealis, pintar dan punya karisma.”

Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang dan benarlah adanya bahwa manusia mati meninggalkan nama.

Selamat jalan, Kang Djuanda. Tunai sudah janji bakti pada Ibu Pertiwi. Semoga Akang mendapat tempat disisi Allah SWT. Buat saya Akang adalah tetap yang terbaik. Mugi-mugi Gusti Allah maringan sabar lan tawakal kanggo kaluarga sadayana anu ditinggalkeun. Hatur nuhun pisan tos jadi rerencang abdi.

Wednesday, March 15, 2006

sebuah perbincangan ringan

Hari Sabtu minggu lalu saya pergi berburu film dvd seperti biasanya,setelah mendapatkan beberapa film yang saya inginkan, saya memutuskan untuk mengajak makan malam dua orang teman saya yang notabene adalah pemilik toko tempat saya membeli film-film dvd tersebut.

Sepanjang makan malam berlangsung, kami membicarakan kan banyak hal, diantaranya mereka bertanya mengenai kunjungan kenegaraan Presiden RI yang baru lalu. Saya ceritakan semuanya mulai dari persiapan sampai dengan selesainya kunjungan secara garis besarnya. Tidak berapa lama setelah itu, salah satu dari teman mereka yang juga saya kenal menggabungkan diri dengan kami. Banyak sekali tawa dan canda yang terjadi selama makan malam tersebut dan saya benar-benar menikmati malam minggu saya itu.

Setelah makan malam selesai kami memutuskan untuk melanjutkan perbincangan tidak resmi ini dengan berpindah tempat ke Elephant’s Bar Raffles Hotel Le Royale. Terkenal sebagai tempat yang terbaik diseluruh Phnom Penh untuk urusan campuran minuman alias cocktail drink, saya menyemangati semua orang untuk memesan Long Island Iced Tea dengan maksud dan tujuan supaya perbincangannya bisa lama. Sementara saya sendiri memesan the Porto Tawny.

Setelah membahas segala masalah dari mulai editing artikel, translations, alur cerita, pemain film, film-film Kamboja, Angkor Wat, Angelina Jolie, marketing toko baju, developing new café dan banyak hal lain, tiba-tiba saja pembicaraan berkisar pada masalah Khmer Merah. Disadari atau tidak disadari saya menanyakan satu hal kepada mereka mengenai Khmer Merah ini. Pertanyaan ini sudah lama menggelitik dihati semenjak saya mulai membaca semua buku tentang Khmer Merah dan kejayaan bangsa Khmer pada masa lalu dan apa yang saya lihat sekarang ini.

Saya selalu mencintai sejarah dan sampai sekarang pun tidak ada yang bisa mengalahkan rasa keingintahuan saya tentang sejarah. Ketika saya pertama kali tiba di Phnom Penh dan kemudian jalan-jalan ke Toul Sleng dan the Killing Field lalu ke Angkor Wat, mulai dari hari itu saya mulai mencari semua buku-buku yang bisa menceritakan pada saya mengenai masa-masa rezim Pol Pot berkuasa dan masa-masa kejayaan Angkor Wat yang dibangun melalui masa pemerintahan14 raja.

Sebenarnya pertanyaan yang saya lontarkan pada saat itu adalah sebuah pertanyaan sederhana.

“Mengapa generasi muda bangsa Khmer nampak seolah-olah tidak perduli dengan masa lalu bangsanya ?”

Lalu mulailah mereka menjawab pertanyaan saya tersebut, masing-masing dengan gaya dan pemikirannya dan secara jujur saya cukup terkejut karena apa yang saya simpulkan setelah membaca banyak buku mengenai Khmer Merah adalah sama dengan apa yang diceritakan oleh para orang tua teman-teman saya tersebut kepada teman-teman saya, namun ternyata banyak hal-hal kecil yang mempengaruhi dan berefek pada kehidupan yang terjadi sekarang ini. Juga kaitan apa yang telah terjadi pada masa pembantaian massal antara tahun 1975 – 1979 dengan keadaan dan kondisi serta pola pikir generasi muda penerus bangsa Khmer sekarang ini.

Mereka bilang bahwa bukannya mereka tidak perduli dengan apa yang telah terjadi pada masa lalu. Apa yang telah terjadi selama tiga setengah tahun dari mulai tahun 1975 sampai dengan awal 1979 itu adalah bukan sesuatu yang harus dibanggakan ataupun untuk diceritakan kepada semua orang terlebih-lebih bangsa asing.

Masa hitam kelam itu akan selalu ada dalam setiap ingatan orang-orang Khmer, pun tidak semua, dalam artian adalah generasi sekarang yang berusia sekitar 0 – 17 tahun, banyak dari mereka yang tidak mengerti mengapa hal itu bisa terjadi dan mengapa tidak pernah ada perlawanan atas apa yang diderita pada masa itu.

Tidak seperti di Indonesia, yang mana tragedi dalam lembaran hitam sejarah kebangsaan Indonesia yang terjadi pada tahun 1965 selalu ada dalam setiap kurikulum sejarah nasional mulai dari bangku SD sampai dengan perguruan tinggi (terlebih lagi dengan diharuskannya kita semua menonton film G30S / PKI setiap tahun), kehidupan masa hitam kelam bangsa Kamboja ini sudah tidak lagi dibicarakan atau diajarkan di bangku-bangku sekolah di Kamboja. Agak menggelitik pikiran saya mengapa hal ini tidak diajarkan lagi di bangku pendidikan di Kamboja, dan teman-teman saya itu menjawab bahwa saat ini adalah saat untuk membangun negeri ini kembali, bukan saat untuk terus memendam kepedihan dan dendam akan apa yang telah terjadi di masa lalu. Kalau dulu bangsa Khmer bisa menjadi bangsa yang besar yang terbukti dengan adanya Angkor Wat, maka setelah masa rezim Pol Pot, saatnya untuk kembali meniti menuju kebesaran itu.

Terhenyak saya pada jawaban teman saya tersebut karena inilah kali pertamanya saya mendapatkan satu jawaban yang sangat gamblang dan jelas dan penuh dengan semangat serta optimisme. Selama ini jika saya melemparkan pertanyaan seputar Khmer Merah pada beberapa orang teman saya yang bisa dikatakan usianya empat atau lima tahun dibawah saya, jawaban yang saya dapatkan hanyalah sebuah jawaban sederhana dan terkesan tidak perduli.

Teman-teman saya tersebut (baru kali ini kami membahas satu hal yang sangat detail pada sebuah perbincangan malam hari) menyadari bahwa sesungguhnya selama masa tiga setengah tahun itu telah terjadi banyak kehilangan dan yang paling penting adalah kehilangan satu generasi sehingga mengakibatkan adanya perbedaan generasi yang cukup jauh (gap of generation). Pada masa pembantaian itu adalah benar-benar masa pembantaian satu bangsa oleh bangsanya sendiri. Sebuah negara yang benar-benar menutup diri dan tidak memberlakukan mata uang pembayaran ataupun mengadakan jalannya satu pemerintahan. Semua sama rata dan sama rasa harus bekerja di sawah-sawah. Satu keluarga bisa tercerai berai dan terkadang tidak bertemu lagi. Banyak sekali yang hilang mulai dari orang-orang kerajaan, orang-orang pemerintahan, para cendekiawan, para seniman, pekerja seni, guru, anak-anak dan bayi-bayi.

Ketika mereka menceritakan pengalaman keluarga mereka masing-masing, saat itulah pertama kalinya secara nyata saya merasakan dan menyaksikan betapa secara emosional mereka meluap dan tanpa malu air mata menetes.

“Did you know that I lost one of my brother and before he died he was blind ? when my mother came to pick him up in the province, he already could not see my mom and what he did was only keep calling my mom while his hand was waving and his face was smiling as if nothing happened.”

“My mother did not want to talk about that era because she saw the Khmer Rouge killed his sister’s baby. Did you know the way they killed the baby ? they threw the baby to the air while at the ground their sword was standing so when the baby fell to the ground, the stomach or the chest went directly to the sword.”

Dan seterusnya, dan seterusnya ..
Saya menolak untuk mendengarkan lebih lanjut karena saya tidak mau sampai membayangkan bagaimana hal itu terjadi.

Mereka mengatakan bahwa mereka bukannya tidak perduli tapi mereka sudah cukup kenyang mendengarkan cerita dari mulut ke mulut yang merupakan kisah nyata para sesepuh mereka yang selalu diceritakan setiap kali ada pertemuan keluarga atau setiap kali berkumpul. Saya memahami bahwa mengapa para orang tua atau sesepuh mereka menceritakan hal ini, saya yakin bahwa sesungguhnya para tetua itu mengajari generasi mudanya agar kejadian hitam kelam itu tidak terjadi kembali di masa mendatang.

Pembicaraan masih terus berlanjut sampai larut, dan ketika waktu telah menunjukkan tengah malam setelah kami menghabiskan berbungkus rokok dan minuman, kami memutuskan untuk pulang dan berjanji untuk bertemu kembali Sabtu yang akan datang dengan pembahasan yang berbeda.

Tuesday, March 14, 2006

Selayang Pandang II

The Independent Monument


Bahwa Kerajaan Kamboja merupakan protektorat Perancis sebagaimana layaknya negara Indo-China lainnya adalah hal yang diketahui hampir semua orang. Memerdekakan dirinya dari Perancis pada tahun 1953. Monumen ini sendiri mengambil bentuk dari salah satu candi Angkor yang terkenal.

Pada Kunjungan Kenegaraan ke Kerajaan Kamboja, Presiden Republik Indonesia berkesempatan untuk meletakkan karangan bunga di Monumen Kemerdekaan ini sebagai bagian dari perjalanan resmi beliau. Maksud dan tujuannya adalah untuk memberikan penghormatan kepada para tokoh-tokoh kemerdekaan Kamboja yang telah berjuang demi kemerdekaan negerinya.

Image hosting by Photobucket
Karpet merah dan karangan bunga yang akan diletakkan oleh Presiden Republik Indonesia.


Image hosting by Photobucket
The President of the Republic of Indonesia


Image hosting by Photobucket
Monumen Kemerdekaan. Letaknya tidak jauh dari Wisma Indonesia, kediaman resmi Duta Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Kamboja.


Image hosting by Photobucket
Presiden Republik Indonesia dan rombongan diterima oleh Co-Minister of Defense / Deputy Prime Minister General Tea Banh and Co-Minister of Defense / Deputy Prime Minister General Nheak Bunh Chhay.


Image hosting by Photobucket
Menuju tempat peletakkan karangan bunga.


Image hosting by Photobucket
Presiden Republik Indonesia memberikan penghormatan dan doa kepada para pejuang kemerdekaan Kerajaan Kamboja.


Image hosting by Photobucket
Presiden Republik Indonesia meninggalkan Monumen Kemerdekaan menuju Istana Raja.

Tuesday, March 07, 2006

Selayang Pandang I

The Arrival

Pada tanggal 28 Februari sampai dengan 01 Maret 2006 yang baru lalu, Presiden Republik Indonesia dan Ibu Hj. Ani Bambang Yudhoyono mengadakan kunjungan kenegaraan ke Kerajaan Kamboja dengan didampingi oleh 3 orang menteri kabinet Indonesia Bersatu yaitu Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Boediono, Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra dan Menteri Luar Negeri N. Hassan Wirajuda. Selain itu terdapat 2 anggota Dewan Perwakilan Rakyat, 1 anggota Dewan Pimpinan Daerah serta Ketua KNPI Pusat.

Berikut adalah laporan selayang pandang dari kegiatan Presiden Republik Indonesia dan Ibu Ani Bambang Yudhoyono selama berada di Kerajaan Kamboja.

Seperti biasanya kedatangan Presiden RI ke suatu negara didahului oleh kedatangan Tim Pendahulu (Advance Team) Kepresidenan yang anggotanya terdiri dari berbagai unsur yaitu dari Protokol Rumah Tangga Kepresidenan, Biro Pers dan Media Kepresidenan, Bagian Rumah Tangga Kepresidenan, Bagian Keuangan Kepresidenan, Protokol Departemen Luar Negeri, PasPamPres, Tim Dokter Kepresidenan, Sekretariat Militer Kepresidenan, BAIS TNI, Staf Juru Bicara Kepresidenan, Staf Sekretariat Negara. Total anggota dari Tim Pendahulu ini 22 orang.

Selama seminggu sebelum Presiden RI dan rombongan tiba, Tim Pendahulu mengadakan regular dan marathon meeting dengan Panitia Penyambutan Presiden RI dari Kedutaan Besar RI di Phnom Penh dan juga dengan pihak-pihak terkait seperti protokol dari Istana Raja, protokol dari Kementerian Luar Negeri Kamboja, pihak-pihak kepolisian setempat, PasPam Raja dan PasPam PM serta juga petugas-petugas dari airport dan juga pihak hotel tempat dimana Presiden RI dan rombongan menginap.

Setelah mengklarifikasi semua hal-hal yang diperlukan dan juga yang kiranya harus diantisipasi maka tinggal menunggu hari H-nya saja.

28 Februari 2006.
Saya berangkat menuju hotel pukul 12, tugas saya untuk stand by di hotel dan tidak mendampingi tim yang lain untuk penjemputan di airport. Working together side by side dengan Mbak Ami masuk ke setiap kamar anggota delegasi untuk menaruh cindera mata dari Kedutaan Besar. Setelah itu pukul 15.00 turun ke lobby karena Presiden RI tiba di airport pukul 15.20 waktu setempat (tidak ada perbedaan waktu antara Jakarta dan Phnom Penh).

Saya tidak mengikuti jalannya Upacara Kenegaraan di airport, namun dibawah ini adalah beberapa photo yang sekiranya bisa membantu untuk menguraikan apa yang terjadi di airport.



Image hosting by Photobucket

Pada gambar terlihat karpet merah yang membentang panjang sebagai tanda bahwa tamu yang datang adalah Tamu Kehormatan Negara. Di kiri dan kanannya adalah receiving line penyambutan yang terdiri atas berbagai unsur terkait.


Image hosting by Photobucket
Masyarakat Muslim Kamboja yang merupakan masyarakat minoritas di Kamboja tampak hadir dan menjadi bagian dari receiving line yang nantinya akan dilewati oleh Raja Kamboja dan Presiden RI.


Image hosting by Photobucket
The Royal Guards, para pengawal kerajaan yang bertugas untuk mengawal karpet merah dari mulai anak tangga pesawat sampai dengan panggung kehormatan.


Image hosting by Photobucket
Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Kerajaan Kamboja dan Ibu Nani Nurrachman Oerip didampingi oleh Atase Pertahana RI untuk Kerajaan Kamboja dan Ibu Reny Andrie Sutarno tampak berjalan menuju tangga pesawat untuk nantinya menyambut rombongan Presiden RI dan Ibu Negara.


Image hosting by Photobucket
His Majesty Preah Bat Samdech Preah Boromneath NORODOM SIHAMONI, Raja Kamboja tampak menyalami Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Kerajaan Kamboja dan Ibu Nani Nurrachman Oerip


Image hosting by Photobucket
Lokchumteav Bun Rany Hun Sen, istri dari Perdana Menteri Kamboja Samdech Hun Sen tampak menyalami Ibu Nani Nurrachman Oerip.


Image hosting by Photobucket
Presiden Republik Indonesia dan Ibu Hj. Ani Bambang Yudhoyono tampak keluar dari pintu pesawat Garuda RI - 1.


Image hosting by Photobucket



Tepat pukul 15.20 pesawat Garuda RI 1 yang dinaiki oleh Presiden RI dan Ibu Hj. Ani Bambang Yudhoyono mendarat di Pochentong International Airport, Phnom Penh dari Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam.

Setelah pintu pesawat terbuka, Kepala Protokol Istana Raja Kamboja dan Duta Besar RI untuk Kerajaan Kamboja naik Pesawat Kepresidenan. Kepala Protokol Istana Raja Kamboja mempersilahkan Presiden RI dan Ibu Hj. Ani Bambang Yudhoyono turun dari pesawat diikuti oleh rombongan resmi dan ajudan dinas.

Di tangga pesawat, Presiden RI dan Ibu Hj. Ani Bambang Yudhoyono disambut oleh His Majesty NORODOM SIHAMONI, Raja Kamboja; Menteri Pendamping / Wakil Perdana Menteri dan Menteri Urusan Istana; istri Duta Besar RI untuk Kerajaan Kamboja Ibu Nani Nurrachman Oerip; Ajudan Presiden RI, Ajudan Ibu Negara, para diplomat Indonesia.


Image hosting by Photobucket
Presiden RI dan Ibu Hj. Ani Bambang Yudhoyono diterima oleh His Majesty NORODOM SIHAMONI, Raja Kamboja.


Image hosting by Photobucket
Presiden RI dan Raja Kamboja menuju Panggung Kehormatan.


Image hosting by Photobucket
Lagu Kebangsaan kedua negara.


Image hosting by Photobucket
Para pejabat pemerintahan Indonesia. Duta Besar RI untuk Kerajaan Kamboja, Menteri Sekretaris Negara, Menteri Luar Negeri dan Menteri Koordinator bidang Perekonomian.


Setelah diterima oleh Raja Kamboja, Presiden RI dan Ibu didampingi oleh Raja Kamboja menuju ke Panggung Kehormatan untuk mendengarkan lagu kebangsaan dari kedua negara secara bergantian kemudian pemeriksaan Barisan Kehormatan dan perkenalan anggota Korps Diplomatik.

Setelah upacar penyambutan resmi, rombongan Presiden RI dan Ibu Hj. Ani Bambang Yudhoyono didampingi oleh Raja Kamboja meninggalkan airport menuju Hotel Intercontinental.

Tiba di Hotel Intercontinental, Presiden RI dan Ibu Hj. Ani Bambang Yudhoyono disambut oleh General Manager Hotel Intercontinental, para diplomat Indonesia dan sebagian dari lokal staf Kedutaan Besar RI di Phnom Penh. Selain itu rombongan Presiden RI dan Ibu Hj. Ani Bambang Yudhoyono pun disambut oleh para abituren tentara Kamboja yang menyanyikan lagu Selamat Datang Presiden RI dan lagu Disini Senang Disana Senang.

Setelah itu Presiden RI dan Ibu Hj. Ani Bambang Yudhoyono menuju Royal Suite diantar oleh Raja Kamboja.

Pukul 17.00 Presiden RI dan rombongan delegasi resmi meninggalkan Hotel Intercontinental menuju Monumen Independen.

Thursday, March 02, 2006

SMS

Tanggal 01 Maret dinihari kalau tidak salah, saya mengirimkan sms ke beberapa orang dan kalau tidak salah bunyinya adalah sebagai berikut :

"Buat orang-orang mungkin tidak berarti apa-apa tapi what happened today is the greatest thing in my life. I shake hands with my President and His Majesty the King of Cambodia."

lalu sebagian menjawab :

One more thing: bersalaman sama presiden RI dan Raja Kamboja, gak bisa dilakukan semua orang, dan oleh karenanya SAMASEKALI BUKAN merupakan hal kecil

dari Avin


Nope, that luck isn't for everyone & I'm glad you got the chance, congrat my bro

dari : Tante Sari


Duh, rym jgnkan salaman.. Gw ngeliat sby di dpn mata aja rasanya seneng kok! Meskipun secara politis gw msh ga suka ama dia, hehehe..

dari : My sista Desy


Wah it's mean a lot if it happened to me too my kasep!! Aduh senengnya..kasi aku photonya yah. Kan aku bangga punya tmn kamu...selamat n selalu sukses ya Ry.

dari : Ceu Atit


Aku ikut senang :-D aku juga pengeen bgt salaman sama presiden dari kecil sampe sekarang belum juga kesampaian! Betapa beruntungnya kamu...hr ini aku syuting

dari : Agus


He he congrat...sukses dong hari ini..banyak deg2an dan males makan kayaknya hari ini..

dari : AA Ayu Rai


Wow very expensive experience. diphoto kah?

dari : RFN


Congrats ya! dont forget pertemuan bsk. suara dijaga geto loch. jij kan announcer ;-)

dari : HS Novi


Enggaklah, you should be proud to be servicing your country

dari : Indra Oerip